Devi membuka kedua matanya saat suara alarmnya berbunyi. Rupanya sudah pukul enam pagi, ia harus bersiap-siap pergi ke sekolah.
Ia menatap buku-buku pelajaran yang semalam ia buang ke tempat sampah karena jengkel pada kakaknya. Devi pun beranjak turun dari tempat tidurnya dan berjalan untuk memungut kembali buku pelajarannya.
"Aku memungutmu bukan berarti aku ingin mempelajarimu, tapi karena aku takut dimarahi guruku!" ujar Devi seraya memungut buku pelajaran itu.
Setelahnya, Devi segera menuju kamar mandi dan memulai rutinitasnya membersihkan diri.
Setelah beberapa menit di kamar mandi, Devi pun keluar sembari mengeringkan rambutnya menggunakan handuk merah mudanya. Ia melihat kakaknya sedang menyeterika seragam miliknya di kamarnya. Devi memang tidak pernah mengunci kamar miliknya, entahlah rasanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika Sean bersama dirinya.
"Sarapanlah dulu selagi menunggu seragam sekolahmu siap," ujar Sean.
Devi hanya menganggukkan kepalanya sembari berjalan melewati Sean. Devi masih marah padanya!
"Dev," panggil Sean yang membuat Devi menghentikan langkahnya.
"Mulai sekarang kau harus mengunci kamarmu," ujar Sean tanpa menghentikan aktifitasnya.
"Hm," jawab Devi singkat namun ia sedikit bingung kenapa kakaknya memintanya untuk mengunci pintu kamarnya? Ah sudahlah Devi tidak mau ambil pusing dan memilih mengiyakan saja perintah kakaknya. Ini masih pagi dan Devi tidak ingin ada perdebatan diantara mereka lagi.
Setelah selesai menyeterika seragam milik Devi, Sean pun menyusul Devi di meja makan. Ia pun ikut bergabung dengan Devi untuk sarapan. Hari ini Sean ingin menemui seseorang.
"Sepulang sekolah nanti kau ada kegiatan?" tanya Sean pada Devi.
"Tidak," jawab Devi singkat.
Sean menghela nafasnya pelan.
"Baiklah," ucap Sean sembari menganggukkan kepalanya.
Meskipun dalam hati Devi bertanya-tanya tentang sikap Sean pagi ini, namun ia memilih untuk diam saja.
"Kakak antar kau pergi ke sekolah," ucap Sean yang dibalas anggukan oleh Devi.
*****
Alby tengah duduk di sebuah kafe untuk menanti kedatangan seseorang. Kemarin malam, sahabatnya itu memintanya untuk bertemu dengannya. Entahlah mungkin dia merindukannya? Haha jika memikirkan hal itu Alby bergidik ngeri sendiri.
"Maaf aku terlambat."
Alby mendongakkan kepalanya sembari tersenyum.
"Tidak apa-apa. Lagi pula aku juga baru saja tiba," ujar Alby. "Jadi bagaimana? Ada apa Sean?" lanjut Alby.
Sean adalah sahabat dekatnya saat mereka berkuliah di luar negeri dulu. Bahkan kedekatan mereka disalah artikan oleh orang-orang di sekitarnya yang menganggap mereka gay. Omong kosong macam apa itu! Untung saja mereka berdua yang dasarnya tidak perdulian pun tidak pernah mau menyanggah ataupun mempermasalahkan hal tersebut. Mereka terlalu sibuk jika harus mengurusi omongan orang.
Sean memberikan map putih yang dibawanya pada Alby. Alby menerimanya dan mulai membukanya.
Alby membaca dan mengamatinya dengan seksama. Keningnya berkerut terkejut. Hasil rekam medis Sean benar-benar diluar dugaannya.
"Kanker hati?" tanya Alby sembari menatap Sean. Sean tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.
"Sejak kapan?" tanya Alby dengan nada bergetar.
"Aku lupa. Tapi dua minggu belakangan ini aku merasakan sakit di perutku dan juga muntah. Aku pikir hanya sakit biasa, lalu aku pergi periksa ke rumah sakit dan ternyata hasilnya seperti itu," ujar Sean enteng.
Alby menatap Sean dengan tatapan yang tidak dapat terbaca.
"Sesak nafas tidak?" tanya Alby cepat.
"Ehm terkadang sesak sih," jawab Sean.
"Nyeri kaki?"
"Iya, tapi sekarang sudah baik-baik saja. Tenanglah, jika kau bersikap panik seperti itu orang-orang akan menganggap kita gay betulan," canda Sean sembari tertawa.
"Ada darah dalam urinmu tidak?" tanya Alby lagi.
"Apa ini? Aku seperti konsultasi dengan dokter betulan saja," ujar Sean sembari tertawa.
"Ada darah tidak?" ulang Alby serius yang membuat Sean menghentikan tawanya.
"Ada," jawab Sean pada akhirnya.
"Sesuai dugaanku, coba kau lihat ini," tunjuk Sean pada sebuah gambar.
(Cr. Google)
"Mikrograf menunjukkan mikroangiopati trombotik akut karena DIC dalam biopsi ginjal. Bekuan hadir di hilusglomerulus. Ini sudah menyebabkan komplikasi koagulasi diseminata intravaskuler-"
"Oke cukup hentikan. Aku tidak begitu mengerti tentang bahasa yang kau katakan tapi yang pasti kanker hatiku sudah parah dan menjalar ke ginjal bukan?" potong Sean.
Alby terdiam dan Sean sudah cukup paham dengan jawaban Alby.
"Kenapa kau tidak dirawat sekarang? Ini adalah angiosarcoma hati Sean. Ini bukan kanker hati biasa. Bagaimana kau bisa setenang ini?! Kita ke rumah sakit sekarang, aku akan mengenalkanmu pada dokter spesialis onkologi terbaik di rumah sakitku," ajak Alby.
"Aku tahu, kebanyakan pasien angiosarcoma hati meninggal dalam waktu enam bulan dan hanya 3% yang hidup lebih dari dua tahun tapi bukan itu masalahnya," lirih Sean yang membuat Alby membuang nafasnya kasar.
"Lalu apa?"
"Aku tidak mungkin berobat di sini," ujar Sean.
"Lalu? Kau tidak ingin sembuh?" tanya Alby.
"Tentu saja aku ingin sembuh tapi aku tidak ingin berobat di Indonesia. Aku akan pergi ke Singapura," ujar Sean.
Alby mengangguk dengan cepat, karena ia tahu rumah sakit di Singapura memang rumah sakit terbaik untuk mengobati kanker hati.
"Aku akan membantumu mempersiapkan semua keperluan pengobatanmu," ujar Alby.
"No. Tidak perlu, aku sudah mempersiapkan semuanya sejak aku didiagnosis terkena kanker ini. Tapi aku ingin meminta bantuanmu," ujar Sean sungguh-sungguh.
"Apa? Katakan saja padaku aku akan membantumu," ujar Alby.
"Tolong jaga adik perempuanku," ujar Sean.
"Adik perempuan?"
"Iya. Selama ini aku belum sempat mengenalkanmu padanya karena ia tinggal bersama kedua orangtuaku sedangkan aku tinggal sendiri di apartemenku jadi kau belum pernah bertemu dengannya. Tapi sejak kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan itu, adikku tinggal bersamaku." Alby mendengarkan semua penjelasan Sean dengan seksama.
"Aku tidak ingin adikku khawatir dengan penyakitku. oleh karena itu aku ingin merahasiakan semua ini sampai aku benar-benar sebuh dan berani mengatakannya sendiri padanya," lanjut Sean dengan berkaca-kaca.
"Satu-satunya keluargaku yang tersisa hanya dia. Aku mohon jaga dia untukku," pinta Sean pada Alby.
Alby tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan sahabatnya itu. Menjaga seorang adik perempuan setidaknya bukan sesuatu yang berat bukan? Entahlah semoga saja seperti itu.
"Siapa namanya dan berapa usianya?" tanya Alby.
"Namanya Devi. Dia 18 tahun, sebentar lagi ia lulus SMA. Meskipun sudah mau lulus sekolah, tapi dia masih seperti anak kecil. Kadang ia menangis jika aku tidak menuruti kemauannya, mudah sekali marah tapi ia tidak pernah marah terlalu lama. Dia tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah dan masih terlalu polos. Perbedaan usiaku dan usianya sangat jauh, selain itu aku juga belum pernah memiliki seorang anak. Mungkin itulah penyebab kenapa kami selalu bertengkar dan sering terjadi perdebatan ketika aku mencoba mendidiknya dengan benar," ucap Sean.
"Aku juga belum pernah memiliki seorang anak dan aku juga seorang anak tunggal jadi aku tidak tahu apakah aku bisa mendidiknya dengan benar apa tidak," ucap Alby.
"Aku tidak mempermasalahkan tentang hal itu. Aku hanya ingin kau menjaga dan melindunginya. Setelah ia lulus nanti beritahu dia, jangan sampai menjadi seorang jaksa sepertiku. Aku tidak ingin ia mengambil profesi bahaya seperti itu," ujar Sean.
"Kenapa? Apa ada yang mengancammu?" tanya Alby.
"Tidak. Hanya saja aku pikir Devi tidak cocok dengan pekerjaan itu. Dan satu lagi! Jangan biarkan Devi berpacaran terlebih dahulu, dia masih kecil dan dia masih polos. Aku tidak ingin ia hanya dimanfaatkan oleh laki-laki bajingan di luar sana," ujar Sean yang diangguki oleh Alby.
"Rupanya Sean adalah tipe kakak yang sangat protektif pada adiknya," batin Alby.
"Kapan kau berangkat?" tanya Alby.
"Besok pagi," jawab Sean.
"Bagus. Lebih cepat lebih baik. Penyakitmu sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi," ujar Alby.
"Iya dan aku akan mengenalkanmu pada Devi nanti setelah ia pulang sekolah," ucap Sean.
"Baiklah."
"Aku sangat berhutang budi padamu, terimakasih," ucap Sean tulus.
"Tidak masalah. Kau sudah banyak membantuku dulu saat kita bersekolah di luar negeri dan kini saatnya aku membalas kebaikanmu. Cepat sembuh ya dan jangan khawatirkan adikmu. Aku akan menjaganya semampuku," ucap Alby.
*****
Hi!!
Loey minta saran dan kritiknya ya dan Loey mau ngasih tahu ke kalian kalau Loey nggak ada basic apapun di dunia kedokteran. Loey hanya mengandalkan informasi dari google dan sejumlah sumber lainnya untuk Loey jadikan referensi. So jika kalian ngerti tentang penyakit atau hal apapun yang Loey masukkan ke dalam cerita dan ternyata itu salah. Loey mohon koreksinya ya teman-teman.
Best regards
Loey
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments