5. Mencintai Raisa

"Baik, Tuan." John mengerti dan segera melaju membawa Raisa pergi. Setelah itu, Genta pun berbalik dan langsung berhadapan dengan dua pria yang masuk ke kamarnya dan salah satu diantara pria itu memiliki wajah dan postur tubuh yang sama dengan Genta. Namun memiliki sifat yang sangat jauh berbeda.

"Cih, apa tujuanmu datang kemari, Kara?" tanya Genta berdecak dengan tatapan benci.

"Kali ini apa yang kau rencanakan, bang sat!!!" lanjutnya langsung menarik kerah pria di depannya itu.

"Sudah cukup kau mencelakai Sena, sekarang kau ingin apa, ha?" bentak Genta meninggi.

Plak! Kara menampar tangan Genta, kemudian masuk dengan santai dan melewati amarah Genta.

"Sungguh lucu, kau dan Sena sudah bertunangan, tapi siapa sangka Genta yang dikenal baik hati memiliki wanita simpanan di kamar ini," ucap Kara berbalik dan tersenyum jahat.

Deg! Genta tersentak mendengarnya. 'Wanita simpanan? Apakah yang dia maksud itu Raisa?' batin Genta sangat terkejut dan bergumam kecil. 'Tidak, aku harus tenang, bisa saja bocah bang sat ini hanya sembarangan bicara.'

"Wah apakah tebakan ku benar?" tanya Kara bertingkah cool di depan Genta.

Langsung saja, Genta mengelaknya.

"Sialan, jangan omong kosong! Mana mungkin aku memiliki wanita simpanan," kata Genta serius.

'Kara tidak boleh sampai tahu tentang Raisa, bisa saja dia akan mencelakainya seperti Sena. Aku kali ini akan melindungi wanitaku,' batin Genta berharap Raisa sudah sampai ke bandara.

"Hahaha… aduh geli sekali, aku jadi ingin pipis mendengarnya," tawa Kara lalu duduk di tepi ranjang.

"Cih, pergilah dari sini, Kara!" pinta Genta menunjuk ke pintu.

"Aduh, jangan marah begitu, sini duduk di dekatku," balas Kara meminta dengan senyuman.

"Apa yang sedang kau rencanakan, ha? Kenapa kau berada di kota ini?!!!" tanya Genta setengah teriak. Ia muak melihat sikap pura-pura manis dari saudara kembarnya itu.

"Kau pasti ingin mencelakai Sena lagi, kan?" tebak Genta menunjuknya dengan amarah.

Kara memutar bola mata malas, kemudian mencolek-colek telinganya lalu berdiri menghampiri Genta.

"Ayolah Genta, kau tenanglah dulu, aku ke sini berniat baik dan sudah cukup jangan kau tuduh aku lagi," ucap Kara sinis.

Pria yang ikut dengan Kara tampak gemetar melihat dua pria di depannya saling membenci.

"Tuduh? Haha… semua bukti sudah jelas, kau yang mencelakai Sena. Aku tahu kau mencintai Sena, tapi tidak seharusnya kau mencelakai calon iparmu itu!"

Bughhhh!

Genta melayangkan satu tinjunya, namun Kara dapat menahannya. Akan tetapi kali ini Kara yang terlihat emosi. Ia yang berusaha santai kini tidak bisa menahan emosinya dituduh sebagai pelaku rencana pembunuhan Sena.

"Genta, justru karena cinta, mana mungkin aku melakukan itu!" kata Kara meremak kepalan tinju Genta.

"Cih, cinta? Hahaha…. aku tidak percaya dari mulut kotormu itu, dasar munafik,"  kata Genta menarik tangannya lepas dari remasan Kara.

"Ah sudahlah, dari pada kau tuduh aku, lebih baik kau pergi saja ke tempat Sena," timpal Kara sambil menggoyangkan tangannya.

"Tentu saja, aku akan ke tempat Sena agar kau tidak mencelakainya lagi," decak Genta menabrak bahu Kara. Namun seketika ia terhenti saat Kara bicara.

"Ah sial, aku benar-benar kehilangan dia, padahal ada yang ingin kutanyakan padanya," ucap Kara sambil duduk ke kursi. Seketika ia tersenyum licik melihat Genta berbalik.

"Apa maksudmu dia? Siapa yang kau maksud itu, Kara?" tanya Genta merasa ada yang aneh dari tadi.

"Ah dia itu wanita semalam yang aku temui di sini," jawab Kara sambil duduk santai melihat Genta terkejut.

'Semalam di sini? Siapa? Jangan-jangan itu Raisa?' pikir Genta akhirnya menelpon staf hotel.

"Halo, ada apa Tuan Genta menelpon saya?"

"Katakan jujur, apa benar semalam ada wanita datang ke sini kemarin malam?" tanya Genta was-was akan jawaban staf hotel.

"Benar, semalam Nona Raisa datang kemari,"

"Kalau begitu, kenapa kalian tidak menelponku kemarin!"

"Ah kami pikir anda kemarin akan singgah, jadi kami hanya membiarkan Nona Raisa datang."

"Ah sialan, kalian membuatku kesal!" kata Genta mematikan panggilan itu. Memang Genta setiap malam akan singgah ke hotel, karena itulah Raisa datang memberi kejutan. Namun karena Sena dikabarkan sadar, jadi Genta sama sekali tidak ke hotel kemarin.

Setelah mendapat jawaban, Genta tidak bergerak, namun melotot ke Kara. Sontak ia maju dan menarik kerah Kara dengan amarah tinggi.

"Apa yang kau perbuat padanya semalam, ha!"

Kara melepaskan cengkraman tangan Genta lalu berdiri dengan tegak dan memandang rendah Genta.

"Ah aku tidak ingat jelas, tapi sepertinya aku cuma berkenalan saja, kalau tidak salah namanya Raisa, benar kan, Genta?" Kara tersenyum jahat.

Genta tersentak, benar-benar tidak sangka Kara sudah bertemu Raisa. Genta pun mengepal tangan ingin menghajar tampang Kara yang menyebalkan, ia juga sangat benci dengan senyuman Kara.

"Sungguh hanya berkenalan?" tanya Genta nampak tidak percaya.

"Ah sial, kepalaku sakit sekali, sepertinya masih ada yang kami lakukan, tapi hanya itu yang aku ingat," jawab Kara berpura-pura lupa ingatan.

"Arghhh, Kara, aku peringatkan padamu, jangan kau sentuh dia, kalau kau berani, aku akan membunuhmu," kata Genta mengancam.

"Aduh, aku jadi takut nih, hahahaha…." tawa Kara lalu menatap tajam Genta.

"Ck, hanya wanita simpanan, kau sendiri ingin membunuh saudaramu?" decak Kara terlihat kecewa.

"Tentu saja, kau ini bukan lagi bagian keluarga Nero, jadi aku tidak akan berbalas kasihan padamu," kata Genta tersenyum smirk.

"Ah sialan, aku benar-benar seperti dibuang sungguhan, padahal kita ini terlahir dalam rahim yang sama, tapi malah berakhir dengan permusuhan, hahaha… bajinGan tua itu yang seharusnya kau musuhi! Brensk!" bentak Kara, ia kali ini menarik kerah Genta.

"Seandainya kau bukan saudaraku, aku juga sudah membunuhmu dan wanita simpananmu kemarin, tapi sayang sekali dia pintar juga kabur dariku," kata Kara lalu mendorong Genta.

"Dan kau tenang saja, aku ke sini juga tidak berniat untuk menjatuhkan posisimu atau pun mengusik hubungan gelapmu, toh Sena juga akan tahu siapa pria busuk yang sebenarnya." Lanjut Kara pergi.

Brak! Pintu kamar ditutup keras dan hanya Genta yang sendirian di kamar itu.

"Kara sudah tahu tentang Raisa, jika begitu dia bisa kapan saja mengancamku. Aku harus bertindak, dia tidak boleh menemukan Raisa, dan tidak boleh membocorkan hubungan gelapku pada Sena. Tapi meski aku menyembunyikan Raisa, Sena bisa kapan saja menemukannya,"

"Kalau begini, apa yang harus aku lakukan?"

Genta mondar mandir dan cemas. 

"Sial, aku benar-benar mencintai Raisa, tapi aku juga tidak mau melepaskan pernikahan bisnisku dengan Sena," decak Genta kemudian duduk.

Walau terasa berat, sepertinya Genta memiliki niat untuk menyelesaikan masalahnya, yaitu dengan membunuh Raisa dan membuang jasadnya ke laut.

"Ah tidak, aku tidak mungkin melakukan itu," tolak Genta membuang jauh-jauh idenya itu.

"Kalau saja ayah mau setuju, aku ingin sekali menikahi Raisa, tapi aku yakin ayah langsung menolak. Bahkan bisa jadi ayah yang akan melenyapkan Raisa jika tahu hubungan gelap kami."

Genta mengacak-acak kepalanya. Bingung memutuskan pilihannya. Namun jujur, Genta sama sekali tidak mencintai Sena, ia hanya menginginkan harta dan popularitas Sena, karena Sena tidak secantik dan tidak mempesona seperti Raisa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!