Jam tepat menunjukkan pukul 02.00 wib dini hari. Fitra belum juga tidur, malam ini dia seperti kalelawar, ia bergantian memasuki kamar rawatan pasien dan memastikan semua pasien rawatan diruang itu baik-baik saja.
Seketika langkah kakinya berhenti dikamar paling sudut. ia menolehkan pandangannya ke jendela kamar itu dan mendapati seorang wanita berbalut mukena putih sedang sibuk dalam zikir panjangnya, ia tersenyum lebar menyaksikan pemandangan yang hampir tiap malam ia saksikan.
Entah kenapa melihat wanita itu hatinya menjadi damai, sejuk dan tenang. Apalagi aktifitas yang rutin dilakukannya yaitu Sholat Tahajud. Ingin rasanya Fitra berkenalan dengannya tapi seakan ada pembatas yang membuat Fitra tidak bisa mendekati wanita yang sudah hampir 1 bulan di rawat di rumah sakit karena adanya tumor di bagian kepalanya.
Sama seperti malam-malam sebelumnya, Fitra hanya memandangi wanita itu dari kejauhan. Wajahnya putih bersih, atau bisa dibilang agak pucat, hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Fitra tidak tahu rambutnya panjang atau pendek karena ia selalu menggunakan kerudung.
Setelah puas melihat aktifitas malam wanita shaliha itu, dia pun beranjak pergi ke kamar perawat. Ia menghempaskan badannya disamping Reno, teman satu dinasnya malam ini. Masih ada sisa waktu sekitar 3 jam lagi. Dia harus mengistirahatkan matanya. Sambil membaca doa, Fitra terbayang wajah lembut wanita itu dan detik kemudian tertidur dengan lelapnya.
...***...
“Ren, pasien dikamar 1 dan 2 atas nama ibu Roslina dan Helena ada obat yang akan di injeksi jam 5 ini. Tolong kamu injeksikan ya, aku sholat dulu. Gantian kita, oke?” jelas Fitra sebelum pergi ke mushola.
“Siip Bos!!” jawab Reno singkat.
Fitra melangkahkan kakinya kearah Musholla yang berada di lantai dasar. Ia turun menggunakan lift. Adzan subuh sudah berkumandang, terlihat ada 5 orang laki-laki disaf depan dan 2 perempuan di saf belakang. Jumlah yang sangat sedikit bagi Fitra dibandingkan jumlah pasien, keluarga pasien serta dokter dan perawat yang bertugas malam ini.
Fitra hampir tidak pernah melalaikan waktu sholat wajibnya. Baginya panggilan sholat dari Allah adalah paling utama dibandingkan panggilan dari pasien-pasien rawatan, kecuali jika itu darurat dan menyangkut nyawa pasiennya.
Sebenarnya kebiasaan sholat tepat waktu itu butuh latihan. Jangan harap kita bisa sholat tepat waktu disaat jam kerja sedangkan disaat jam istirahat atau santai saja kita selalu menunda-nundanya, itulah pilihan kita. Kita yang buat dan kita yang akan memilihnya.
Fitra lelaki yang taat beribadah, dalam sholat ia tidak pernah ketinggalan dan selalu mengusahakan tepat waktu serta berjamaah di masjid. Dia dulunya pernah merasakan hidup dalam lingkungan pesantren, lingkungan yang membentuk mental dan kepribadiannya menjadi mental dan kepribadian islami. Tapi sayang, setelah tamat orang tuanya memaksa dirinya untuk kuliah di keperawatan yang padahal dia ingin sekali mengambil jurusan dakwah.
Menjadi perawat bukan pilihannya. Awalnya dia memberontak dan malas-malasan dalam belajar, tapi sebuah nasihat indah datang menyirami kalbunya, nasihat indah dari seorang guru ngajinya saat dipesantren dulu. Ustadz Soleh namanya.
“Fitra.. kamu harus bisa menerima jalan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mu. Mana tahu Allah punya rencana lain yang lebih indah dengan masuknya kamu di sekolah keperawatan ini. Memang benar jurusan dakwah itu sangat bagus dan sebagai pedoman kita nantinya dalam melakukan kewajiban dakwah, tapi yang harus kamu tahu juga, bekerja sebagai seorang perawat yang merawat orang sakit dengan ikhlas dan sabar juga bisa menjadi dakwah alternatif bagi kamu. Dakwah itu luas. Bukan hanya diartikan berdiri diatas mimbar lalu berkoar-koar. Dimanapun kamu bisa melakukan kewajiban dakwah itu sambil bekerja sebagai perawat contohnya”
Sejak itu lah semangat Fitra kembali menyala-nyala. Saat kuliah pikirannya bercabang dua, siang hari ia sibuk mencari ilmu keperawatan dan malam harinya ia sibuk mencari ilmu yang berkaitan dengan dakwah islam sampai sekarang setelah ia kerja.
Fitra dikenal sebagai perawat laki-laki yang paling ramah dengan pasien. Saat menyuntikan obat ataupun menggantikan cairan infus, Fitra selalu menyempatkan diri mengeluarkan kata-kata mutiara yang indah dengan kalimat motivasi yang menggugah sehingga membuat semangat pasien untuk sembuh semakin kuat, tidak jarang pasien tersebut berlinang air mata karena bahagianya atas perhatian Fitra. Rata-rata pasien disana sudah berumur 30 tahun keatas, Fitra menganggap pasien tersebut kakak, ibu atau neneknya, karena ruangan tersebut hanya khusus untuk wanita. Tapi, ada satu pasien yang masih berumur muda sekitar 22 tahunan. Pasien muda dikamar paling sudut itu lah yang mengganggu pikirannya sebulan belakangan ini, pasien itu tidak bisa ia dekati, lagi-lagi seperti ada tembok pembatas yang menghalanginya, Fitra tidak tahu apa itu, padahal hampir setiap malam wanita berwajah lembut itu menangis dalam doanya. Ingin rasanya Fitra hadir menyejukkan hatinya, tapi ia tidak mampu melakukannya.
“Ren, Pasien dikamar paling ujung sebenarnya diagnosa pasti dokter apa ya?”Tanya Fitra ke teman dinasnya pagi itu.
“Itulah masalahnya sampai detik ini dokter belum ngasih kepastian. Awalnya kata dokter ada pembengkakan gitu dikepalanya seperti tumor gitu tapi ngak tahu lah tumor ganas atau jinak, nanti kita tunggu dokter Aldi periksa dia lagi. Dokter Aldi masuk pagi ini” jelas Reno.
"Emangnya ada apa Ra?" Tanya Reno dengan penasaran.
"Ngak... cuman pengen tahu aja. Soalnya sudah lama juga kan dia disini." Jawab Fitra.
"Nah, itu yang aku bingungkan. Biasanya kamu selalu gak bisa melihat pasien lama-lama disini. Pasti ada aja cara kamu untuk memotivasi mereka biar semangat untuk sembuh. Tapi, ke wanita muda itu kok ngak bisa kamu lakukan seperti ke yang lainnya?" Ujar Reno dengan memandang Fitra dengan penuh tanda tanya.
"Hhmmm... entahlah Ren, aku juga ngak tahu.." Jawab Fitra sambil menngangkat bahunya.
"Apa mungkin karena ia masih muda ya? cantik pulak lagi tu makanya kamu jadi ragu" Tebak Reno sambil senyum-senyum.
Fitra mengabaikan pertanyaan Reno tersebut, akan tetapi di dalam hatinya ia berdoa semoga wanita berwajah lembut itu tidak menderita penyakit yang parah dan segera sembuh.
Sebelum pulang, Fitra sempatkan diri lagi untuk melihat wanita itu. Dia penasaran, sedang apa wanita itu? Dari jendela yang terbuka Fitra bisa melihat jelas wanita bernama Sofwa itu sedang berbaring di tempat tidurnya, ia lagi tidur dan sendirian tanpa ada yang menemaninya. Satu pertanyaan pun muncul dibenak Fitra, dimanakah keluarganya? Tadi malam memang ada yang menemani dia, seorang ibu-ibu yang mungkin orang tuanya, tapi pagi ini Fitra tidak menemukan ibu tersebut dikamar Sofwa. Sarapan di mejapun sepertinya belum disentuhnya. Keinginan Fitra untuk hadir menjadi penyejuk hati dan penyemangat hidup bagi Sofwa semakin kuat, tapi… tembok pembatas itu… Harus dia hancurkan dulu!!
...💖💖💖💖...
BERSAMBUNG..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments