Cassie menuruni tangga dengan langkah cepat. Tak sabar untuk segera tiba di bawah dan gadis itu bisa melihat apa yang sedang Mama lakukan. Cassie mengenakan kaos ungu berukuran besar dan celana training warna ungu juga.
Begitulah pakaiannya kalau berada di rumah. Ia bahkan kadang begitu saja saat jalan-jalan. Dia bahkan tergolong gadis remaja yang cuek sekali dengan penampilan. Mungkin hal itu juga yang menjadi alasan si makhluk menyebalkan itu pun menolak perasaannya.
Di amatinya suasana rumah yang hening dengan Papa asyik menonton TV di ruang tamu. Kakak Reno asyik mengutak-atik laptopnya di sofa di dekat sofa kecil yang duduki oleh Papa.Sejauh mata memandang tak terlihat sosok Mamanya.
"Mama..? " panggil Cassie.
"Ya? " sebuah sahutan pendek dari dapur telah terdengar. Cassie berjalan cepat ke sana sambil mencomot satu keripik kentang di meja dekat Kak Reno sampai Kakaknya itu menengok cepat kearahnya.
"Ini ambilah untuk mu.. " kata Kak Reno sambil menyodorkan sebungkus keripik kentang itu kepada Cassie.
"Terimakasih." Cassie tersenyum kepada Kak Reno.
Ruangan dapur cukup sedang namun saat ini tampak berantakan. Di atas meja penuh dengan baskom dan mangkuk kecil dihiasi sedikit oleh serbuk berwarna putih yang Cassie yakini adalah tepung. Tak jauh dari meja tampak Mama yang sedang sibuk mengocok adonan.
"Kenapa, Cas? " tanya Mama tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Mama lagi buat apa? " tanya Cassie. matanya tertuju pada adonan yang sedang Mamanya kerjakan.
"Buat kue. Nanti sebagian untuk tetangga kita, " jelas Mama sembari tersenyum senang.
Cassie tahu membuat kue adalah salah satu dari hobi Mamanya. Dan kegiatan itu akan selalu membuat Mamanya tersenyum senang, selain bermesraan dengan Papa tentunya.
Cassie menganggukan kepalanya paham.
"Kamu mau ikut mengantar? " ajak Mamanya luar biasa bersemangat. Mama mengamati raut wajah Cassie dengan tangannya yang masih asyik mengocok adonan.
Cassie memandang adonan itu sambil berpikir dan menikmati keripik kenyangnya.
"Sekalian kenalan langsung sama anak-anaknya yang kayak es itu, " kata Mama makin semangat. " Jadi besok kamu sudah ada teman baru untuk berangkat bareng ke sekolah. Bagaimana? "
Cassie kini menatap Mama. Ada keengganan di dalam sorot matanya dan hal itu tertangkap oleh Mamanya.
Mamanya berdecak.Dia mengalihkan tatapan mata ke adonan kue yang sudah siap untuk di masukan ke dalam loyang.
"Jangan karena kejadian di SMP, kamu jadi anak yang antisosial di SMA, sayang, Masa SMA itu masa-masa yang menyenangkan. Rugi kamu itu kalau jadi antisosial. Lagipula kalau di SMA pasti sudah ada yang pemikirannya dewasa. Jadinya pemikiran mereka soal penampilan fisik pasti berbeda. Cantik itu relatif. Tergantung dari sudut pandang mana orang melihatnya. Dan, orang yang bisa menilai kecantikanmu bisa menjadi temanmu, " Mama menaruh loyang di atas meja. Dia memandang Cassie dengan tatapan tak ingin dibantah.
"Tapi Bunda, teman-teman di SMP ku dulu itu semuanya kenal Make up. Cuma Cassie yang masih pakai bedak bayi! " Cassie membantah dengan wajah kecewa.
"Bunda kan sudah sering bilang, kulit kamu itu masih kulit remaja, sayang. Bunda tidak mau kulit kamu jadi rusak karena bahan kimia pada kosmetik, " sanggah Mama dengan tatapannya yang tajam. "Lihat! Tanpa kosmetik saja, wajah kamu sudah halus begitu. Apalagi kalau pakai kosmetik, sayang.Mama tidak bisa bayangkan bagaimana wajahmu nantinya. "
Cassie mengerucutkan bibir. "Kalau pakai make up wajahku jadi agak dewasa bukan seperti bayi lagi, Mama, " ujarnya keras kepala.
"Cassie Margaretha, dengarkan Mama! " suara Mama terdengar Marah. Cassie paham betul kalau Mama sudah menyebutkan nama lengkap nya, berarti dia harus mendengarkan apapun dari kalimat Mama selanjutnya. Tidak boleh ia menyela apalagi membantah.
"Wajah bayi itu bukan hal yang disalahkan, tapi sebuah anugrah dari Tuhan untuk kamu. Masih banyak anak abg sebaya dengan mu yang iri dengan wajah bayimu itu yang alami. "
Cassie akui, Mamanya memang benar. Namun, ia kurang percaya diri dengan wajah bayinya itu selalu dinilai sebagai anak manja atau anak Mama banget oleh teman-temannya.
Mama menghela napas. "Mama tidak mau lagi kita membahas soal make up dan wajah bayimu itu. Sekarang kamu tunggu Mama selesai bikin kue. Lalu kita ke rumah sebelah, " titahnya.
Cassie mengerucutkan bibirnya meski kepalanya mengangguk.
Mama tahu Cassie sebenarnya enggan banget untuk mengiyakan nasihatnya. Dia tahu anaknya itu telanjur terluka setelah dipermalukan karena menyukai pemuda tampan, sedangkan wajah Cassie yang masih kekanak-kanakan membuat cowok itu menolaknya.
Mama memahami, penampilan bagi perempuan memang menjadi nilai tambah, tapi Cassie masih terlalu kecil untuk kenal yang namanya kosmetik. Mama baru mau mengizinkan jika Cassie sudah berumur dua puluh tahun, ketika kulitnya bukan kulit remaja lagi.Bahkan kalau bisa jika Cassie sudah mampu untuk membeli kosmetik dari hasil kerjanya sendiri.
Tentu saja di mata Mama, Cassie adalah putri yang sangat berharga. Jelas hatinya khawatir kalau ada cowok yang mendekatinya. Jelas, dia terluka saat anaknya di hina. Tetapi, dia tidak mau anaknya nanti mengalami flek hitam di usia muda akibat terlalu cepat memakai kosmetik.
Mama menghela napas. "Kamu manis, Cas. Kamu harus percaya itu! " tegas Mamanya agar Cassie merasa percaya bahwa dengan dirinya sendiri termasuk penampilannya.
Cassie mengangguk enggan. "Manis tapi aku tak cantik tetap saja jadi bahan tertawaan, " sahut nya dalam hati.
Mama tersenyum tipis lalu melangkah menuju ke oven dan mengatur suhunya.
*****
Rumah sebelah. Cowok cantik itu menuruni anak tangga dengan lincah dan mulus berbelok ke arah dapur lalu membuka kulkas dan mengambil minuman softdrink dari kulkas dengan cepat dan menutup kulkas lebih cepat lagi.
"Aaron, kamu ngapain mengendap-endap di situ? " tanya Papanya dari kamar mandi dekat tangga.
"Ambil minuman, Pa. " jawab Aaron wajah imut banget sampai Papanya tak bisa menegurnya keras.
"Semenjak pagi hingga siang hari ini kerjaan mu di kamarmu apa saja? " tanya Papanya menatap Aaron yang memegangi kaleng softdrink dengan ekspresi muka polosnya minta ampun.
"Main game online, Pa " jawab Aaron menaruh softdrink di meja melihat Papanya menengok ke arah gudang di bawah tangga.
"Bantu Papa bersih-bersih gudang kita karena ada sejumlah barang bekas yang harus di sortir sama Papa mumpung Mamamu sedang keluar rumah bersama adikmu. " kata Papanya menarik lengannya untuk mengikuti Papanya masuk ke dalam gudang.
Di dalam gudang, isinya amburadul tak karuan di sebabkan Papanya mengobrak-abrik seluruh isi gudang mereka yang menurut Papanya adalah sampah namun kata mamanya adalah harta karun tak ternilai harganya kalau Mamanya tahu kalau Papanya mengemak semua hartanya di kardus-kardus yang siap di kirim ke gerobak si penjual barang bekas yang rupanya telah di panggil Papanya untuk masuk ke dalam rumah mereka.
"Ambil semua barang ini tanpa dihitung harga jualnya berapa? Yang penting harganya sesuai dengan jumlah kardus yang kamu pindahkan ke gerobak mu dari gudang rumah ku. " kata Papa nya berdiri di tengah-tengah ruangan menuju ke gudang dari pintu kayu.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Radiah Ayarin
ada 5 ads untuk kamu
2023-05-01
0
Ir Syanda
Benar itu kata mama ...
2023-05-01
1
Ir Syanda
Kirain 'serbuk putih' yang itu ...🤭
2023-05-01
1