Sejak tadi Rosella mondar-mandir di dalam kamarnya. Resah, khawatir, juga takut benar-benar berkolaborasi memporak-porandakan hatinya yang risau. Tidak mungkin. Mustahil Mikayla masih hidup setelah peristiwa malam itu. ia berfikir keras, apa yang dilakukan Marquis Torand sampai Mikayla tak berhasil dibunuh bahkan gadis itu tak tampak ada terluka sama sekali.
"Siapkan kereta. Kita pergi ke kastil Marquis Torand," perintah Rosella mutlak.
Tak lama, kereta yang diinginkan Rosella sudah siap. Lambang keluarga Duke senantiasa berkibar gagah, rakyat biasa langsung menepi untuk mendahulukan rombongan tersebut. Kereta Rosella berjalan santai dengan puluhan pengawal di belakangnya. Sesekali gadis bersurai cokelat itu melongokan kepala ke luar. Bangunan menjulang tinggi bewarna tembaga yang jaraknya tak jauh lagi adalah kediaman Marquis.
"Nona Rosella? Ada masalah apa sampai Anda mau ke mari?" Marquis sudah berada di depan pintu rumahnya dengan senyuman ramah.
"Jangan berbasa-basi!" desis Rosella. "Aku ingin berbicara empat mata denganmu."
Marquis Torand terdiam dan mencoba membaca ekspresi Rosella. Ia tahu ada yang tidak beres di sini, lalu mengangguk dan berucap serius. "Mari, lewat sini, Lady."
...----------------...
Mikayla selesai didandani dengan cantik sore ini karena istana akan mengadakan acara kepulangan Mikayla, atau lebih tepatnya gagal bunuh diri? Yang jelas para bangsawan semakin gencar menghinanya dan mencari-cari kesalahan tak jelas. Acara di istana kali ini hanya formalitas. Bagaimana tidak? Bukankah tak ada satu orangpun yang mengharapkan Mikayla untuk berada di sana jika statusnya bukan calon putri mahkota? Dan itu sangatlah membuang waktu.
Huh, semua bangsawan sama saja. Sama-sama menyusahkan dan penjilat.
Rambutnya yang indah di tata dengan cantik dan apik. Itu berkat bantuan dari Bibi Alie yang selalu berada di sisinya, entah di masa susah maupun senang, hanya dia satu-satunya yang mampu bertahan hingga di titik ini. Mikayla berjanji bila suatu saat nanti setelah ia menikah, ia akan membawa Bibi Alie ikut serta, walau tinggal di desa sekalipun karena ia tahu, keluarga Duke sangat buruk.
Ia ingin membebaskan Bibi Alie dari kurungan tembok kastel kejam ini dengan hidup sederhana bersama pria keemasan yang rela menolongnya disaat sekarat. Ya, hanya itu keinginan kecilnya.
"Rambut Anda lebih berkilau dari biasanya, Nona. Atau saya baru menyadarinya?" tanya Bibi Alie mengernyit. Saking halusnya helaian rambut Mikayla, ia merasa seperti menyisir di udara.
Mikayla tersenyum tipis. "Mungkin selama ini bibi tidak terlalu memperhatikannya," jawab Mikayla meyakinkan.
Bibi Alie mengangguk. Memilih percaya dengan ucapan Mikayla. Dirinya tak lagi muda, mungkin matanya mulai bermasalah. Tapi Bibi Alie yakin jika surai nonanya kali ini benar-benar mengalami perubahan warna. Ah, Bibi Alie hanya tak ingin tidak berdebat. "Saya sangat senang kalau Nona selamat," ujar Bibi Alie yang kesekian kalinya. Wanita paruh baya itu mengelap sudut matanya yang mengeluarkan cairan bening, selalu saja terbawa suasana. "Saya hampir putus asa, Nona!"
Mikayla menatap pantulan Bibi Alie di depan cermin. Melihat ekspresi wanita tua ini, Mikayla yakin kalau ia berkata sesuai dengan isi hatinya. Bibi Alie jelas tidak sebusuk bangsawan-bangsawan itu. Tak ada yang perlu Mikayla takutkan, satu orang kepercayaan sudah cukup baginya.
"Mikayla, sebentar lagi kau harus berangkat!" teriak salah satu pelayan dengan lantang. Mungkin ia masih mengira kalau Mikayla masih lemah dan mudah dikendalikan? Oh, itu tak akan terjadi lagi.
"Pengawal!" dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu kamarnya masuk dengan tergopoh-gopoh, takut dengan kepribadian baru Nona mereka. "Seret pelayan tadi yang dengan berani memanggil namaku!"
"B-baik, Nona," ucap kedua pelayan itu dengan menundukkan kepalanya. Mereka segera pergi dan membawa pelayan berambut merah di tengah-tengahnya.
"Apa-apaan ini, kenapa kalian menyeretku!" pekik pelayan itu tajam.
"Aku yang memanggilmu. Dasar pelayan tak tahu diri." Mikayla berdiri dari depan cermin riasnya. Begitu santai, berbanding terbalik dengan kalimat tajam yang barusan dilontarkannya. Mengalun dingin bak tebasan pedang. Bibi Alie tertunduk dan sangat bingung. Semenjak kepulangan Mikayla, ia terasa jauh berbeda.
"A-ada apa?" ucap pelayan itu yang mendadak menggigil ketakutan.
"Kau tahu apa kesalahanmu?" ucap Mikayla yang lagi-lagi semakin menekan atmosfer disekitarnya. Pelayan itu bersimpuh takut. "Benari memerintah dan menaikkan suara pada Lady kelas atas. Apa kau ingin aku sendiri yang memotong lidah lancang mu itu?!"
"Ma-maafkan hamba. H-hamba tak akan mengulanginya lagi," ucapnya terbata-bata. Lelehan air matanya sama sekali tidak bisa menyentuh perasaan kasihan Mikayla. Harusnya Mikayla memang perlu menindak tegas perbuatan pelayannya sendiri.
Mikayla terkekeh. "Kau kepala pelayan di kediamanku. Seharusnya kau lebih menjaga mulutmu itu. " Mikayla memperhatikan kuku-kukunya. "Apa kau mengerti apa maksudku, 'kan, Jane?"
Wanita berambut merah itu tersentak kaget saat Mikayla menyebutkan namanya, bahkan nona ini juga tahu jabatannya, benar-benar malapetaka besar. Ia semakin meringkuk takut. Nona yang dilayaninya dengan jijik ini benar-benar berubah.
"Ha-hamba mengerti, Nona. Tolong maafkan kelancangan hamba," tak terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Jane. Tangannya dingin gemetar, ia tak sanggup ditekan lebih kuat lagi oleh orang yang sering ia remehkan ini.
"Tapi keadilan akan selalu dipukul sama rata walau kau kepala pelayan sekalipun. Aku tetap menghukum mu. dibekap seharian penuh tanpa makan atau minum," Mikayla enggan menatap wanita itu, "Tenang, kau tidak akan tewas hanya karena menahan lapar seharian di gudang bawah tanah."
"A-ampuni hamba, Nona. Saya tak akan melakukannya lagi!" tubuh pelayan itu diseret oleh dua pengawal yang diperintahkan Mikayla dengan isyarat tatapan. Kini Mikayla menghadap jendela, enggan memberikan keringanan pada pelayan yang lancang itu. Ia memejamkan matanya dan Mikayla sudah bertekad untuk berhati kuat dan tak akan bisa dipengaruhi siapapun.
"Beritahu pada pelayan yang lain tentang kejadian ini agar mereka lebih berhati-hati," ucap Mikayla pelan.
"Akan saya beritahu secepatnya, nona," ujar Bibi Alie dengan takut. Ia masih tak menyangka jika Mikayla akan berani mengambil tindakan kepada Jane yang notabenenya sudah bertindak seperti nona kediaman di sini. "N-nona sebaiknya turun ke bawah. Kereta untuk Anda sudah siap."
"Jangan takut padaku bila kau tak melakukan kesalahan, Bibi Alie." Mikayla berbalik, lalu keluar dari kamarnya diikuti oleh empat pengawal. Meninggalkan Bibi Alie sendirian di kamar Nona mudanya.
Bibi Alie merasa tak asing lagi. Aura yang dikeluarkan Mikayla merupakan aura kekuasaan yang sudah dirasakan Bibi Alie saat ia berada di sisi putri Duke Stanley itu saat kecil.
Ya, Mikayla-nya tidak berubah. Tapi Mikayla yang sesungguhnya lah yang telah kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Nasya Dwimar
Hahaha gue suka gaya lo nak. Gasuka pemeran tokoh yg menye2
2022-04-12
0
Darra Cyntia
ouh ternyata rose juga ikut andil dalam pembunuhan kakanya
2022-03-12
0
Yusmi Julianty Chin-aga
aku suka cerita kyk gini,bukan cerita romansa yg menggambarkan tokoh cewek yg menye2 gak jelas
2022-01-08
1