Mikayla terbangun namun bukan di tempat yang terakhir ia ingat. Gadis itu mengerang pelan dan mengerjap-ngerjap karena sinar matahari yang menembus dinding kamar sederhana yang terbuat dari kayu linden.
Tunggu, kamar?
Mikayla baru tersadar kalau tempat ini sungguh sederhana, jauh dari kastilnya yang serba mewah walau terasingkan dari dunia luar. Ia menatap ke sekeliling ruangan. Sebuah tempat tidur, tungku api yang tidak lagi menyala, sebuah meja, dan lemari. Ah, sederhana sekali.
Mikayla memilih untuk duduk namun ia urungkan saat perutnya terasa kram dan mati rasa. Ia mengerang. Benar, Mikayla ingat kalau dirinya hampir saja dibunuh oleh Marquis bermuka dua itu jika seseorang tidak menyelamatkannya hingga sampai di tempat ini.
Lalu siapakah orang yang sudah membantunya?
Banyak pertanyaan di dalam otak Mikayla yang belum terjawab sampai bunyi pintu dibuka dari luar sontak mengagetkan Mikayla dari lamunannya.
Orang itu tak bersuara sama sekali. Seorang laki-laki dengan wajah yang luar biasa tampan membuka pintu, menatap sekilas ke arah Mikayla tanpa ekspresi terkejut, lalu di tangannya juga terdapat baki berisikan obat-obatan dari daun dan akar.
"Kau yang menyelamatkanku?" tanya Mikayla setelah menyadari keadaan.
Lelaki berwajah dingin itu meletakkan baki yang ia bawa di atas meja. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanya laki-laki itu dengan ketusnya. "Kau tak sadarkan diri selama seminggu hanya karena tusukan pedang di perutmu."
Mikayla jadi geram. Selama ini ia tak pernah marah pada orang lain, tapi baru di pertemuan pertama nya dengan lelaki bersurai emas ini, ia sudah emosi. Ia hanya memerhatikan pria itu menumbuk beberapa tanaman yang dibawanya hingga halus tanpa berkata sepatah katapun.
"Kau mau aku pakaikan salep ini atau kau mau memakainya sendiri?"
Wajah Mikayla memerah seperti kepiting rebus. Jadi selama ia tak sadar, laki-laki itu mengobatinya dan membuka perutnya? Ah, Mikayla rasanya malu sekali. Dengan cepat ia menerima salep pemberian orang asing itu. "Terimakasih."
"Asal kau tahu saja, walau wanita sepertimu harusnya lebih kuat," Mikayla menoleh lalu menatap laki-laki itu dengan bingung. "Resiko sebagai anggota keluarga bangsawan Duke. Kau harus siap untuk melindungi diri sendiri di saat tak ada siapapun di sisimu."
Mikayla termenung. Laki-laki bersurai emas ini benar. Kejadian tragis yang dialaminya beberapa waktu yang lalu menyadarkannya bahwa ia lemah, bodoh, dan mudah ditipu. Menyebalkan!
Tanpa menyadari bagaimana pria asing dihadapannya bisa tahu dengan mudah identitasnya sebagai anggota keluarga Duke yang terkenal.
"Aku akan berusaha keras!" ucap Mikayla dengan tekadnya yang bulat.
"Sekeras apapun kau berusaha saat ini, sama sekali tak ada gunanya." Lelaki bersurai emas itu terkekeh geli. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Bakatmu dikunci sepenuhnya. Sepertinya ada sihir hitam yang bekerja itu semua," ujarnya serius. "Jadi jangan heran kalau kau dikenal menjadi gadis yang bodoh. Sihir hitam telah mencegah kinerja otakmu supaya tak bekerja dengan baik."
Laki-laki itu mendekat. "Selain itu, sihir kebencian juga merasuki tubuhmu. Setiap orang yang melihatmu pasti akan benci dan semakin benci." ucapnya pelan diiringi seringaian kecil. "Aku benar, kan?"
Ucapan si emas ini sedikit menyinggung perasaan Mikayla. Gadis itu mencebikkan bibirnya. "Baik, sebelumnya kita belum berkenalan. Siapa namamu, tuan?"
"Aidenloz. Panggil saja aku begitu, Nona Mikayla."
Mikayla terkejut dan baru menyadari hal penting seperti itu. "Bagaimana kau bisa tahu?"
Aidenloz tersenyum miring. "Mudah," jawabnya enteng dan singkat. "Sehatkan dirimu. Sore ini aku akan membantu melepaskan sihir hitam dari kepalamu."
Mikayla yang tak mengerti hanya menganggukkan kepalanya dengan kaku.
"Kau pasti tak mengerti!" desis Aidenloz seolah bisa membaca isi pikiran gadis dungu didepannya. "Sudahlah. Aku pergi dulu. Bahan untuk membuat makanan sudah tersedia di dapur. Masaklah sendiri!"
Lagi, Mikayla hanya mengangguk. Hei! Dia ini putri seorang Duke, mana mungkin ia bisa memasak sendiri. Namun pria itu sudah terlalu baik padanya, sangat tidak etis untuk meminta hal kecil seperti makanan walau keadaannya sekarang sangat tidak memungkinkan."Baik. Terimakasih, Aidenloz."
Lelaki bermanik samudera itu mengangguk singkat lalu keluar dari kamar yang ditempati Mikayla. Setelahnya sosok itu tak terlihat akan datang lagi sampai sore dan menepati janjinya.
__________
Di kastil Stanley, beberapa orang masih sedih akan kepergian mendadak dari nona pertama mereka. Duke Stanley sudah tersadar dengan kesalahannya selama ini dan memilih untuk memberhentikan pengerjaan dokumen kerajaan, pria tua itu merasa berdosa pada putri pertamanya yang kini dikabarkan tanpa nyawa. Tubuhnya tidak ditemukan karena posisi kematiannya tepat di tengah hutan yang mungkin saja telah dicabik-cabik oleh binatang buas . Menurut pihak kerajaan yang berusaha menyelamatkan nama Armovin, Mikayla bunuh diri karena wanita itu sakit hati dengan penolakan langsung dari pangeran dan membunuh dirinya sendiri di hutan Augoria.
Ya. Bukan pembunuhan. Tapi bunuh diri. Hanya orang bodoh yang percaya akan hal itu. Mikayla adalah gadis bodoh dan penakut, mana mungkin ia berani bunuh diri di dalam kegelapan hutan. Lebih masuk akal bila ia bunuh diri di dalam kamarnya sendiri.
Begitu pun dengan Duchess Stanley. Lady Azaleah. Wanita itu sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan permata pertamanya. Setiap hari Azaleah habiskan dengan menangis dan menyesali perbuatannya. Walau Mikayla bodoh, bukankah ia masih darah dagingnya? Putrinya sendiri.
Sedangkan Rosella semakin membenci saudarinya yang telah tewas tersebut. Ia tak pernah berhenti mengutuk Mikayla di dalam penjara bawah tanah. Mikayla selalu menyusahkannya, dan setelah kematiannya pun ia kembali menyusahkan Rosella. Rosella berjanji, bahwa ia akan menghukum Mikayla dengan membakar jenazahnya jika nanti ditemukan. Ia tak akan segan-segan untuk melakukan hal itu.
Lain di istana. Pangeran sedang sibuk membolak-balik kertas perjanjian di ruang kerjanya bersama Marquis Torand untuk membahas keuangan kerajaan.
"Paduka Pangeran. Maaf menyela, apa menurut Anda tindakan saya itu benar?"
Danial langsung mengetahui arah bicara pria itu lalu ia menatap Marquis dengan tajam. "Kau meragukan keputusanku? Apa kau tak ingin putrimu jatuh ke tanganku?"
"Mohon maaf, pangeran. Saya tidak berani," ucap Marquis ketakutan. "Duke Stanley dan keluarganya masih berduka. Semua ini akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk diselesaikan jika Duke of Stanley tak ikut campur tangan." ucap Marquis tua itu sambil melirik tumpukan kertas yang semakin banyak saja setiap jam nya.
Danial berdiri dari kursi kebesarannya. "Kau tidak boleh ragu, Torand. Atau semuanya akan ketahuan!" desis Danial dengan liciknya. "Aku sudah berkorban atas tragedi ini, bila mereka menggali lebih dalam, akulah yang di kambing hitamkan. Dan jika kau membuka mulut, aku tak akan segan-segan padamu, Torand!"
"Saya mengerti, pangeran." Marquis Torand menunduk dalam. "Saya hanya mengkhawatirkan kalau ada yang mengetahui kejadian sebenarnya. Bukan saya saja yang menanggung dosa ini, tapi semua keturunan saya akan dibabat habis oleh Yang Mulia Raja. Ah, tidak. Pasti saya akan langsung dihukum oleh Kaisar Javier."
"Kau tenang saja," pangeran Danial menatap air mancur kerajaan barat dari balik jendela. Tempat terakhir ia bertemu dengan Mikayla. Senyuman curang terlihat jelas di wajahnya. "Pembunuhan seharusnya tak akan diselidiki lagi." Ujarnya begitu yakin. "Tentu saja kasus ini tak akan diselidiki lebih lanjut. Siapa yang berani menangkap dan memenjarakan keluarga bangsawan kelas atas?"
_________
"Hya!" Mikayla menebas kayu dengan pedangnya dengan sekali ayun. Dendamnya belum terbalas sampai ia sendiri yang akan mencari dalang konspirasi pembunuhan berencana yang dilayangkan untuknya.
Semenjak Aidenloz melepaskan sihir hitam yang meracuni otaknya, Mikayla berubah. Ia menjadi gadis tangguh dan cerdik. Semua yang ada pada dirinya semakin bertambah. Mikayla semakin cantik, bahkan sulit untuk menolak pesona gadis itu. Sihir hitam sudah bersarang di otaknya sejak balita dan pengirimnya belum ditemukan.
San di usia itulah semua yang ia miliki hilang satu persatu.
Mikayla merasakan kehadiran seseorang dibelakangnya. Dengan cepat Mikayla berbalik dan menangkis pedang yang hampir saja menggores lehernya. Ternyata Aidenloz. Laki-laki itulah yang akan mendatangi Mikayla setiap sore dan akan kembali ke rumahnya lagi saat tengah malam. Selalu seperti itu.
"Bagus. Rasakan orang-orang yang datang tiba-tiba di sekelilingmu," ujar Aidenloz dengan santainya menangkis kilatan pedang Mikayla. Gadis bodoh ini telah berubah, ia tak mudah termakan berita bohong lagi saat Aidenloz mengetesnya. Mikayla bahkan bisa menghabiskan sepuluh buku setebal telapak tangan orang dewasa dalam sehari. Pengetahuan dan bela dirinya sangat mengesankan dan mungkin akan sangat bermanfaat saat berada di medan perang. Aidenloz yakin kalau kemampuan Mikayla dapat mengalahkan kemampuan berpedang Marquis yang hampir membunuhnya itu.
Setengah jam kemudian, Aidenloz sudah bisa mengalahkan Mikayla sampai pedang yang digunakan gadis itu menancap di atas tanah.
"Bagus sekali. Aku harap kau bisa meningkatkan cara berpedang mu lagi saat kembali ke Kastil Stanley."
Mikayla yang tadi terengah-engah tiba-tiba terhenti. Ia melongok ke atas dan saat itulah Aidenloz menikmati manik sejernih kristal itu menatapnya polos. "Apa aku harus kembali?"
Aidenloz mengangguk. "Tentu saja. Di sana rumahmu."
Mikayla menggigit bibirnya. "Aku tak ingin kembali."
"Dengar!" Aidenloz mencengkeram kedua bahu Mikayla, lalu menatapnya dalam. "Semua orang di kastil Stanley menginginkan kepulanganmu."
Aidenloz menghela nafas. "Cepat atau lambat, keberadaan mu di sini akan diketahui pihak istana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Ayu Sari Murni
manggilnya adiden aja Thor susah q bacanya
2025-04-03
0
Del-lKaiser
afah ingyah?? do yu Redi tu death?
2022-07-06
0
Del-lKaiser
disantet siapa nih?
2022-07-06
0