"Kita kembali ke kastil."
Tanpa menjawab, kusir memecut kudanya hingga kereta dengan lambang tameng tembaga berlatar putih khas keluarga Stanley itu bergerak ringan. Semilir angin malam menerbangkan beberapa anak rambut Mikayla yang berpendar pucat. Namun itu tak penting, hal yang paling mengganggunya adalah hati yang tak bisa diobati.
Mikayla terisak sedih. Tak ada lagi yang tersisa selain Bibi Alie di sisinya, mendampinginya dimana pun dan kapan pun, melindunginya bila ada bahaya, dan menyayanginya. Cukup. Bagi Mikayla itu semua cukup.
Bukankah lebih baik dicintai oleh satu orang yang tulus daripada banyak orang yang munafik?
Kereta berhenti. Mikayla baru tersadar bahwa tempat yang ia datangi saat ini bukanlah kastil Stanley, tapi hutan belantara yang gelap dan mencekam.
"Kita ke kastil Stanley, tuan Kusir. Bisakah Anda mengantarku ke sana?" tanya Mikayla yang sudah takut bukan main. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
"Nona pertama, turunlah dulu. Ada seseorang yang menunggu Anda di sana," ujar kusir itu sambil menunjuk hutan yang lebat, sangat jauh dari keramaian. Wajahnya tersenyum, namun di dalamnya mengandung sesuatu yang keji.
Mikayla mengangguk. Gadis itu turun dari kereta kudanya, dan setelah ia benar-benar turun, kusir pergi tanpa sepatah kata padanya. Meninggalkan Mikayla sendirian.
"JANGAN TINGGALKAN AKU!" Terlambat. Kereta kuda telah berlari menjauh. Mikayla menatap keretanya dengan nanar. Terperangah tak percaya.
"Apa aku harus berjalan kaki menuju kastil? Tapi aku tak hafal jalan," gumam Mikayla pada dirinya sendiri sambil menggosok lengannya untuk mengusir sedikit hawa dingin yang menyeruak. Rasa takut perlahan menyusupi dirinya.
"Ah, Anda sudah sampai, Lady Mikayla?"
Mikayla berbalik. Di hadapannya ada Marquis Torand dengan seringai kejamnya yang tak terlihat sama sekali di mata Mikayla.
"Tuan Torand? Syukurlah ada Anda disini. Kereta kuda meninggalkan saya di tengah hutan belantara seperti ini. Kalau tidak keberatan, apa saya boleh ikut dengan Anda menuju kastil Stanley?" Mikayla dapat bernapas lega saat mengetahui kalau pria itu adalah Marquis Torand, sahabat ayahnya.
"Kau bisa ikut," ujar Marquis Torand sambil menarik pedangnya dari sarung. "Tapi ku pastikan bahwa jenazah mu saja yang boleh ikut!"
Mikayla terkejut bukan main. Apakah pria ini berkhianat? Marquis Torand, pria yang mengabdikan hidupnya untuk menjaga keamanan negara dan lihai dengan pedang tiba-tiba saja menyerangnya yang sama sekali tak pernah memegang pedang sama sekali. Mikayla berkelit, pedang panjang milik Marquis hanya mengenai tudung rambutnya yang langsung terbelah menjadi dua.
"Kau!"
Marquis semakin murka. Tak membuang kesempatan, Mikayla lari secepat mungkin dengan gaunnya yang berat untuk menghindari Marquis dan pedang ganasnya yang hampir mencincang separuh lengannya jika ia tak bergerak cepat. Marquis tak tinggal diam, ia segera mengejar Mikayla yang berlari semakin jauh masuk ke dalam hutan.
"Jangan lari, Nona Bodoh!"
Mikayla tak menghiraukan apapun lagi. Kakinya yang sehalus porselen pun diacuhkan saat terkena goresan ranting hingga darahnya bertetesan di tanah. Berkali-kali ia terjatuh, tanpa melihat ke belakang, ia terus berlari sekuat tenaganya.
Berhenti. Mikayla mengambil jalan yang salah, jalan buntu. Jangan salahkan dia yang tak pernah hafal peta kerajaan Armovin yang penuh dikelilingi hutan dan perairan. Tak ada jalan dan celah sama sekali, dan di belakangnya Marquis Torand tersenyum seram.
"Mau ke mana kau?!"
"Ap-apa mau mu?" tanya Mikayla dengan takut-takut. Ia tak mengerti, selama ini Marquis Torand adalah pria yang baik padanya saat berkunjung ke kastil Stanley. Tapi malam ini, pria itu telah berubah menjadi sosok monster yang akan Mikayla ingat selamanya.
"Mau ku?" Beo Marquis lalu setelahnya ia tertawa keras. "Apa kau tidak sadar kalau putra mahkota dan putriku, Amora saling mencintai? Apa kau menyadari hal itu?!"
Nyali Mikayla semakin menciut mendengar gertakan dari Marquis. Ia terduduk lemas.
"Kenapa ... Kenapa kau tak memutuskan hubungan mu dengan putra mahkota?!" desis Marquis lalu menatap mangsanya dengan tatapan mematikan. "Keinginanku mudah. Amora dan Pangeran Danial menikah, dan Amora akan mendapatkan ambisinya selama ini, menjadi ratu! Tapi kau!" Marquis menunjuk Mikayla dengan pedangnya. "Kau selalu menjadi penghalang diantara mereka!"
Mikayla menggeleng pelan. Ia harusnya mengerti dari awal bahwa Pangeran Danial dan Amora saling mencintai. Seharusnya ia sudah memutuskan hubungannya dengan Pangeran Danial sejak lama, dan banyak lagi penyesalan dalam diri Mikayla. Ia tak mengira jika akhirnya seperti ini. Apakah dia sudah tak layak untuk hidup?
"Kalau kau ku bunuh sekarang, maka kesempatan Amora untuk mendapatkan kursi ratu akan mudah tercapai," Marquis mengelus pedangnya dengan santai namun sarat akan kebencian. "Akan ku habisi kau malam ini!"
Mikayla tak ada pilihan lain. Tidak ada semangatnya untuk melawan Marquis. Walau nantinya ia sudah tak bernyawa, apakah Duke Stanley akan mencarinya? Tidak. Tentu saja pria itu tidak peduli sama sekali. Tanpa kehadirannya, kehidupan ayahnya sama saja seperti hari biasa. Mungkin dengan beginilah cara agar Mikayla mampu mengurangi beban Duke Stanley. Ia berhutang banyak pada pria itu.
Blesh!
Pedang yang sering Marquis gunakan untuk berperang kini menancap di perut Mikayla.
Dan gadis itu langsung ambruk berlumur darah tanpa perlawanan.
__________
"Tuan Stanley, tuan! Tolong bukakan pintu untuk hamba!" panggil pelayan yang kalang kabut di depan ruang kerja Duke Stanley yang tengah sibuk. Sejak pagi-pagi sekali Duke Stanley sibuk memeriksa dokumen kerajaan dan ia memerintahkan pengawalnya agar tak mengizinkan satupun orang yang boleh masuk. Tapi mendengar keributan yang tak biasa seperti ini di kastilnya membuat Duke Stanley sedikit resah.
Pria berusia kurang lebih lima puluh tahun itu melirik pengawal yang berada di depan pintu. "Suruh salah satu dari mereka masuk," yang langsung diangguki oleh pengawal di situ.
Seorang pelayan paruh baya memasuki ruangan. Wajahnya sembab, bagai tak bertenaga, pelayan itu jatuh bersimpuh di depan meja kerja Duke Stanley.
"Ampuni hamba, tuan. Hamba pantas mati!" raung nya sambil menangis tersedu-sedu.
"Bicaralah!"
"Nona pertama, tuan!"
Duke Stanley menghela napasnya. Lagi-lagi Mikayla. Gadis itu selalu saja membuat perkara dengan bangsawan lain. Baginya, Mikayla sama sekali tidak-
"Dia dinyatakan mati terbunuh, Tuan!" raung pelayan pribadi Mikayla sejak bayi, Alie.
Duke menggebrak meja kerjanya dengan keras sampai dokumen-dokumen berhamburan si atasnya. "Lancang sekali kau mengatakan hal seperti itu tentang putri ku! Apa kau tahu hukuman apa yang akan dijatuhkan untuk pelayan yang berbohong?!"
"Ampun, Tuan. Berita itu benar," jelas Alie dengan air mata yang tak berhenti keluar. "Pagi tadi berita itu sudah tersebar ke mana-mana," ia masih membungkuk di hadapan Duke Stanley.
"Jika kau berbohong, aku tak akan segan-segan memotong lehermu!" ancam Duke Stanley dengan keras. Duke Stanley berjalan cepat ke luar untuk memastikan bahwa pelayan itu memberikan berita bohongan.
Duke Stanley menuruni tangga ulir ganda di sisi kanan dan kiri bangunan yang menghiasi kastil dengan cepat. Wajahnya sarat akan ketakutan. Ia berjanji untuk tak segan-segan membunuh pelayan sialan itu bila berita yang ia sampaikan ternyata bohong belaka.
"Ayah!" Rosella tersenyum manis hari ini. Ia mengenakan pakaian terbaiknya yang terbuat dari kain sutra super lembut berwarna biru langit dengan riasan yang menawan. "Kita akan merayakan hari ini, kan?"
Duke Stanley semakin bingung. "Merayakan apa, Anakku. Ayah tidak mengerti," ucap Duke Stanley dengan ramah, namun tak urung ucapan pelayan di ruang kerjanya tadi masih menghantui pikirannya.
"Ayah belum menerima kabar? Pagi tadi ada pengumuman di kerajaan bahwa Mikayla terbunuh!" ucap Rosella menggebu-gebu. "
"Rosella!" Duke Stanley menaikkan suaranya beberapa oktaf sampai pelayan yang hilir mudik meringkuk ketakutan. "Kau senang dengan kematian kakakmu, iya?!"
Nafas Rosella tercekat. Semua ini diluar bayangannya. Ia kira Duke Stanley akan senang dengan berita ini sebab ayahnya pun membenci gadis bodoh itu. Tapi—
"Pengawal, tangkap Rosella dan kurung dia di penjara bawah tanah selama tiga hari!" Duke Stanley menatapnya dengan ekspresi terluka. "Biarkan dia merenungi semua dosanya."
Rosella tak bisa melakukan apapun lagi saat pengawal menyeretnya pelan, tak ada yang bisa ia lakukan selain menitikkan air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mlkymooo |c.ai|
plot twist ya kukira bapaknya juga jahat
2023-05-04
0
Dewi
Orang yang terlihat baik pun belum tentu hatinya baik, contohnya Marquis
2022-11-18
0
fung fung kie
bgs novel
2022-04-16
0