Demi Ibumu, Kau Khianati Aku

Demi Ibumu, Kau Khianati Aku

Dilema

Seorang lelaki yang baru saja keluar dari ruangan dokter. Dia berjalan menuju ke ruangan istrinya, dengan raut wajah yang sangat lesu. Dia adalah Rizal Narenda, suami dari Zahra Verlita. Rizal sangat sedih karena sang istri baru saja mengalami keguguran.

Rizal masuk ke dalam ruangan istrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu?" tanya Rizal pada istrinya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Masih sedikit lemas, Mas! Kamu cepat sekali sampai ke sini?" jawab Zahra lirih.

Zahra menatap wajah suaminya yang terlihat tidak seperti biasanya. "Mas kamu kenapa? Apa ada masalah? Kenapa kamu seperti gelisah sekali?" tanya Zahra penasaran.

Rizal sedang dilema, dia ingin memberitahukan sesuatu pada istrinya. Namun, di dalam hati dia tidak tega untuk mengatakannya.

"Zahra, aku ... aku minta izin untuk menikah lagi!" ucap Rizal dengan menatap dalam kedua mata istrinya.

Zahra terkejut dia menarik tangannya dengan refleks. Matanya membulat dan berkaca-kaca. "Apa maksudmu, Mas? Kamu pasti bercanda kan? Jangan bercanda seperti itu, Mas. Candaan mu tidak lucu."

"Aku tidak sedang bercanda, Zahra. Aku mengatakan yang sesungguhnya. Aku tadi ke bandara untuk menjemput Viona atas permintaan Mama. Kini dia sudah ada di rumah, dan hari Minggu besok adalah hari pernikahan ku, Zahra."

"Permintaan Mama itu sangat konyol, Mas? Apa kamu ingin menurutinya? Kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku, Mas? Aku baru saja keguguran, tapi kamu sudah ada pikiran untuk menikah lagi."

Rizal semakin bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana meyakinkan hati istrinya. Zahra menangis mendengar ucapan suaminya. Dia benar-benar tidak percaya akan ada hari yang seperti saat ini.

"Maafkan aku, Zahra. Aku terpaksa melakukan ini. Aku terpaksa karena aku juga ingin berbakti pada Mama. Aku tidak ingin melawannya. Aku mohon Zahra, restui aku karena waktuku tidaklah banyak." Rizal terus memohon pada istrinya yang terus menangis.

"Bagaimana kalau kita berpisah saja, Mas?"

Rizal tersentak kaget mendengar kata berpisah dari bibir istrinya. "Aku tidak ingin berpisah darimu, Zahra. Aku masih mencintaimu!" ucap Rizal dengan menggenggam kedua tangan Zahra.

"Aku butuh waktu untuk berpikir, Mas! Beri aku waktu untuk memikirkan kekonyolan ini," ucap Zahra dengan memalingkan mukanya. Hatinya benar-benar sangat hancur.

Rizal menarik nafas dalam. "Baiklah, Zahra aku akan memberikan waktu agar kamu bisa mempertimbangkan niatku! Kamu beristirahat lah!"

Satu hari kemudian.

Zahra sedang duduk termenung di atas ranjangnya. Hari ini dia akan pulang dari rumah sakit, akan tetapi Rizal tidak bisa menjemputnya karena ada dinas di luar kota. Akhirnya, Zahra pulang ke rumah dengan naik taksi.

Sesampainya di rumah, Zahra langsung disambut oleh ibu mertuanya yang sedang bersantai dengan Viona dan juga teman arisannya. "Eh, si benalu sudah pulang ternyata. Kasihan sekali tidak ada yang menjemput," ucap Bu Silvi menyindir.

"Assalamualaikum, Ma!" ucap Zahra, dia pun menyalami mertuanya. Namun, yang ada salam itu tidak dijawab. Bahkan sang mertua menghempaskan tangan Zahra.

"Tidak usah berbasa-basi denganku. Kamu pasti sudah tahu alasannya kan? Jadi menantu tidak berguna ya tetap saja tidak berguna. Mau usaha kayak apapun percuma. Tetap saja kamu tidak bisa hamil."

Zahra terdiam, dia berdiri mematung mendengarkan ocehan ibu mertuanya. Ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Zahra tidak bisa pergi, jika ibu mertuanya belum memintanya pergi.

"Jeng, bagaimana menurut kalian jika mempunyai menantu seperti dia? Pasti Jeng semua juga akan sama kan, seperti aku ini? Setiap hari emosi hanya karena menantu yang tidak berguna sama sekali," ucap Bu Silvi sangat ketus.

Lalu, salah satu orang menjawab pertanyaan Silvi. "Kalau aku, ya Jeng ya, akan menyuruh anakku untuk menceraikannya. Terus aku akan carikan istri baru dan menikahkannya lagi. Ya kali harus menunggu hal yang tak pasti. Membuang waktu saja!"

Zahra mencengkram kuat roknya, dia menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Bu Silvi langsung menjawab lagi ucapan temannya. "Nah kamu benar itu Jeng, aku setuju sekali. Menantuku itu harus dari keluarga terhormat. Seperti Viona ini, dia wanita yang sangat cantik, pintar, dan juga berkelas. Tidak seperti manusia satu ini, hamil tidak bisa. Jadi istri tidak becus dengan status orang miskin lagi. Sungguh sayang sekali, kenapa Rizal bisa menyukai wanita sialan macam ini!"

Bu Silvi sangat membenci Zahra bahkan dia tak segan mempermalukannya di depan semua orang. "Hei kamu ngapain masih berdiri di sini? Sana pergi, menyebalkan sekali. Setiap hari bisanya bikin emosi, lama-lama bisa stroke aku, gara-gara kamu."

"Terima kasih Ma, aku masuk ke dalam dulu," sahut Zahra. Meski diperlakukan tidak baik, Zahra selalu bersikap sopan.

Zahra naik ke lantai atas menuju kamarnya. Hatinya sangat hancur, membayangkan pernikahan kedua sang suami. Sesampainya di dalam kamar, Zahra langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia memikirkan lagi tentang izin suaminya, yang meminta restu.

"Bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Aku masih sangat mencintai Mas Rizal. Aku juga tidak ingin berpisah darinya, karena itu aku bertahan selama ini," gumam Zahra dalam hati.

Tak lama kemudian, pintu diketuk dari luar dengan sangat keras. "Hei, keluar kamu Zahra! Cepat kamu keluar!"

Bu Silvi berteriak sembari menggedor pintu. Entah apa yang membuatnya marah. Zahra bangun dari ranjang, dia ingin membukakan pintu untuk mertuanya.

"Iya ada apa Ma?" tanya Zahra pada mertuanya.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Zahra. "Kamu pikir kamu itu siapa, ha? Beraninya kamu menolak izin Rizal untuk menikah lagi. Seharusnya kamu itu sadar diri, lihat posisimu! Bergunakah kamu di rumah ini?"

Bu Silvi marah dan mengumpat menantunya. Zahra hanya bisa terisak meratapi nasibnya. Viona hanya melihat dengan tatapan sinis. Dia tidak menyangka akan bersaing dengan wanita seperti Zahra.

"Lihat, kamu itu bisanya hanya menangis terus mengadu sama Rizal. Kamu senang kan kalau Rizal itu ribut dan membantahku," seru Bu Silvi dengan kejam.

"Aku hanya belum memberikan jawaban pada Mas Rizal, Ma! Aku masih butuh waktu untuk berpikir," sahut Dinda melakukan pembelaan.

"Kamu mau membuat pertimbangan apa lagi? Seharusnya kamu itu bersyukur karena Rizal tidak menceraikan kamu. Di kasih hati minta jantung, dasar menantu tidak tahu diri," ucap Bu Silvi dengan mendorong pelan pundak Zahra.

Bu Silvi pergi dengan menghentakkan kakinya. "Aku tidak mau tahu, malam ini kamu harus memberikan jawaban untuk Rizal. Kalau tidak, maka aku akan melakukan segala cara untuk membuatmu berpisah dengan anakku. Ingat itu!"

Tubuh Zahra melemas seketika, dia menutup kembali pintu kamarnya. Dia bersandar dibalik pintu, lalu terduduk lemas di lantai. "Mas, apakah sudah tidak ada pilihan lain untukku? Kenapa jalan satu-satunya hanya dengan kamu menikah lagi?"

Zahra terus terisak, hatinya benar-benar sangat hancur. Malam hari tiba, tepat jam 10 malam Rizal pulang dari luar kota. Keadaan rumah sudah sepi, Rizal langsung masuk ke dalam kamar. Dia melihat sang istri sedang tidur dengan posisi miring.

Rizal meletakkan tasnya dan menghampiri Zahra. "Sayang kamu sudah tidur," ucap Rizal dengan memeluk dari belakang.

Zahra membuka matanya. "Belum Mas, aku menunggumu pulang. Bagaimana apa pekerjaan hari ini lancar?"

"Sangat lancar, maaf tidak bisa menjemputmu dari rumah sakit!"

Zahra menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri kok. Oh ya Mas, aku ingin mengatakan sesuatu."

"Apa? Katakanlah," sahut Rizal penasaran.

"Aku ... aku mengizinkan mu untuk menikah lagi, Mas! Semoga keputusan ku ini menjadi yang terbaik untuk hubungan kita!" ucap Zahra dengan mata yang berkaca-kaca.

"Benarkah, aku lega sekali mendengarnya. Terima kasih Zahra atas pengorbananmu. Aku berjanji akan bersikap adil kedepannya. Aku mencintaimu istriku." Rizal mengecup kening istrinya dengan lembut.

"Kamu sudah sholat, Sayang?" tanya Rizal pada istrinya.

Zahra menggeleng. "Belum Mas, aku sengaja menunggumu untuk sholat bersama!"

"Baiklah, kalau begitu ayo kita sholat jamaah. Aku mandi dulu ya!"

Rizal langsung bergegas mandi, setelah mendapatkan izin dari istrinya. Hatinya sangat lega karena Zahra sudah memberikan restu. Berbeda dengan Zahra, dia sangatlah hancur. Namun, harus tetap ikhlas karena dia sudah mengambil keputusan.

Terpopuler

Comments

Karolina Joel

Karolina Joel

cerita full kemalangan

2023-08-10

0

Yati Syahira

Yati Syahira

trus aja bikin bodoh zara

2023-07-18

0

blecky

blecky

cerai sja dluar bnyak lelaki yg lbih baek yg bner2 bsa mnghragai seora g istri Dan yg bsa buat kmu bhgia

2023-03-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!