NovelToon NovelToon

Demi Ibumu, Kau Khianati Aku

Dilema

Seorang lelaki yang baru saja keluar dari ruangan dokter. Dia berjalan menuju ke ruangan istrinya, dengan raut wajah yang sangat lesu. Dia adalah Rizal Narenda, suami dari Zahra Verlita. Rizal sangat sedih karena sang istri baru saja mengalami keguguran.

Rizal masuk ke dalam ruangan istrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu?" tanya Rizal pada istrinya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Masih sedikit lemas, Mas! Kamu cepat sekali sampai ke sini?" jawab Zahra lirih.

Zahra menatap wajah suaminya yang terlihat tidak seperti biasanya. "Mas kamu kenapa? Apa ada masalah? Kenapa kamu seperti gelisah sekali?" tanya Zahra penasaran.

Rizal sedang dilema, dia ingin memberitahukan sesuatu pada istrinya. Namun, di dalam hati dia tidak tega untuk mengatakannya.

"Zahra, aku ... aku minta izin untuk menikah lagi!" ucap Rizal dengan menatap dalam kedua mata istrinya.

Zahra terkejut dia menarik tangannya dengan refleks. Matanya membulat dan berkaca-kaca. "Apa maksudmu, Mas? Kamu pasti bercanda kan? Jangan bercanda seperti itu, Mas. Candaan mu tidak lucu."

"Aku tidak sedang bercanda, Zahra. Aku mengatakan yang sesungguhnya. Aku tadi ke bandara untuk menjemput Viona atas permintaan Mama. Kini dia sudah ada di rumah, dan hari Minggu besok adalah hari pernikahan ku, Zahra."

"Permintaan Mama itu sangat konyol, Mas? Apa kamu ingin menurutinya? Kenapa kamu tidak memikirkan perasaanku, Mas? Aku baru saja keguguran, tapi kamu sudah ada pikiran untuk menikah lagi."

Rizal semakin bingung. Dia tidak tahu harus bagaimana meyakinkan hati istrinya. Zahra menangis mendengar ucapan suaminya. Dia benar-benar tidak percaya akan ada hari yang seperti saat ini.

"Maafkan aku, Zahra. Aku terpaksa melakukan ini. Aku terpaksa karena aku juga ingin berbakti pada Mama. Aku tidak ingin melawannya. Aku mohon Zahra, restui aku karena waktuku tidaklah banyak." Rizal terus memohon pada istrinya yang terus menangis.

"Bagaimana kalau kita berpisah saja, Mas?"

Rizal tersentak kaget mendengar kata berpisah dari bibir istrinya. "Aku tidak ingin berpisah darimu, Zahra. Aku masih mencintaimu!" ucap Rizal dengan menggenggam kedua tangan Zahra.

"Aku butuh waktu untuk berpikir, Mas! Beri aku waktu untuk memikirkan kekonyolan ini," ucap Zahra dengan memalingkan mukanya. Hatinya benar-benar sangat hancur.

Rizal menarik nafas dalam. "Baiklah, Zahra aku akan memberikan waktu agar kamu bisa mempertimbangkan niatku! Kamu beristirahat lah!"

Satu hari kemudian.

Zahra sedang duduk termenung di atas ranjangnya. Hari ini dia akan pulang dari rumah sakit, akan tetapi Rizal tidak bisa menjemputnya karena ada dinas di luar kota. Akhirnya, Zahra pulang ke rumah dengan naik taksi.

Sesampainya di rumah, Zahra langsung disambut oleh ibu mertuanya yang sedang bersantai dengan Viona dan juga teman arisannya. "Eh, si benalu sudah pulang ternyata. Kasihan sekali tidak ada yang menjemput," ucap Bu Silvi menyindir.

"Assalamualaikum, Ma!" ucap Zahra, dia pun menyalami mertuanya. Namun, yang ada salam itu tidak dijawab. Bahkan sang mertua menghempaskan tangan Zahra.

"Tidak usah berbasa-basi denganku. Kamu pasti sudah tahu alasannya kan? Jadi menantu tidak berguna ya tetap saja tidak berguna. Mau usaha kayak apapun percuma. Tetap saja kamu tidak bisa hamil."

Zahra terdiam, dia berdiri mematung mendengarkan ocehan ibu mertuanya. Ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Zahra tidak bisa pergi, jika ibu mertuanya belum memintanya pergi.

"Jeng, bagaimana menurut kalian jika mempunyai menantu seperti dia? Pasti Jeng semua juga akan sama kan, seperti aku ini? Setiap hari emosi hanya karena menantu yang tidak berguna sama sekali," ucap Bu Silvi sangat ketus.

Lalu, salah satu orang menjawab pertanyaan Silvi. "Kalau aku, ya Jeng ya, akan menyuruh anakku untuk menceraikannya. Terus aku akan carikan istri baru dan menikahkannya lagi. Ya kali harus menunggu hal yang tak pasti. Membuang waktu saja!"

Zahra mencengkram kuat roknya, dia menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Bu Silvi langsung menjawab lagi ucapan temannya. "Nah kamu benar itu Jeng, aku setuju sekali. Menantuku itu harus dari keluarga terhormat. Seperti Viona ini, dia wanita yang sangat cantik, pintar, dan juga berkelas. Tidak seperti manusia satu ini, hamil tidak bisa. Jadi istri tidak becus dengan status orang miskin lagi. Sungguh sayang sekali, kenapa Rizal bisa menyukai wanita sialan macam ini!"

Bu Silvi sangat membenci Zahra bahkan dia tak segan mempermalukannya di depan semua orang. "Hei kamu ngapain masih berdiri di sini? Sana pergi, menyebalkan sekali. Setiap hari bisanya bikin emosi, lama-lama bisa stroke aku, gara-gara kamu."

"Terima kasih Ma, aku masuk ke dalam dulu," sahut Zahra. Meski diperlakukan tidak baik, Zahra selalu bersikap sopan.

Zahra naik ke lantai atas menuju kamarnya. Hatinya sangat hancur, membayangkan pernikahan kedua sang suami. Sesampainya di dalam kamar, Zahra langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia memikirkan lagi tentang izin suaminya, yang meminta restu.

"Bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Aku masih sangat mencintai Mas Rizal. Aku juga tidak ingin berpisah darinya, karena itu aku bertahan selama ini," gumam Zahra dalam hati.

Tak lama kemudian, pintu diketuk dari luar dengan sangat keras. "Hei, keluar kamu Zahra! Cepat kamu keluar!"

Bu Silvi berteriak sembari menggedor pintu. Entah apa yang membuatnya marah. Zahra bangun dari ranjang, dia ingin membukakan pintu untuk mertuanya.

"Iya ada apa Ma?" tanya Zahra pada mertuanya.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Zahra. "Kamu pikir kamu itu siapa, ha? Beraninya kamu menolak izin Rizal untuk menikah lagi. Seharusnya kamu itu sadar diri, lihat posisimu! Bergunakah kamu di rumah ini?"

Bu Silvi marah dan mengumpat menantunya. Zahra hanya bisa terisak meratapi nasibnya. Viona hanya melihat dengan tatapan sinis. Dia tidak menyangka akan bersaing dengan wanita seperti Zahra.

"Lihat, kamu itu bisanya hanya menangis terus mengadu sama Rizal. Kamu senang kan kalau Rizal itu ribut dan membantahku," seru Bu Silvi dengan kejam.

"Aku hanya belum memberikan jawaban pada Mas Rizal, Ma! Aku masih butuh waktu untuk berpikir," sahut Dinda melakukan pembelaan.

"Kamu mau membuat pertimbangan apa lagi? Seharusnya kamu itu bersyukur karena Rizal tidak menceraikan kamu. Di kasih hati minta jantung, dasar menantu tidak tahu diri," ucap Bu Silvi dengan mendorong pelan pundak Zahra.

Bu Silvi pergi dengan menghentakkan kakinya. "Aku tidak mau tahu, malam ini kamu harus memberikan jawaban untuk Rizal. Kalau tidak, maka aku akan melakukan segala cara untuk membuatmu berpisah dengan anakku. Ingat itu!"

Tubuh Zahra melemas seketika, dia menutup kembali pintu kamarnya. Dia bersandar dibalik pintu, lalu terduduk lemas di lantai. "Mas, apakah sudah tidak ada pilihan lain untukku? Kenapa jalan satu-satunya hanya dengan kamu menikah lagi?"

Zahra terus terisak, hatinya benar-benar sangat hancur. Malam hari tiba, tepat jam 10 malam Rizal pulang dari luar kota. Keadaan rumah sudah sepi, Rizal langsung masuk ke dalam kamar. Dia melihat sang istri sedang tidur dengan posisi miring.

Rizal meletakkan tasnya dan menghampiri Zahra. "Sayang kamu sudah tidur," ucap Rizal dengan memeluk dari belakang.

Zahra membuka matanya. "Belum Mas, aku menunggumu pulang. Bagaimana apa pekerjaan hari ini lancar?"

"Sangat lancar, maaf tidak bisa menjemputmu dari rumah sakit!"

Zahra menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri kok. Oh ya Mas, aku ingin mengatakan sesuatu."

"Apa? Katakanlah," sahut Rizal penasaran.

"Aku ... aku mengizinkan mu untuk menikah lagi, Mas! Semoga keputusan ku ini menjadi yang terbaik untuk hubungan kita!" ucap Zahra dengan mata yang berkaca-kaca.

"Benarkah, aku lega sekali mendengarnya. Terima kasih Zahra atas pengorbananmu. Aku berjanji akan bersikap adil kedepannya. Aku mencintaimu istriku." Rizal mengecup kening istrinya dengan lembut.

"Kamu sudah sholat, Sayang?" tanya Rizal pada istrinya.

Zahra menggeleng. "Belum Mas, aku sengaja menunggumu untuk sholat bersama!"

"Baiklah, kalau begitu ayo kita sholat jamaah. Aku mandi dulu ya!"

Rizal langsung bergegas mandi, setelah mendapatkan izin dari istrinya. Hatinya sangat lega karena Zahra sudah memberikan restu. Berbeda dengan Zahra, dia sangatlah hancur. Namun, harus tetap ikhlas karena dia sudah mengambil keputusan.

Merelakan

Pagi Hari.

Zahra bangun pagi-pagi sekali, untuk sholat subuh. Dia membangunkan suaminya untuk sholat jama'ah tapi, Rizal menolaknya. Akhirnya Zahra bangun dan sholat sendirian. Selesai sholat, Zahra harus memasak untuk sarapan pagi. Dia turun ke bawah untuk menuju ke dapur. Kebetulan, di dapur ada Viona yang sedang mengambil minum.

Viona hanya diam saja ketika Zahra masuk ke dapur. Dia hanya melirik sinis Zahra. "Sayang sekali, hidupmu di sini tidaklah beruntung. Kalau aku jadi kamu, aku memilih pergi dari sini. Malu lah sama diri sendiri yang tidak bisa memberi kebahagiaan pada pasangannya. Kasihan sekali Rizal membuang waktunya hanya demi wanita sepertimu."

Zahra diam tak menjawab. Dia tak menghiraukan perkataan Viona yang sengaja memprovokasinya. Melihat Zahra yang tidak berekspresi membuat Viona kesal. Dia sengaja menyenggol tangan Zahra yang sedang mengiris sayuran. Perbuatan Viona itu membuat Zahra terkena pisau hingga jarinya berdarah.

"Aww, sssh! Kamu sengaja ya?" seru Zahra, dia menatap Viona dengan tatapan marah.

Viona tertawa mengejek. "Kalau iya kamu mau apa? Protes, marah, mau membalas ku? Mimpi saja kamu, seharusnya kamu itu bercerai dari Rizal. Biar hidup Rizal itu tenang tanpa beban," ucap Viona dengan kasar.

Setelah itu Viona pergi dengan perasaan bangga, sedangkan Zahra mencuci jari telunjuknya yang berdarah. Kemudian, Zahra melanjutkan lagi memasak untuk sarapan pagi.

Satu jam kemudian, Zahra selesai memasak. Semua orang turun untuk sarapan. Rizal juga sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Mereka duduk di kursi dan memulai sarapan.

"Viona kamu duduklah di sebelah Rizal, dan kamu Zahra silakan bertukar tempat dengan Viona. Mulai hari ini, Viona yang akan melayani keperluan Rizal," ucap Bu Silvi dengan tegas.

Zahra langsung berdiri dan bertukar tempat dengan Viona. Melihat istrinya tertindas membuat Rizal tetap diam, dia hanya memeperhatikan saja. Viona langsung duduk di samping Rizal dan segera melayaninya.

"Besok adalah hari pernikahan Rizal dan Viona. Aku harap kamu bersikap baik dan tidak membuat drama. Kamu mengerti kan, Zahra?" ucap Bu Silvi.

"Iya Ma, Zahra mengerti," jawab Zahra dengan menatap wajah suaminya. Ingin rasanya menangis, namun sebisa mungkin Zahra menahan air matanya.

"Baguslah kalau kamu mengerti." Bu Silvi melanjutkan sarapannya dengan penuh kemenangan. Akhirnya dia bisa mewujudkan keinginannya.

Sarapan pagi berlangsung dengan obrolan yang renyah antara Bu Silvi dan Viona. Pernikahan suaminya yang akan berlangsung besok membuat Zahra tidak bersemangat. Dia merasa lemas dan tidak bertenaga.

Selasai sarapan dan merapikan semuanya, Zahra langsung mengurung diri di kamar. Suami dan ibu mertuanya seharian pergi untuk mempersiapkan pernikahan besok. Sejak Zahra memberikan izin, dia jarang berkomunikasi dengan suaminya. Rizal semakin sibuk dengan persiapan pernikahannya bersama Viona.

Keesokan harinya.

Pagi hari keadaan rumah tampak ramai. Banyak kerabat dari keluarga Narendra berdatangan. Pernikahan kedua Rizal tanpa ayah dan juga kakaknya, karena mereka masih di luar negeri.

Zahra sudah bersiap dengan kebaya yang dia kenakan 5 tahun silam. Kini dia memakainya kembali namun dengan tema yang berbeda. Zahra menjadi tamu undangan di acara pernikahan suaminya sendiri.

Penghulu sudah bersiap di kursi tempat berlangsungnya ijab kabul. Rizal dan Viona juga sudah duduk bersampingan. Zahra pun ikut duduk di belakang suaminya. Hatinya hancur berkeping-keping melihat orang yang dicintainya mengikat janji suci dengan orang lain.

Zahra harus terlihat kuat, dia terus menahan air matanya agar tidak menetes karena sang mertua sudah berpesan sebelumnya.

Penghulu memulai acara dengan mengucapkan ijab kabul. Setelah itu giliran Rizal menjawab ijab kabul itu hingga kata SAH terucap dari bibir semua orang. Terpancar kebahagiaan di mata Viona dan juga ibu mertuanya.

Kata SAH itu membuat Zahra tidak dapat membendung lagi air matanya. Janji suci yang dikatakan Rizal waktu dulu, kini dikatakan juga pada orang lain. Setelah ijab kabul selesai, kedua pengantin meminta doa restu dengan melakukan sungkeman.

Zahra menghapus air matanya, ketika Rizal dan Viona tiba di depannya. Rizal memeluk istrinya dan berbisik pelan. "Terima kasih atas keikhlasanmu, Zahra. Aku tahu ini berat setelah ini aku akan tetap bersikap adil padamu."

Zahra tersenyum tipis dan menghapus air matanya. Dia menganggukkan kepala tanpa menjawab ucapan Rizal. Setelah itu, giliran Viona memeluk Zahra. Wanita itu juga mengucapkan sesuatu. "Hari ini adalah awal penderitaan mu dimulai. Kamu pikir aku mau berbagi suami? Jangan bermimpi, karena aku lah yang akan memiliki Rizal seutuhnya. Aku akan menyingkirkan mu pelan-pelan dari rumah ini, Zahra."

Viona tersenyum bangga setelah memeluk Zahra dan mengungkapkan maksud hatinya. Dia ingin membuat Zahra sakit hati dan menyerah menjadi istri Rizal.

Selesai ijab kabul, Rizal dan Viona langsung berencana pergi berbulan madu ke luar negeri. Mereka ingin pergi ke Singapura untuk merayakan pernikahannya.

Di acara ini Bu Silvi lah yang merasa bahagia. "Sayang, akhirnya kamu menjadi menantu dari keluarga ini. Semoga bulan madumu ini nanti kamu cepat hamil dan melahirkan seorang cucu untuk keluarga ini," ucap Bu Silvi dengan penuh suka cita.

"Tentu dong, Ma. Aku akan memberikan oleh-oleh cucu buat Mama," balas Viona dengan lirikan mata ke arah Zahra.

Rizal yang sudah bersiap pergi pun berpamitan pada istrinya. "Zahra aku pergi dulu ya. Baik-baik di rumah, karena aku akan satu bulan di Singapura. Aku tahu persaanmu seperti apa? Tapi aku hanya ...."

"Stop, Mas. Kamu pergilah berbulan madu dengan tenang. Semoga kepulanganmu nanti membawa perubahan di keluarga ini. Sebagai istri yang banyak kekurangan, aku hanya bisa berdoa semoga kebaikan tetap menyertaimu, Mas! Insyaallah, aku akan ikhlas menjalani ini semua," ucap Zahra dengan hati yang tegar.

Bu Silvi merasa tidak senang melihat ketegaran Zahra. Sebenarnya dia ingin membuat menantunya itu menyerah namun tidak bisa. "Rizal, sudah waktunya kamu berangkat. Sopir sudah tiba di depan," seri Bu Silvi dengan sengaja.

Rizal menoleh, lalu dia mengecup dahi Zahra sebagai tanda perpisahan. "Aku pergi, Zahra. Jaga dirimu ya! Assalamualaikum."

Zahra mengangguk. "Waalaikumsalam, hati-hati Mas."

Setelah itu, Rizal berangkat ke Singapura bersama dengan Viona. Zahra mengantarkan kepergian suaminya itu dengan perasaan hancur. Melihat Zahra menangis membuat Bu Silvi tidak senang. Dia membentak menantunya itu di hadapan semua orang.

"Hei, menantu tidak tahu diri. Tidak usah berlagak tersakiti ya di sini karena bagaimana juga tidak ada yang mempedulikan mu. Harusnya kamu itu ikut berbahagia, karena Rizal akan segera mendapatkan keturunan. Coba saja kalau kamu jadi wanita itu normal, pasti tidak akan ada kejadian Rizal menikah lagi. Sudahlah nikmati saja takdirmu menjadi istri yang tidak berguna di rumah ini. Sekarang kamu masuk dan bantu Bi Surti membereskan gelas dan piring kotor. Jangan jadi pemalas dan benalu di rumah ini."

Bu Silvi memarahi Zahra tanpa memikirkan lagi perasaan menantunya. Dia mempunyai niatan untuk membuat Zahra menyerah dan merelakan pernikahannya dengan Rizal.

Pindah Rumah

Semenjak di tinggal suaminya pergi berbulan madu, membuat Zahra menelan pil pahit setiap hari. Dia menjadi bulan-bulanan ibu mertuanya. Penderitaan Zahra semakin dalam ketika Viona mengirimkan foto mesranya bersama Rizal.

Sepertinya Viona sengaja mengirimkan foto itu agar Zahra cemburu dan sakit hati. Rizal juga sudah jarang menelepon istrinya. Dia disibukkan oleh Viona yang selalu melarang semua aktivitas yang berhubungan dengan Zahra.

Kini Zahra sedang sibuk menyiapkan semuanya, karena hari ini Rizal akan pulang dari Singapura. Zahra membersihkan kamar untuk Viona atas perintah ibu mertuanya.

"Zahra, kamu ke sini, pindahkan semua pot bunga ini di samping rumah dekat kolam. Cepat, satu jam lagi menantuku akan datang," seru Bu Silvi pada Zahra.

Zahra berjalan cepat menghampiri ibu mertuanya. "Ma, bolehkah aku istirahat sebentar. Kepalaku pusing sekali, Ma."

"Alah, alasan saja kamu. Bilang saja kalau kamu sedang malas. Cepat kerjakan, aku tidak mau dengar alasan apapun," sentak Bu Silvi tanpa perasaan.

Zahra pun menurut, wajahnya sangat pucat sekali. Dia memindahkan semua pot itu dengan sekuat tenaga. Satu jam kemudian, Rizal dan Viona datang. Mereka turun dari mobil dengan raut wajah yang bahagia.

Rizal yang melihat istrinya pun terkejut dan ingin menghampirinya, namun Viona melarang. "Kamu mau kemana, Sayang? Ayo kita masuk, aku sudah capek!"

"Aku mau menghampiri, Zahra. Dia terlihat aneh sekali," sahut Rizal dengan pandangan ke arah Zahra

Viona langsung menjawabnya sengit,"Ya jelas aneh, orang kucel kayak gitu? Mana bisa kamu bandingkan denganku. Sekarang kamu tahu kan, istri yang berkualitas itu seperti apa? Sudahlah biarkan dia menyelesaikan tugasnya, karena aku yang akan melayanimu, Sayang."

Rizal ditarik masuk ke dalam rumah oleh Viona. Zahra kembali menitikkan air mata, ternyata suami yang dirindukannya sudah tidak peduli sama sekali. Dia mengangkat pot yang terakhir dan langkahnya semakin berat dan matanya berkunang-kunang. Tubuh Zahra lemas dan hampir terjatuh, untung dia cepat mencari pegangan jadi tidak sampai jatuh.

Tiba-tiba terdengar suara Bu Silvi memanggilnya dengan keras. "Zahra, aduh ... kamu ini kerja lelet banget sih. Semua orang sudah kelaparan di dalam. Kamu mau membuat kita semua mati kelaparan, Ha?"

"Maaf Ma, aku tidak enak badan. Jadi kerjaku sedikit lambat," balas Zahra dengan bersandar dekat gazebo. Kepalanya terasa sangat pusing.

"Alasan terus, sana cepat masuk bantu Bi Surti memasak. Dasar menantu tidak tahu diri, alasan, alasan terus dari tadi. Kenapa kamu tidak pergi saja dari sini?" Bu Silvi terus mengumpat menantunya dengan kejam.

Zahra berjalan pelan menuju ke dalam. Badannya terasa panas sekali. Sesampainya di dalam, Zahra langsung masuk ke dapur. Dia tidak menoleh sedikitpun ke arah meja makan. Di dapur, Zahra segera membantu Bi Surti menyajikan makanan yang sudah matang.

"Non, sepertinya sedang sakit," ucap Bu Surti menegur Zahra.

"Tidak apa-apa Bi, aku masih kuat kok," balas Zahra, dia mengangkat mangkok yang berisi sayur lodeh panas.

Zahra keluar membawa mangkok itu ke meja makan. Dia berjalan dengan kaki gemetar, lalu tak sengaja Zahra tersandung dan mangkok itu terlempar hingga kuah panasnya menyiram lengan Viona.

Viona menjerit kepanasan, hingga membuat semua orang terkejut. "Dasar bodoh, kamu sengaja ya? Sini kamu!"

Viona menarik Zahra dan menamparnya dengan keras. Zahra terjatuh ke lantai, dia pingsan karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Rizal langsung berdiri dan menolong istrinya.

"Zahra kamu tidak apa-apa? Zahra bangun, Zahra. Astaga, badannya panas sekali!" ucap Rizal panik, dia langsung mengangkat tubuh Zahra dan membawanya ke kamar.

Perhatian Rizal pada Zahra membuat Viona kesal. "Sayang, lenganku sakit! Seharusnya kamu nolongin aku dong!"

Rengekan Viona tidak dihiraukan oleh Rizal. Dia tetap ke atas membawa Zahra yang tidak sadarkan diri.

"Ma, lihatlah! Rizal mulai mengabaikan ku. Aku tidak terima, Ma! Aku hanya ingin Rizal hanya memperhatikan aku," ucap Viona pada mertuanya.

Bu Silvi langsung berdiri menghampiri Viona yang sedang kesal. "Kamu sabar ya Sayang. Cepat atau lambat, dia pasti akan tidak betah dan menyerah."

"Ma, aku ingin rumah sendiri. Aku tidak mau serumah sama dia, Ma. Kalau aku stres, mana bisa cepat hamil."

Bu Silvi terdiam dia mencerna perkataan menantu kesayangannya itu. "Kamu benar juga, baiklah kalau begitu Mama akan belikan sebuah rumah untukmu. Nanti Mama akan bicara dengan Rizal ya. Sekarang kita obati dulu tanganmu ini, nanti cepat melepuh."

Bu Silvi mengajak Viona ke dalam kamar untuk mengobati lengannya yang tersiram kuah panas tadi. Di kamar lain, Rizal sedang merawat istrinya. Dia sangat prihatin melihat kondisi Zahra yang begitu memprihatinkan.

"Zahra, apa yang terjadi selama dua minggu ini? kenapa tubuhmu bisa sekurus ini? Apakah mama sudah keterlaluan terhadapmu?" ucap Rizal pada istrinya.

Tak lama kemudian, Zahra sadar. Dia menangis melihat suami yang dicintainya itu ada di depannya. "Mas, syukurlah kamu masih peduli denganku. Aku mengira kamu sudah lupa padaku, karena dua minggu ini kamu tidak pernah menghubungiku sekalipun. Apakah kamu sudah lupa dengan janjimu, Mas? Kamu bilang akan bersikap adil, tapi kenapa aku merasa kalau kamu sudah menjauh dariku."

Rizal menggenggam tangan istrinya. "Zahra, aku minta maaf sama kamu! Semua ini di luar dugaanku. Aku sangat ingin menelponmu, akan tetapi Viona selalu menggangguku. Apakah Mama terlalu keras padamu? Tubuhmu kurus sekali, seharusnya kamu bisa menolak perintah Mama jika tubuhmu sedang tidak sehat."

"Apa aku bisa menolak, Mas? Berbicara saja tidak boleh, aku sama sekali tidak punya hak di rumah ini. Aku tidak tahu sampai kapan aku kuat mempertahankan rumah tangga ini, Mas." Zahra terus mengungkapkan kesedihannya pada Rizal.

"Zahra aku ...." Perkataan Rizal terhenti karena ibunya masuk ke dalam kamar. "Rizal, kamu ini keterlaluan. Tangan Viona terluka tapi kamu malah enak-enakan di sini. Sana obati dulu istrimu. Kamu itu harus memberikan perhatian lebih pada Viona, karena dia harus dalam keadaan mood yang baik. Kalau Viona stres kapan dia bisa hamil."

"Tapi Ma, aku sedang menunggui Zahra," ucap Rizal menolak perintah ibunya.

Bu Silvi semakin marah, ternyata Viona berhasil memprovokasi mertuanya. "Rizal kamu sudah berani membantah Mama. Pokoknya kamu harus keluar dari kamar ini secepatnya. Lalu, Mama juga sudah memilihkan rumah untuk Viona. Mama tidak rela, menantu kesayangan ku stres hanya karena wanita bodoh itu."

"Kamu harus hidup berdua dengan Viona agar tidak ada yang menganggu waktu kalian. Setelah semua siap nanti kamu harus cepat pindah. Ingat kamu harus fokus agar cucu Mama cepat jadi."

Bu Silvi terus berbicara dan tak menganggap keberadaan Zahra. Dia berbicara seperti itu dengan cara yang sengaja karena tujuannya adalah mempengaruhi jiwa dan mental Zahra.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!