Haina dan Tuan Muda Harly berada dalam situasi yang canggung. Oh, lebih tepatnya Haina saja. Ia terpojok usai melepaskan kedua tangannya dari dada bidang pria itu. Apalagi jarak mereka begitu dekat tadi, tuan muda itu bahkan belum berpakaian. Hanya handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja" ujarnya lalu berdiri kikuk dan mengalihkan pandangan.
"Aku mandi selama tiga puluh menit untuk membersihkan tubuhku. Lalu kau mengotorinya lagi dengan tanganmu yang kotor itu, kau pikir aku akan memafkanmu begitu saja?" cecar pria itu dengan tatapan yang tak dapat Haina artikan.
"Saya sungguh tidak sengaja Tuan" ujar Haina lirih dengan wajah tertunduk. Ia tidak ingin perkara ini menjadi melebar kemana - mana.
"Tidak sengaja? Bukankah kau sengaja meletakkan tanganmu disini?" ujar tuan muda itu menunjuk dadanya sendiri.
"Tapi itu benar, Tuanlah yang mengagetkan saya. Bukankah anda menyentuh wajah saya saat saya tertidur?" jawab Haina lagi, kali ini ia mengangkat wajahnya.
"Apa? Kau pasti bermimpi!" seru Tuan Muda Harly lalu berjalan ke ruang ganti.
Haina mendesah pelan, lalu segera mengambil keranjang pakaian dekat kakinya. Ia baru akan melangkah ke luar kamar saat Tuan Muda Harly kembali bersuara dari balik ruang ganti.
"Tetap di tempatmu!" serunya.
"Baik Tuan" sahut Haina patuh dengan memangku keranjang kain. Padahal dalam hati ia sudah jengkel karena Tuan Muda Harly yang bereaksi berlebihan itu.
" Dasar menyebalkan! Lebay!" umpatnya dalam hati.
Beberapa saat kemudian Tuan Muda Harly muncul dari balik pintu ruang ganti. Dengan setelan kerja yang sudah pas membalut tubuh semampainya. Terlihat tampan dan berkarisma, apalagi rambut yang sudah disisir rapi itu membuat ketampanannya semakin maksimal.
"Pasangkan!" perintah Tuan Muda Harly sambil menyodorkan sebuah dasi.
"Apa? Emh, saya tidak bisa memasang dasi Tuan Muda," sahut Haina meremas ujung baju. "Emh, maksud saya tidak mahir." Ralatnya lagi.
Tuan Muda Harly tidak menanggapi dan tetap menyodorkan dasi itu. Haina tidak punya pilihan selain berusaha memasangkan dasi itu di leher Tuan Muda Harly. Ia sedikit berjingkat untuk menyamakan tinggi, kesusahan memasangkan dasi itu. Sekali, dua kali, tiga kali, dan keempat kali masih salah juga.
"Dasar bodoh!" sentak Tuan Muda Harly dan memasang dasi itu sendiri dengan cepat dan rapi.
Haina tercengang dibuatnya. "Itu kan kau bisa sendiri! mengapa menyuruhku! dasar manja!" umpat Haina dalam hati.
"Kau mengataiku!" ujar Tuan Muda Harly menatap mata Haina dalam.
"Eh? Tidak Tuan, mana mungkin saya berani" sanggah Haina berbohong.
Tuan muda itu berlalu begitu saja menuju pintu. Lalu berhenti dan membalik badannya. Tuan Muda Harly menggamit lengan Haina menariknya menuju ruang ganti.
"Jangan berani meninggalkan ruangan ini sebelum kau mahir memasang dasi" ujarnya dingin lalu meninggalkan ruangan itu.
"Dasar kau! Tuan muda kejam!" gerutu Haina.
*
Pak Sun menarik kursi untuk Tuan Muda Harly. Lalu beberapa orang pelayan datang membawakan menu sarapan.
"Anda sarapan sangat pagi, Tuan. Maka dari itu saya menyiapkan sarapan yang mudah dicerna saja" ujar Pak Sun menjunjuk hidangan di atas meja.
"Hm, tidak masalah. Bawakan milik Ren" sahut Tuan Muda Harly melirik Ren yang baru datang. Para pelayan bergegas memenuhi perintah tuan muda itu.
Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan dengan investor di negara tetangga, karena itu bersiap pagi sekali. Matahari bahkan baru akan keluar, aktifitas sudah dimulai di rumah besar itu.
"Maafkan saya Tuan Muda, harusnya pertemuan diadakan besok. Anda jadi tidak nyaman dengan perubahan mendadak ini." kata Ren yang duduk disebelah kanan Tuan Muda Harly.
Tuan Muda Harly hanya mengangguk saja sambil melanjutkan sarapannya.
"Kau sudah mengurus apa yang aku perintahkan?" tanyanya.
"Jun akan memberi laporan siang nanti, Tuan. Apakah itu tidak terlalu gegabah Tuan?" Tanya Ren.
"Tidak. Lakukan sesuai rencana, sebelum Nenek kembali" sahut Tuan Muda Harly.
Sementara itu di dalam ruang ganti milik Tuan Muda Harly, Haina masih berusaha memasangkan dasi dengan benar pada guling yang menjadi modelnya. Sambil mengamati video cara memasang dasi dari ponselnya, Haina salah berulang kali.
"Aaah! kenapa susah sekali sih!" gerutunya kesal, menampar guling yang ia sandarkan di meja ruang ganti.
*
Matahari sudah bersinar cerah ketika Haina turun dari lantai dua. Ia sudah berhasil memasangkan dasi pada guling di kamar itu, butuh waktu tiga jam baginya untuk bisa memasang dasi dengan benar. Kali ini ia jamin dirinya sudah mahir.
Haina sampai di dapur, dengan canggung berusa berbaur dengan pelayan lainnya. Para pelayan itu sibuk dengan tugasnya masing - masing. Pandangannya tertuju ke meja dapur, berharap ada sarapan yang tersedia untuknya.
"Lihat apa kau? Apa saja yang kau lakukan di kamar Tuan Muda selama itu?" cecar seseorang ketus. Margareth, dialah pelayan yang ditemui Haina kemarin malam, menatapnya dengan nyalang.
Haina jadi semakin canggung dan kikuk dengan situasi itu. "Aku mengerjakan apa yang disuruh Tuan Muda" jawabnya yakin. Apalagi memangnya selain melakukan perintah tuan muda itu?
"Jangan ganggu dia! apa kau lupa apa kata Pak Sun?" kata seseorang diantara mereka. Seorang pelayan dengan rambut dikepang maju mengulurkan tangannya pada Haina.
"Aku Vivi. Kamu?" ujarnya.
"Haina" jawab Haina menjabat tangan Vivi. Para pelayan lain pun ikut berkenalan dengan Haina. Rata - mereka seusia dengan Haina, kecuali beberapa pelayan senior termasuk Margareth.
Para pelayan kembali dengan aktifitasnya. Haina menikmati sarapan sepiring gado - gado di ruang makan dekat dapur, ruang makan khusus pelayan dan pekerja lain di rumah ini.
"Kamu tau? Dia itu hanya iri padamu. Sebelumnya dia yang mengurus kamar Tuan Muda Harly bersama Pak Sun. Kerjanya memang bagus, tapi dia sangat sombong dan angkuh." ujar Vivi sambil menyiangi bayam ditangannya.
"Apa kamu tahu kenapa sekarang aku yang ditugaskan menggantikannya?" tanya Haina penasaran.
"Tidak. Meski aku sangat penasaran, tapi aku juga tidak bisa bertanya pada siapa pun? Disini kita tidak boleh membicarakan urusan majikan" sahut Vivi.
Selesai dengan urusan dapur Haina diajak berkeliling seisi rumah oleh Vivi. Haina mendengarkan dengan seksama tugas - tugasnya lalu menghafalkan penjelasan tentang Tuan Muda Harly dan anggota keluraga lain yang tinggal disitu. Hanya ada Tuan Muda Harly, neneknya dan bibinya.
Sekarang mereka berada di taman, memanjakan mata dengan indahnya bunga - bunga yang terawat.
"Apa kita boleh bersantai?" tanya Haina. Ia jadi heran sendiri, pekerjaannya tidak banyak dan tidak sulit. Lalu bagaimana pekerjaannya ini dapat membayar ganti rugi kesalahan ibunya?
"Apakah aku harus bekerja disini seumur hidupku? Iya pun apa cukup mengganti semua itu? Tidak bisa! mimpiku menjadi pengusaha kuliner bukan jadi pelayan!" Seru Haina dalam hati.
"Boleh saja, kita memiliki area kerja dan jam istirahat sesuai tim. Kamu dan aku tim beberes, membatu tim dapur kalau urusan kita sudah selesai saja." terang vivi sambil meregangkan tubuh.
"Kemana perginya Nyonya Besar dan putrinya?" tanya Haina.
"Mereka pergi ke Amerika mengunjungi Nona Agatha dan Tuan Andrew, anak - anak Nyonya Anggita" jawab Vivi seadanya.
Haina tidak lagi bertanya. Kedua gadis pelayan itu kembali pada tugasnya setelah duduk cukup lama. Saat sedang menata pakaian bersih milik Tuan Muda Harly Haina dikejutkan oleh Pak Sun. Seorang wanita berpakaian indah tersenyum ke arahnya.
"Aku akan mengukurmu!" seru wanita itu, lalu mengeluarkan sebuah meteran dari tas jinjingnya. Haina menurut saja saat diukur oleh wanita itu.
"Wah, tubuh yang bagus" ujar wanita itu lagi dengan senyuman. Lalu pamit pada Pak Sun dan berlalu pergi dari kamar itu.
"Apa saya mendapat seragam tambahan, Pak Sun?" tanya Haina heran.
Pak Sun hanya tersenyum lalu memberikan sebuah paper bag pada Haina. "Bukan seragam baru, Nona. Ini, terimalah. Saya pamit" kata pria tua itu, melenggang begitu saja meninggalkan Haina yang kebingunan dengan sebuah Paper bag ditangannya.
"Nona?" ulang Haina atas sebutan Pak Sun pada dirinya yang salah itu.
Haina menyelesaikan pekerjaannya menata pakaian di rak. Setelah itu ia duduk di kursi bulat yang empuk, dibukanya paper bag yang diberi Pak Sun tadi.
"Loh, ini kan ponsel mahal. Kenapa Pak Sun bilang ini untukku? Apa ini punya Tuan Muda Harly?" tanyanya heran sambil mengamati sebuah ponsel yang masih tersegel di dalam kotaknya.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Rahma AR
sabar hana, tuan mudanya menyebalkan hehe...
2024-01-13
1
Manggu Jimbau
lanjut baca👍👍
2023-08-28
1