Haina beserta kedua orang tuanya berada dirumah mereka saat ini. Sudah hampir malam saat mereka kembali kerumah usai tragedi kebakaran itu. Haina memasukkan beberapa potong pakaian terbaiknya ke dalam tas jinjing. Ibunya menangis pilu dalam rengkuhan suaminya. Anak gadisnya akan dibawa pergi.
"Sudahlah, Bu. Haina akan baik - baik saja. Haina akan jaga diri, janji!" Bujuk Haina untuk kesekian kalinya.
"Ibu tidak tenang, Nak. Ibu tidak rela kamu dibawa. Seharusnya Ibu ikut saja dengan polisi itu..." ujar Bu Hayati dengan suara sengau.
"Ibu tidak perlu takut, paling Haina akan dijadikan pelayan atau pesuruh untuk mengganti kerugiannya, Bu." Gadis itu juga tidak tahu mengapa Tuan Muda kaya raya itu tidak menjebloskannya ke penjara dan malah ingin membawanya ke ibu kota.
"Bayar kerugianku dengan tubuhmu! Kerahkan seluruh tenagamu sampai kau mati!" kata Tuan Muda Harly dengan tampang dingin sore tadi.
Haina selesai mengepak pakaian dan beberapa barangnya. Ditatapnya kedua malaikatnya itu, Haina memasang senyum menenangkan diwajahnya.
"Haina pergi dulu, Bu, Yah. Haina mohon jaga kesehatan, terutama Ibu." ujar Haina, matanyapun sudah berembun. Berat sekali rasanya harus pergi meninggalkan kehidupan sederhananya di desa yang asri, pergi entah untuk melakukan apa ia juga tak tahu pasti. Yang pasti ia harus mengganti kerugian perusahaan tuan muda itu.
"Ingat pesan Ayah, jika Tuan Muda itu berani macam - macam padamu, segera lari dan kabari Ayah!" ucap Pak Tanu lalu memeluk putrinya. Kesedihan nampak jelas diwajah lelahnya.
"Hm, Iya Yah, pasti!" sahut Haina melepaskan pelukan lalu ganti memeluk sang Ibu.
Suara ketukan pintu menginterupsi adegan perpisahan diruang tamu nan sedernahan itu.
"Haina pergi dulu, Tuan Muda itu sudah menunggu" ujar Haina.
Perpisahanpun akhirnya terjadi, Haina menaiki mobil duduk bersama Jun di bagian depan sementara Tuan Muda Harly nampak terlelap di kursi belakang.
*
Sebuah gerbang besar terbuka dengan lebar, mobil melesat ke pekarangan yang begitu luas. Haina terpana melihat itu semua. Taman yang indah di kanan dan kiri, rumah yang begitu megah dan indah. Meskipun hari sudah malam, rumah besar itu tampak megah diterpa cahaya bulan.
"Kita sudah sampai" Ujar Jun, lalu turun dan segera membukakan pintu untuk tuan mudanya. Haina mengekori kedua pria itu menaiki teras marmer nan indah bewarna putih. Beberapa wanita berpakaian pelayan datang menyambut. Membawakan tas kerja dan menggeret sebuah koper ke dalam rumah.
"Selamat beristirahat Tuan Muda, saya akan pulang. Ren, akan datang besok pagi sekali seperti perintah Anda" ujar Jun usai mengekori Tuan Muda Harly sampai ke dekat tangga besar.
"Pergilah!" kata Tuan Muda itu sambil mengibaskan tangannya lalu naik ke atas diikuti seorang pelayan wanita.
Haina seperti orang linglung dibuatnya. Tak ada satupun penjelasan untuknya kemana ia harus melangkah dirumah besar itu.
"Tuan Jun, tunggu!" seru Haina mengekori Jun yang hendak keluar di ambang pintu.
"Panggil aku Jun, kita bisa bicara dengan lebih santai juga saat tak ada Tuan Muda. Haina, orang itu akan mengurusmu" ujar Jun menunjuk ke arah seorang pelayan yang turun sehabis mengantar Tuan Muda Harly.
"Aku pergi dulu" ujar Jun kemudian beranjak. Haina dan pelayan wanita itu mengantar hingga ke pintu.
"Ikuti aku!" seru pelayan muda itu usai menutup pintu.
Haina mengekor di belakang pelayan itu, sesekali ia terperangah melihat betapa mewahnya isi rumah bak istana itu.
"Ini kamarmu. Aku tidak tahu pelayan sepertimu lulusan mana sampai bisa dapat kamar sebagus ini" gerutu pelayan itu dengan wajah sinis, membuka sebuah pintu dengan kunci ditangannya.
"Terimakasih" ujar Haina lalu masuk ke dalam ruangan itu.
Pelayan tadi benar, pelayan baru sepertinya memang tidak pantas dapat kamar sebagus itu. Tempatnya harusnya bersama para pelayan lain di bangunan terpisah area belakang. Tapi mengapa ia ditempatkan di sana? Ia tak tahu. Tempat tidur empuk, kamar yang luas dengan hiasan dinding mahal dan pajangan cantik, tak cocok dengannya.
"Sudahlah tak perlu pikirkan itu Haina. Siapakan saja mental dan tenagamu!" batin Haina.
*
Haina masih terlelap dalam tidur nyenyaknya. Kasur orang kaya memang begitu empuk menyangga tidur gadis desa itu. Sampai suara ketukan pintu berukang kali mengejutkan gadis itu, memaksa bangun dari mimpi indahnya.
Haina membuka pintu dengan cemas, cepat - cepat ia rapikan baju tidurnya. Seorang lelaki tua nampak tersenyum ramah menunggu Haina di depan pintu.
"Apakah saya terlambat bangun?" tanya Haina.
"Tidak juga, ini masih pukul empat pagi. Para pelayan akan mulai bekerja pada pukul lima. Tapi sepertinya kau akan berbeda" ujar Lelaki tua itu, lalu mengulurkan sebuah kantong ditangannya. "Pakailah seragammu lalu keluarlah. Aku akan menunjukkan tugasmu" ujarnya lagi.
Haina cepat masuk ke kamar lalu mencuci muka, mengganti pakaian dan menguncir rambut dengan tergesa - gesa.
"Kau bisa memanggilku Pak Sun, seperti yang lain. Aku bertanggung jawab atas semua pelayan dan pekerja yang lain di rumah ini. Jangan lupa untuk menghafal peraturan yang ada di buku panduan pelayan yang kuberikan" terang Pak Sun memimpin jalan.
"Baik, Pak Sun" sahut Haina.
"Lantai dua dibangunan utama ini adalah bagian yang tidak boleh didatangi kecuali untuk melaksanakan tugas. Terutama area dekat kamar Tuan Muda Harly, itu aturan paling penting yang harus diingat. Satu hal lagi jangan pernah penasaran dengan urusan anggota keluarga ini!"
"Baik, Pak Sun" sahut Haina patuh.
"Sudah sampai, ini kamar Tuan Muda Harly. Jangan berisik karena tuan muda masih tidur. Semua yang berurusan dengan kamar tuan muda mulai besok menjadi tanggung jawabmu. Aku akan membimbingmu selama dua hari."
Mereka bergerak dalam hening. Pak Sun menunjukkan setiap ruangan yang ada di dalam kamar besar itu. Ruangan pertama adalah ruangan santai tuan muda, disisi kanannya adalah ruang ganti berisi pakaian dan perlengkapan pribadi tuan muda. Tepat disamping ruang ganti terdapat kamar mandi yang terhubung langsung di sana. Sedangkan ruang kerja ada di sisi kiri ruang santai. Lalu kamar tidur dipisahkan oleh partisi besar ditengah ruangan.
Haina ditinggal sendirian diruang ganti oleh Pak Sun. Ia mengaca diri di cermin besar itu. Ditatapnya bayangan diri dengan seragam pelayan itu.
"Cocok juga, apa sebenarnya aku ditakdirkan menjadi pelayan?" Haina mendesah pelan.
Ia memilih setelan kerja yang menurutnya cocok di pasangkan dengan sebuah dasi bermotif wajik kecil. Setelan beserta dasi ia letaknya di meja kusus di samping rak arloji.
"Sepertinya jam tangan ini cocok, kelihatan simpel tapi menarik" ujarnya lalu meletakkan jam itu di samping setelan kerja tadi.
Selanjutnya Haina beranjak ke kamar mandi. Menyiapkan air hangat dan juga handuk mandi. Tak lupa Haina menyemprotkan pengharum ruangan seperti pesan Pak Sun padanya.
"Selesai. Selanjutnya apa? Oh, turun dan memastikan sarapan tuan muda sudah siap" katanya.
Haina menutup pintu ruang ganti pelan, berjalan dengan tenang hendak ke lantai satu. Tanpa menoleh ke arah ranjang tuan muda dibalik partisi besar ia menyelinap sambil membawa keranjang pakaian kotor.
" Mau kemana kau?"
Suara khas lelaki mengagetkan Haina, seketika keranjang yang dibawanya terjatuh ke lantai hingga isinya berserakan. Haina panik, baru hari pertama ia sudah membuat kesalahan.
"Saya mau ke bawah tuan" sahut Haina sambil memungut pakaian kotor itu.
"Tunggu disitu sampai aku selesai" ujar Tuan Muda Harly menunjuk sebuah sofa di dekat televisi.
"Tapi Tuan saya harus kebawah menyiapkan sarapan Anda" sahut Haina memeluk keranjang kain kotor.
"Apa aturan pertama saat berhadapan denganku?"
"Tidak ada bantahan" jawab Haina menundukkan wajahnya takut.
"Kalau begitu turuti kataku!" seru Tuan Muda Harly lalu berlalu ke kamar mandi.
Haina duduk manis di sofa putih itu. Ia melihat sekeliling. Kamar itu sungguh luas dan mewah. Bahkan rumahnya dikampung masih kalah besar dari kamar itu. Haina menghembuskan napas panjang. Teringat ayah dan ibunya yang harus pindah ke kontrakan hari ini tanpa dirinya. Pasti orang tuanya kerepotan.
Waktu berlalu terasa lambat, entah apa saja ritual mandi Tuan Muda yang bangun pagi sekali itu. Haina sampai terlena dengan empuknya sandaran sofa di ruangan itu, hingga matanya terpejam tanpa disadarinya.
Wajahnya terasa geli dan aroma lavender menyeruak memasuki rongga hidung gadis yang tertidur itu. Perlahan matanya membuka.
"Haaahhh! Ttuan...?"
"Apa yang kau lakukan?"
"Apa? Saya..." Haina kaget sekali melihat pemandangan di depan matanya saat ini.
"Kau menyentuh tubuhku!"
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Rahma AR
tuan muda tabnrum nih
2024-01-13
1
Manggu Jimbau
💪💪bacanya
2023-08-28
1