Febri menjalani aktifitas seperti biasanya, dari mengerjakan pekerjaan rumah. Hingga, bekerja ke kantor. Dia jalani dengan sepenuh hati, semua demi orang-orang yang di sayangainya.
Hari ini saja, dia telah mentransfer gajihnya kepada sang ayah. Dia juga menunggu, uang belanja dari suaminya. Walapun tidak seberapa, sebab telah dibagi tiga dengan sang mertua.
Namun, Febri tetap menyukuri apa yang ada. Uang yang suaminya berikan, dia pergunakan untuk kebutuhan rumah saja. Sedangkan, kebutuhan pribadinya. Dia mengambil uang pribadi, hasil dirinya bekerja.
Sama, seperti saat ini. Dia tengah menunggu sang suami dan ingin mengajak suaminya untuk ke supermarket. Membeli, perlengkapan rumah. Seperti beras, minyak goreng, sabun mandi, semua kebutuhan rumah tangga.
Walaupun, dia tahu. Uang yang suaminya berikan akan habis tidak tersisa dan jika dia menginginkan sesuatu. Maka, Febri mengambil uang pribadi. Bahkan, tidak jarang uangnya lah yang menutupi kebutuhan sehari-hari yang semakin merangkak naik. Tidak sepeti gajih yang malah, merangkak turun.
"Dah lama nunggunya, Dek?" tanya Yusuf kepada sang istri yang duduk di motor.
Febri agak terkejut akan kedatangan suaminya, dia yang tengah asik melihat baju stelan terbaru di toko online. Tertarik untuk membelinya dan ingin di gunakan ketika ke kantor.
Bukan, Febri ingin pamer atau terlihat menarik. Tapi, gara-gara ibu mertuanya yang memakai baju-baju kerjanya. Membuat, Febri malu untuk mengenakan pakaian itu kembali dan memilih membeli yang baru.
"Gak 'ko, Mas. Aku baru aja keluar," terang Febri berbohong. Padahal, dia telah lama menunggu sang suami. Bahkan, Pak Martin menawarkan diri untuk mengantarnya. Sebab, Yusuf yang harus membersihkan kamar mandi kantor sebelum pulang. Rutinitas tersebut yang sering membuat suaminya terlambat dan dia harus menunggu dengan sabar.
Bisa saja, Febri menerima ajakan bosnya atau Mona. Sahabatnya, akan tetapi Febri lebih menjaga perasaan sang suami.
"Ayo kita pulang," ajak Yusuf seraya menaiki motor. Namun, sang istri menepuk pelan bahunya dan mengingatkan. Jika, mereka harus singgah ke supermarket terlebih dahulu.
"Baik, Sayangku.
Wajah Febri memerah semu, hanya gara-gara di panggil sayang oleh sang suami. Hatinya bermekaran, seperti taman bunga di musim semi.
Pasangan suami–istri itu berboncengan motor berdua, Febri memeluk Yusuf dengan erat dari belakang. Hanya hal sederhana, akan tetapi mampu membuat mereka berdua bahagia.
Cinta tumbuh, karena terbiasa. Walapun, awalnya Febri menolak lamaran Yusuf. Dengan berbagai alasan, terutama Febri yang ingin berbakti kepada ayahnya dan tidak mau jika menikah. Di mana, nanti dia hanya boleh berbakti pada suaminya.
Namun, Yusuf tidak pernah kehabisan akal. Dia membujuk ayah Febri, bahkan membuat perjanjian pra–nikah. Agar, Febri percaya. Bahwa dia mencintai dan mengizinkan Febri untuk berbakti kepada ayahnya.
Hal itu pula yang membuat Febri luluh dan menerima Yusuf sebagai suaminya, akan tetapi Febri yang baru menikah dengan sang suami. Mendapatkan ujian yang berat, adanya orang ketika di antara mereka yang selalu memicu konflik dan pertengkaran.
Ibu Sella yang menjadi mertua yang kejam, lebih kejam dari ibu tiri dan ibu kota. Membuat Febri sering terluka dan merasa sakit.
Dimana seharusnya sosok Ibu Sella mampu mengantikan, almarhum Bunda Febri. Namun, nyatanya tidak.
Yusuf dan Febri telah memasuki area supermaket, dengan antusias. Febri menarik tangan suaminya untuk masuk, mereka mengambil troler dan mendorongnya pelan.
Febri mengambil apa yang di perlukan dan mengira-ngira, apa bisa mereka bawa. Sebab, mereka hanya mengendari sepeda motor metik. Bukan, mobil. Padahal, Febri ingin sekali. Membawa mobilnya, hadiah dari Pak Martin karena pencapaiannya selama berkerja.
Namun, suaminya tidak mengizinkan dan mobil tersebut di rawat oleh ayahnya. Terkadang, di guankan oleh sang ayah. Jika, rindu pada Febri dan ingin menemui putrinya. Sebab, Febri anak tunggal.
Banyak, pengorbanan yang di lakukan oleh seorang anak perempuan ketika telah menikah. Dia harus tinggal berjauhan dengan orang-orang yang di sayang, walapun sudah beberapa kali. Febri meminta agar ayahnya mau tinggal satu harap dengan mereka.
Namun, permintaan Febri di tolak dengan halus oleh Pak Brama yang tidak bisa tinggal bersama putrinya. Karena, ada Ibu Sella yang bukan mahramnya. Walaupun, rumah yang di tinggali oleh Febri adalah rumah kenangan dirinya bersama almahum sang istri.
Akan tetapi, Pak Brama memilih tinggal di perumahan yang khusu diberikan untuk kariawan dan dia merasa lebih nyaman jika sendirian. Menikmati hari-hari tuanya.
"Sudah semua, Dek?" tanya Yusuf dan mendapat anggukan kepala dari sang istri. Mereka berdua mendorong troli hingga ke mesin kasir, lalu membayar semua barang yang telah di ambil.
Yusuf tidak sengaja, melihat kartu debit yang istrinya keluarkan. Dia hanya diam dan menunggu saat yang tepat, lalu menanyakan hal tersebut.
Hingga, kearea pakiran. Yusuf masih diam, tidak menanggapi apa yang istrinya katakan. Sampai, mereka tiba di rumah.
Febri yang mulai memahami karakter suaminya, yang hanya diam. Ikut juga diam, karena dia tahu. Jika, sang suami sedang marah dan menunggu hal apa yang di marahkan oleh suaminya.
"Kalian baru pulang? Mana, pesanan Ibu?"
Ibu Sella yang menunggu kepulangan anak dan menantunya itu menunggu di ambang pintu, dia tahu jika hari ini Yusuf dan Febri gajihan.
"Ini, Bu," jelas Febri seraya menyerahkan pesanan yang mertuanya pinta.
"Wih … akhinya, wajahku bisa glowing juga. Makasih, ya Suf," kata Ibu Sella seraya masuk terlebih dahulu. Dia sanggat senang, bisa memiliki scencare yang di idam-idamkannya.
Sedangkan Febri hanya tersenyum kecut, padahal dia yang membelikan pesanan mertuanya itu. Akan tetapi, suaminya yang mendapatkan ucapan terimakasih. Sungguh, mertuanya amat pilih–kasih.
Namun, Yusuf yang melihat hal tersebut. Masih, diam tidak menanggapi apapun dan berlalu. Diikuti oleh sang istri. Setelah, seharian bekerja dan mandi. Febri berencana ingin mengajak suaminya untuk makan diuar, atau lebih tepatnya ingin mengetahui. Hal apa yang dikatakan sang suami pada dirinya.
"Mas, kita makan di luar, yuk. Dah lama, aku ingin makan mie ayam di tempat langgananku," ajak Febri. Akan tetapi, ditolak secara halus oleh sang suami. Dengan alasan, tidak ingin mendengar omelan Ibu Sella yang pasti akan mencerocos dan mengatakan jika mereka boros dan tidak tahu cara berhemat.
Febri hanya mampu mengelus dada, jika dulu. Sebelum, dia menikah. Apapun yang ingin dimakan, maka akan dia beli. Tidak ada yang melarang, bahkan ayahnya merasa senang. Sebab, Febri akan membungkus–kan makanan yang dia makan di luar.
Namun, berbeda dengan sekarang. Dia harus hemat, hemat, dan hemat. Febri merasa tertekan, akan tetapi coba dia tahan.
"Duduk sini," pinta Yusuf kepada sang istri yang telah rapi dan wangi. Sebab, ingin jalan-jalan keluar. Namun, dia tidak memberikan izin.
Yusuf mengusap ujung rambut istrinya dan bertanya, "Kenapa, kamu tidak mengunakan uang yang, Mas berikan?"
Deg
Jantung Febri seraya ingin berhenti berdetak, ternyata suaminya mengetahui. Jika, ia berbelanja mengunakan uang pribadi. Bukan, yang diberikan oleh sang suami.
"Itu—"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Gila Ibu mertua memakai baju kerja menantu...
2023-03-16
1