Bab 2 Hari Bekerja
Febri segera melangkah dengan cepat, banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan hari ini. Bukan di rumah, bukan pula di kantor. Semua menyiksa untuknya, akan tetapi. Mau bagaimana lagi, dirinya masih memerlukan uang tambahan.
Disaat Febri tengah serius menatap layar komputernya, suara sang suami membuat ia mendongak dan menatap lelaki itu.
"Dek, diminum kopinya," pinta Yusuf kepada sang istri. Dia tahu, jika Febri belum sarapan. Sebab, sarapan setiap hari istrinya itu hanya lah pekerjaan rumah tangga yang tidak pernah ada habisnya.
"Makasih, Mas," ucap Febri seraya tersenyum manis kepada sang suami. Senyum yang hanya diberikan kepada lelaki yang halal untuknya.
Yusuf mengelus pucuk kepala sang istri, membuat wanita itu menjadi cemberut.
"Jangan dikerucutkan, bibirnya! Nanti, Mas isap loh!" jelas Yusuf menggoda sang istri dan mendapatkan cubitan dari wanita itu.
"Aw!" pekiknya kesakitan.
Mona yang gemas akan tingkah pasangan pengantin baru tersebut, tidak tahan untuk menggoda.
"Ehem… yang suka isap–mengisap. Emangnya permen?" ledek Mona membuat wajah sahabatnya, Febri memerah seperti buah tomat. Sedangkan, Yusuf hanya diam dan berlalu. Membuat Mona merasa kesal akan sikap lelaki itu.
"Beb! Lihat, suamimu! Dia, main kabur aja," jelas Mona meminta bantuan dari Febri. Akan tetapi, tidak digubris oleh wanita itu. Membuat, Mona semakin kesal. Seraya menghentakkan kakinya.
"Gak suaminya? Gak istrinya? Sama-sama bikin darting!" ujarnya berlalu. Meninggalkan meja Febri dan menuju meja kerjanya sendiri.
"Dasar! Perawan tua," gumam Febri pelan dan mengisap kopi buatan suami tercinta.
Nikmatnya kopi, bagaikan minuman yang memabukkan. Membuat Febri semangat menjalani hari yang berat.
Ketika, Febri tengah fokus pada pekerjaannya. Dia dipanggil oleh Pak Martin, bosnya itu membuat Febri membuang nafas panjang. Bukan, berarti ia tidak berterima kasih telah diberi tumpangan gratis.
Namun, Febri merasa risih akan sikap overfosesif sang bos. Padahal, mereka hanya berstatus sebagai bawahan dan atasan saja. Tidak lebih, akan tetapi. Kedekatan mereka, terkadang disalah artikan oleh sebagian kariwayan lainnya.
Dengan langah gontai, Febri pergi menemui Pak Martin. Didapatinya lelaki itu tengah sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di tanga Pak Martin.
"Permisi, Pak. Anda, memanggil saya?" tanya Febri yang masih berada di ambang pintu. Sampai lelaki itu menatapnya sekilas dan menyuruhnya untuk masuk.
Degup jantung Febri berdebar dengan kuat, bagaimana bisa dipungkiri. Jika, Pak Martin adalah sosok lelaki idalam. Kaya, tampan, dan yang pasti. Dia adalah menantu idaman setiap mertua, tidak akan ada orang tua yang akan menolak anaknya untuk dipinang oleh Pak Martin.
"Tolong … kamu selesaikan berkas yang ini," pinta Martin seraya menyerahkan map berwarna merah kepada Febri. "Saya ada meeting siang ini!" tambahnya.
Febri hanya bisa menuruti perintah atasanya itu, hingga membuat Febri terlambat untuk makan siang. Ditambah mereka yang hanya berduaan diruangan tersebut, membuat perasaan Febri semakin tidak nyaman. Sebab, Pak Martin yang ingin agar Febri mengerjakan tugas yang ia berikan di dalam ruangannya.
"Pak! Ini sudah jam makan siang … dan pekerjaan saya sudah selesai. Jadi—"
"Pergilah!" perintah Pak Martin yang memotong ucapan Febri. Membuat, wanita itu mengambil langkah seribu. Sebab, ia yakin jika sang suami tengah menunggunya.
"Mas Yusuf, pasti sudah menungguku," gumam Ferbi seraya mempercepat langkahnya, menuju ke kantin kantor. Dia melihat sang suami yang tengah duduk bersama dengan Mona, rekan kerjanya.
Walapun Febri dan Yusuf satu kantor, akan tetapi mereka memiliki perkejaan dan tinggatan yang berbeda.
Dengan suara lembut Febri memanggil suaminya. "Mas, dah lama disini?" Febri mengusap bahu Yusufi dan mengecup sekilas pipi sang suami, baru kemudian dia duduk disamping lelaki itu.
Mona yang melihat adegan tersebut, langsung pura-pura mau muntah. "Ugh… makananku baru masuk! Jangan, kalian racuni," ucapnya mendramatiskan keadaan.
Febri tidak menanggapi apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu, dia memilih membukakan rantang makanan suaminya. Lalu, mulai menyantap bekal makanan yang dia masak untuk sang suami bersama.
"Dek, kata dia." Yusuf menunjuk Mona membuat wanita itu melotot. "Kamu… lagi mojok dengan Pak Martin?" tanya Yusuf yang ingin tahu kebenarannya.
Membuat Febri mengendus kesal, akan apa yang diadukan oleh suaminya. Kemudian menatap sekilas Mona, lalu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Adek tadi, cuma mengantar berkas, Mas. Itu pun Pak Martin yang minta! Lain kali … jangan dengarkan bisik-bisik tetangga," jelas Febri seraya mengusap tangan suaminya dan mendapatkan anggukan kepala dari lelaki tersebut.
Sedangkan Mona hanya mampu mengendus kesal, dia tidak menyangka jika Yusuf akan menanyakan apa yang ia katakan sebelumnya kepada Febri.
Mereka bertiga makan siang dengan diselingi candaan, walaupun hanya Mona yang sering tertawa. Sedangkan Yusuf hanya diam dan menjadi pendengar. Hingga jam makan siang berlalu, mereka pun kembali pada pekerjaan masing-masing.
Karena pekerjaan Febri yang banyak dan menumpuk ketika di akhir bulan seperti ini, membuatnya agak terlambat untuk pulang. Untung suaminya dengan sabar menemani, sampai mereka tidak sengaja bertemu dengan Pak Martin yang sudah hendak pulang.
"Beb! Kenapa belum pulang, juga?" tanya Martin seraya mengusap dahinya.
Febri menjelaskan jika ada beberapa berkas yang belum siap, hingga Pak Martin memerintahkan Febri untuk segera pulang dan menyelesaikannya besok.
Yusuf hanya diam mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Pak Martin kepada istrinya, sampai lelaki itu pergi dan mereka pun memilih bersiap-siap untuk pulang.
Sebenarnya, ada perasaan cemburu yang menyeruak di dalam hatinya. Yusuf memang bekerja dibagian rendah, berbeda dengan sang istri. Namun, ia tidak menyukai akan sikap perhatian yang Pak Martin berikan kepada sang istri. Terlebih, panggilan lelaki itu yang bisa disalah artikan oleh orang yang mendengar.
"Dek, Pak Martin itu galak, ya?" tanya Yusuf ketika mereka berada diarea pakiran, dia ingin mencari informasi tentang kedekatan sang istri dengan Pak Martin.
Bukan, Yusuf tidak percaya dengan apa yang dijelaskan oleh istrinya. Namun, ia bisa melihat. Jika, ada gurat kekhwatiran yang tersirat dari wajah Pak Martin. Ketika, menyapa Febri dan menanyakan tentang tugas yang belum istrinya selesaikan.
Febri yang duduk di jok belakang motor, memeluk erat pinggang sang suami dan mendekatkan wajahnya ke telinga lelaki itu. Lalu, menjawab pertanyaan sang suami.
"Pak Martin tidak galak! Dia cuma tegas, Mas! Nanti, aku jelasin bagaimana karakternya. Setelah sampai di rumah!" jelas Febri
"Seberapa dekat, mereka?" batin Yusuf.
Suami mana yang tidak cemburu, ketika sang istri bekerja dan memiliki hubungan dengan sang bos. Dimata orang-orang, pasti akan menanyakan hal yang nengatif. Begitupun dengan Yusuf, akan tetapi ia sadar. Jika, gajinya tidak seberapa dan tidak mampu memberikan yang lebih untuk snag istri.
"Maafkan, aku Mas. Telah, berbohong."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments