Mertuaku BUKAN Ibuku
"Febri! Mana kamu?" teriak Ibu Sella kepada sang menantu yang telah mengenakan pakaian kerja dan menuju pintu keluar.
Febri hanya mampu membuang nafas panjang dan mempercepat langkahnya, ia tidak menghiraukan sang ibu mertua yang berada di dapur tengah memanggilnya.
Ibu Sella yang tidak mendengar sahutan menantunya, segera menyudahi aktivitas mencuci dan mencari keberadaan sang menantu.
"Febri! Kamu budek, ya? Ibu panggil berkali-kali! Kamu gak menyahut!" pekiknya kesal, ketika melihat sang menantu tengah berada diambang pintu.
"Febri harus kerja, Bu! Ini, sudah jam berapa? Mas Yusuf dah berangkat dari tadi! Sedangkan, Febri?" jelas Febri Ayunda kepada sang ibu mertua, Marsella yang kini tengah berkacak pinggang di hadapannya.
Ibu Sella tidak menggubris apa yang dijelaskan oleh menantunya itu, ia langsung menarik Febri dan memintanya untuk mencuci piring.
"Jangan cari alasan! Kamu nyuci dulu! Baru, boleh pergi!" bentak Ibu Sella yang tidak mau dibantah.
"Dasar! Menantu Durhaka! Tunggu saja, Yusuf pulang! Ibu akan adukan kamu! Kalau, suka melawan dan tidak mau di suruh, Ibu!"
Kata-kata Ibu mertua yang membuat Febri tidak kuasa menahan tangisnya, cairan bening itu jatuh. Membasahi pipinya yang putih dan mulus. Selama sang ibu masih hidup, Febri tidak pernah diperlakukan seperti ini. Hanya, setelah ia menikah dan tinggal bersama ibu mertuanya. Febri diperlakukan seolah babu.
"Sabar, Febri! Ini memang pekerjaan seorang istri," gumam Febri memotivasi dirinya. Setiap hari, sarapan wanita itu hanyalah pekerjaan rumah. Dari memasak, hingga mencuci harus dilakukan. Jika, tidak? Maka, sang mertua akan ngomel-ngomel. Dari pagi, sampai malam hari.
Febri Ayunda yang tidak ingin berujung pada pertikaian antara dirinya dengan sang mertua, dia pun mengerjakan semuanya.
Setelah, mencuci. Ferbi segera pergi, dilihatnya sang mertua yang tidak ada. Ini adalah kesempatan emas untuknya.
Ketika, ia telah berada di depan gang rumahnya. Febri melihat ibu mertuanya tengah berbelanja sayur, ia pun segera mempercepat langkahnya. Menghindari wanita itu.
Namun, sayang. Ibu Sella melihat Febri yang jalan dengan tatapan lurus kedepan. Seolah tidak melihat keberadaannya, hal itu membuat Ibu Sella merasa tersinggung dan memaki menantunya itu.
"Febri! Kamu tidak mau pamit sama Ibu? Kamu memang, menantu durhaka!" pekiknya dan membuat perhatian para ibu-ibu yang lain. Mereka saling berbisik-bisik tentang sikap Febri pada ibu mertuanya sendiri.
"Menantu zaman sekarang, banyak yang tidak bisa menghormati mertuanya," ujar ibu yang memegang cabe.
"Memang begitu, apalagi yang sudah bekerja! Mertuanya dianggap babu," ujar ibu yang memilih ikan.
Semua kata-kata menohok itu, bisa Febri dengar dengan baik. Sedangkan Ibu Sella yang merasa dirinya dibela, semakin menyudutkan Febri.
"Febri! Kamu dengar tidak!" teriak Ibu Sella yang tidak digubris oleh menantunya itu. Dia malah mempercepat langkahnya dan berlalu begitu saja. Meninggalkan umpatan dari sang mertua.
"Dasar menantu durhaka! Tunggu Yusuf pulang! Ibu suruh ceraikan kamu!"
Kata-kata terakhir dari Ibu Sella membuat Febri begitu muak, seperti biasanya. Nanti, ia akan dimarahi habis-habisan oleh sang suami.
Namun, sebelum itu. Febri harus cepat sampai ke kantor, bisa dimarahi bos dia. Jika, terlambat terus. Andai saja, suaminya mau tinggal terpisah dari sang ibu. Mungkin, rumah tangga mereka akan damai.
"Haruskah aku minta dibelikan rumah? Tapi, Mas Yusuf mana ada uang? Jangankan, untuk membeli rumah? Untuk beli skincareku aja belum bisa," gumam Febri yang terus berjalan hingga keluar gang rumahnya. Ketika dia sibuk melihat kekiri dan ke kanan untuk mencari kendaraan umum. Tiba-tiba saja sebuah mobil sport berwarna silver berhenti tepat di depannya.
"Butuh tumpangan?" tanya seorang pria tampan seraya menurunkan kaca mobilnya.
"Bisa terjadi fitnah ini," batin Febri.
Dia dilema sendiri, mau menolak ajakan Pak Martin. Akan tetapi, dia bisa terlambat.
"Mau atau tidak?"
Dengan berat hati, Febri menerima ajakan bosnya itu. Dia naik ke mobil dan duduk disamping pria tampan yang tengah duduk dibalik kemudi.
Ah… tidak ada kata yang mampu mengambarkan pria yang satu ini, tampan, kaya, dan yang pasti. Banyak wanita yang tergila-gila.
Namun, tidak dengan Febri. Dia telah berstatus istri Yusuf dan dia hanya menjalin hubungan bisnis dengan pria yang ada di sampingnya itu.
"Kenapa selalu telat? Kamu gak takut dipecat?" tanya pria itu tanpa mengalihkan perhatiannya.
Febri membuang nafas panjang, dia tidak mungkin menceritakan. Jika, disuruh menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Baru, boleh pergi bekerja. Apalagi yang menyuruhnya adalah sang ibu mertua, itu sama saja dengan membongkar aib rumah tangganya.
"Kenapa diam, saja?" tanya–nya lagi. Sebab, tidak mendapatkan jawaban dari wanita yang selama ini menarik perhatiannya. Dimana, wanita pada umumnya akan menjerit dan berlomba-lomba menarik perhatiannya.
Namun, berbeda dengan Febri. Wanita itu terkesan dingin dan kaku, bahkan sangat sulit untuk diajak berbicara. Jika, bukan masalah pekerjaan atau hal yang mendesak.
"Jika, Anda keberatan membawa Saya? Tinggalkan, ditepi jalan," pinta Febri tanpa menoleh ke arah bosnya itu.
"Hahaha… mana bisa saya meninggalkan wanita cantik dipinggirkan jalan," gelaknya yang tidak habis pikir dengan ucapan Febri. Anak buahnya itu, sungguh menarik. Namun, sekali lagi sayang. Nasibnya tidak mujur, sebab menikahi Yusuf yang hanya bekerja sebagai office boy.
Pekerjaan yang paling rendah di perusahan yang Martin keola, sedangkan Febri. Menduduki tingkatan yang bisa dibilang tinggi. Dia bekerja dibagian marketing dan selalu berinteraksi dengan Martin sebagai pemilik perusahan tersebut.
Tidak terasa mobil yang dikendarai oleh Martin memasuki area kantor, Febri meminta diturunkan di depan gerbang. Sebab, takut menjadi pusat perhatian dan gunjingan karyawan lainnya. Sering kali, mereka yang iri dengan kedekatannya dengan Pak Martin. Membuat isu-isu yang mengatakan, jika dirinya menjadi simpanan pria tersebut.
Pada akhirnya, Febri akan bertengkar dengan sang suami yang merasa rendah diri dan makhluk paling tidak berarti. Dengan susah payah, Febri akan membujuk suaminya dan memberikan pengertian.
Bukan, suaminya. Bukan lagi mertuanya. Jika, mereka bertengkar. Maka, wanita itu akan memanas-manasi keadaan dan terjadi lah letusan gunung merapi. Hingga, Febri harus pulang ke rumah ayahnya. Guna menenangkan diri dan mencari solusi akan masalah yang tengah dihadapi. Hal, itu pula yang membuatnya enggan berurusan dengan Pak Martin. Kecuali, pekerjaan.
"Dek! Baru datang?" tanya Yusuf. Ketika, melihat istrinya yang berjalan mendekati area kantor. Dengan senyuman mengembang, seolah tidak memiliki beban. Febri mendekati sang suami dan menarik pelan tangan lelaki itu, lalu menciumnya lama. Dilanjutkan, dengan mengecup pipi Yusuf. Lelaki yang ia sayangi sepenuh hati, tanpa melihat harta atau tahta.
"Iya, Mas. Aku masuk dulu, ya? Mau absen," jelas Febri dan mendapatkan anggukan kepala dari sang suami.
Yusuf melanjutkan pekerjaannya, dia ingin membuang sampah di bagian luar. Pekerjaannya sebagai office boy yang mengharuskannya datang lebih awal dari karyawan yang lain.
Namun, tanpa mereka sadari. Ada sepasang mata melihat adegan romantis tersebut, "Kapan, aku bisa diposisi Yusuf?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
ⱮαLєƒι¢єηт
Balada menantu dan ibu mertua.
sabar yak, Febri😌
2023-03-04
0