Keesokan harinya, Senja terbangun sedikit kesiangan, kepalanya pusing akibat jambakan yang Risa lakukan kemarin malam, tapi sakit itu tidak mematahkan semangat Senja untuk pergi bersekolah. Gadis itu bergegas pergi ke kamar mandi dan menyiapkan diri serta barang-barang yang harus di bawanya sebelum berangkat ke sekolah.
Senja menuruti anak tangga rumahnya, dan seperti biasa, gadis itu melihat mamanya yang tengah tertidur di sebuah sofa, tapi kali ini tidak ada botol beer yang berserakan dimana-mana. Senja mendekat ke arah mamanya, gadis itu berpamitan kepada Risa dengan mencium punggung tangan wanita itu saat dalam keadaan tak sadarkan diri.
Senja kemudian mengambil sebuah kertas dan pulpen dari dalam tasnya, kemudian ia menuliskan sesuatu dan ditempelkannya kertas itu di pintu luar lemari es.
"Ma, Senja pamit ya, kalau mama lapar, tinggal hangatin aja makanan yang ada di dalam lemari es, Senja udah masak kok kemarin malam, semoga mama suka ya," Pamit Senja, kemudian gadis itu keluar dari rumah.
Seperti biasa, Angkasa sudah menunggu Senja didepan pintu gerbang rumah gadis itu, laki-laki itu melihat Senja yang baru saja keluar dari pintu rumah. Angkasa langsung membelokkan kendaraannya dan bersiap-siap untuk mengantar kekasihnya itu ke sekolah.
"Pagi Aksaa, maaf ya, kamu jadi nunggu lama banget, ternyata aku lupa memasang alarm kemarin malam," ucap Senja.
Angkasa yang mendengar gadisnya itu menyapa dan memanggil namanya, langsung menoleh dan menyapa balik gadis itu. Laki-laki itu terkejut melihat pipi Senja memerah dan bibirnya sedikit sobek. Angkasa bergegas turun dari motornya dan memegang pipi serta dagu gadisnya itu.
"Mukamu kenapa? Kok bisa luka sama lebam gini?" Tanya Angkasa dengan nada khawatir.
"Nggak apa-apa kok,"
"Nggak apa-apa gimana, apa mamamu memukul mu lagi?" Tanya Angkasa kembali.
"Issss, apaansih, ini aku cuma jatuh loh," elak Senja.
"Jatuh gimana, mana ada orang jatuh terus pipi dan bibirnya luka, apalagi itu lebam loh," Angkasa tak percaya.
"Ada loh, kemarin aku jatuh dengan gaya tengkurap, makanya gini, kalau gaya kayang beda lagi," bohong Senja.
"Tapi—"
Belum sempat Angkasa bertanya lagi, Senja dengan cepat menaiki motor Angkasa. Gadis itu menyuruh kekasihnya untuk bergegas pergi kesekolah agar tidak terlambat, apalagi pengawas guru piket sekarang adalah guru killer. Tak mau berdebat dengan gadisnya, Angkasa segera menaiki motornya dan melajukan kendaraannya itu.
...----------------...
Di dalam kelas Xll MIPA 1, diadakan ulangan harian mendadak, beberapa siswa disana mendadak ngeblank dihapan kertas soal mata pelajaran Matematika itu. Memang ada beberapa orang yang celingak-celingukan dan beberapa orang lagi mengerjakannya dengan santai, termasuk Senja.
"Shhhht, shhttt, Sen, Senjaaa," Panggil Surya dengan berbisik.
Surya adalah teman masa kecil Senja, Surya tahu kalau orang tua Senja sudah bercerai, ia pernah dijodoh-jodohkan oleh teman-teman sekelasnya, karena mereka berdua cocok, sepertinya?
"Senjaaa, jawaban nomor 3 apa?" Tanya Surya dengan berbisik.
"Iss, jawabannya 4 loh, padahal soalnya cuma 2 pangkat 2 ( 2² ) doang," Jawab Senja kesal.
Selesai menjawab soal-soal, bel istirahat pun berbunyi dan mereka semua mengumpulkan kertas jawaban mereka di depan meja guru. Surya mendekat ke arah meja Senja dan duduk di depan gadis itu, diikuti oleh Bulan.
"Ja, nomor 8 kamu jawab berapa?" Tanya Bulan.
"Soal nomor 8, itu jawabannya 6,25 sih," jawab Senja.
"Hah? Bukannya 6,20 ya?"
"Iss, aku gak tau juga, kalau Surya gimana?" Tanya Senja kepada Surya.
"Kalau aku, kalau aku 331 hehe," jawab Surya cengengesan.
Mendengar jawaban Surya, Senja dan Bulan menggeleng-gekengkan kepalanya, mereka lalu menuju ke kantin sekolah.
Seperti hari-hari biasa siswa-siswi SMA TINEGRA pulang pada pukul 16.30. Senja dan Angkasa janjian untuk sepulang sekolah ini akan pergi ke taman balai kota.
"Gimana, dah siap?" Tanya Angkasa yang sudah berada di depan pintu gerbang sekolah.
"Udah, yuk jalan," ucap Senja, kemudian ia menaiki motor Angkasa, dan laki-laki itu pun melajukan kendaraannya menuju ke sebuah taman.
...----------------...
Sesampainya di taman, mereka berdua bergandengan tangan seraya berjalan menyusuri jalan umum. Lalu mereka duduk di kursi taman yang disediakan untuk umum, mereka memandangi sekeliling taman itu, di depan mereka terdapat danau dengan bunga teratai dan angsa sebagai penghiasanya, di tengah danau, terdapat jembatan yang melengkung yang menghubungkan jalan yang Senja dan Angkasa lewati dengan jalan yang ada di seberang.
"Sayang, kamu harus jujur ya, kamu kenapa? Kok bisa sih wajahmu lebam," Tanya Angkasa kembali, tapi tidak di gubris oleh gadis itu.
"Senjaaa," Panggil Aksa sekali lagi.
"Ya, iya, ini dah aku mau jujur, aku di pukul sama mama," jawab Senja dengan sedikit nada ketus.
"Mamamu mabuk lagi?"
"Iya, tapi nggak apa-apa kok kalau dia mau mukulin aku, yang penting mama gak ngelakuin hal nekat kayak dulu lagi," ucap Senja saat mengingat kejadian yang hampir merenggut nyawa mamanya.
Angkasa mulai merangkul pundak Senja, laki-laki itu menyandarkan kepala gadisnya itu ke pundaknya. Angkasa tahu bahwa Senja selalu memendam masalahnya sendiri, makanya ia mengajak Senja pergi berdua untuk meluluhkan hati gadis itu.
"Sa, ke pantai yuk," ajak Senja.
"Ngapain?" Tanya laki-laki itu bingung.
"Nggak ada, aku pengen aja lihat sunset di pantai, boleh kan?"
"Yaudah ayo, tapi kalau udah hampir mau malam, kita langsung pulang ya," Ucap Angkasa membuat kesepakatan.
Mereka berdua lalu beranjak pergi dari taman dan akan pergi ke pantai, mereka melaju dengan cepat agar tidak keburu langit menggelap.
...----------------...
Di pantai yang mereka tuju, ternyata benar, disana ada sedikit orang, dan pemandangan saat matahari terbenam sangat indah, apalagi dengan suara ombak-ombak yang menabrak karang, menambah kesan suasana yang tenang.
Bagi Senja, dengan pergi ke pantai dan melihat sunset di sore hari, akan membuatnya tenang, dan sedikit melupakan rasa sakitnya. Saat itu ingin rasanya Senja menangis, tapi ia malu untuk menunjukkan wajahnya saat mengeluarkan air mata.
"Hei, gapapa kok, nangis aja, jangan ditahan," ucap Angkasa saat melihat mata Senja berkaca-kaca.
"Aku nggak nangis kok, lagian nangis itu gak akan menyelesaikan masalah," jawab Senja.
"Memang menangis itu nggak nyelesain masalah, tapi, dengan menangis, sedikit penat pada pikiranmu akan minggat," jelas Angkasa, yang membuat gadis itu mengeluarkan bulir bening dari matanya.
Segera Angkasa mendekap gadis itu dalam pelukannya, dan laki-laki itu mengajak Senja untuk duduk berdua di sebuah batu yang berada di pantai itu.
Langit semakin menggelap, dan orang-orang yang berkunjung ke pantai tersebut kebanyakan kembali ke rumah masing-masing, kecuali Angkasa dan Senja yang masih setia melihat sunset yang hampir tenggelam. Pantai itu menjadi begitu sunyi, hanya ada mereka berdua yang masih duduk dan berpelukan satu sama lain.
"Sayang, apakah sunyi itu menyenangkan Ya?" Tanya Angkasa.
"Iya, bahkan sunyi telah menjadi teman dan tempat menceritakan semuanya, tanpa orang lain bisa tau loh Sa," jawab Senja.
"Kamu terlalu mendalami perannya ya, sayang?" Tanya Angkasa lagi.
"Bukan mendalami, tapi menjalani, bukan kah seorang aktor harus bisa membawa penontonnya hanyut didalam ceritanya kan, Sa,"
"Tanpa harus tau bagaimana setting ulang dari aktor itu ya, sayang?" Tanya Angkasa lagi dan lagi.
"Iya, jangan tunjukkan bagaimana kelemahanmu, jangan tunjukkan kesedihanmu, karena kita nggak tau, siapa yang bisa kita percaya kan," jawab Senja, dan dibalas senyum serta anggukkan pada gadisnya itu.
"Lain kali, kamu jangan mendem masalah sendiri lagi ya, kan ada aku," ucap Angkasa.
Melihat cahaya sunset yang sudah hampir menghilang, Angkasa mengajak Senja untuk pulang kembali kerumah. Namun gadis itu ingin sedikit lebih lama lagi di sana, Angkasa melihat mata gadisnya yang sendu, hanya bisa mengiyakan permintaan gadisnya, untuk sedikit lebih lama di sana.
"Aksa, kamu inget gak pertemuan pertama kita? Apakah pertemuan bisa dikatakan kebetulan?" Tanya Senja.
"Senja, tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahkan air hujan pun memiliki alasan mengapa ia jatuh membasahi bumi," jawab Angkasa dengan senyumnya.
"Lalu bagaimana dengan Pertemuan yang singkat?"
"Senja, lihatlah langit kemerahan yang perlahan hilang dari cakrawala sana, bukankah keindahan semburat jingga itu adalah bentuk ucapan perpisahan dari matahari untuk langit?" Jelas Angkasa.
"Lantas apa kaitannya?"
"Bukan tentang sesingkat apa pertemuan, tapi tentang bagaimana kamu membuat kesan indah pada akhir cerita, dan kenangannya tak terbuang sia-sia"
Mendengar jawaban dari Angkasa, membuat Senja tersenyum lebar, ia merasa beruntung bertemu dengan Angkasa, seseorang yang selalu menemaninya.
"Aksa, boleh aku minta sesuatu gak?"
"Ya, boleh aja, kamu mau minta apa sayang?"
"Di hari kelulusan nanti, aku mau kamu membawa mawar putih ke pantai ini, kita ngerayain hari itu berdua ya," pinta Senja.
"Hari ini kita bisa membelinya—"
"Enggak, aku mau itu di hari kelulusan aja, Sa" Potong Senja.
Mendengar hal itu, Angkasa sekali lagi mengiyakan permintaan Senja, ia senang jika gadisnya itu senang. Setelah matahari sepenuhnya tenggelam, mereka pun pulang, Angkasa mengantarkan Senja kembali kerumahnya.
Pantai ini akan menjadi saksi bisu kita berdua, dan semoga kenangan ini tak pernah hilang dari memory.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments