Chapter 03. Kehangatan keluarga Angkasa [ Revisi ]

Malam hari, pada pukul 19.00 lewat lima menit, Angkasa akhirnya sampai di depan rumah Senja, segera laki-laki itu membukakan helm dari kepala gadisnya. Melihat langit yang bergemuruh awan pertanda akan turun hujan, Angkasa pamit kepada Senja untuk kembali pulang, diikuti oleh gadis itu yang mulai memasuki pintu gerbang rumahnya.

Sesampainya di depan pintu rumah utama, Senja berusaha membuka pintu tersebut, namun pintunya terkunci, Senja mencari-cari kunci itu di bawah pot-pot bunga tempat biasanya ia menaruh kunci, namun hasilnya nihil, gadis itu tetap tidak menemukan kuncinya.

Akhirnya Senja pasrah menunggu mamanya kembali pulang. Gadis itu menunggu dan menunggu, detik berganti detik, menit berganti menit, dan jam berganti jam, namun tetap tak terlihat kendaraan mamanya pulang. Dari hanya segerintik gerimis hingga menjadi hujan yang lebat. Senja yang saat itu hanya memakai seragam sekolah, terlihat menggigil kedinginan, gadis itu duduk meringkuk di pojok dinding luar rumahnya sembari memeluk kedua lututnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.25 malam, Senja semakin kedinginan, ia melihat hujan yang tak kunjung reda dan mamanya yang tak kunjung kembali.

Bzzzz-Bzzzz

Terdengar suara getaran dari dalam tas Senja, kemudian gadis itu merogoh kedalam tasnya dan mengambil benda pipih berbentuk persegi panjang. Senja membuka handphone tersebut dan melihat pesan singkat dari kekasihnya.

Aksa : Kamu udah tidur?

Senja : Belum, masih belum ngantuk

Aksa : Jangan bergadang ya, mamamu gak mukul atau marah ke kamu kan tadi?

Senja : Mama belum pulang

Setelah Angkasa membaca balasan pesan dari Senja, laki-laki itu segera menekan icon telepon dan menghubungi gadisnya. Senja yang melihat Angkasa menelponnya secara mendadak, segera ia langsung mengangkat telepon dari kekasihnya itu.

"Kamu dimana sekarang?" Tanya Angkasa.

"Di rumah, lagi nunggu mama," Jawab Senja lirih.

"Kamu kenapa? Kok suaramu begitu? Kamu masih diluar? Kok nggak masuk?" Tanya Angkasa berentet saat mendengar suara gemuruh petir di seberang panggilan sana.

"Nggak bisa, Sa, kuncinya nggak ada. Mama aja belum pulang sampai sekarang,"

"Aku jemput kamu sekarang ya," Lanjut laki-laki itu dan kemudian ia menutup teleponnya.

Tanpa menunggu persetujuan Senja, Angkasa langsung menyambar kunci motornya, kemudian laki-laki itu berlari menuruni anak tangga rumahnya. Sebelum Angkasa keluar dari pintu rumah, ia tiba-tiba dicekat oleh seorang wanita paruh baya.

"Mau kemana kamu nak? Hujan-hujan gini," Tanya Rifda selaku mamanya Angkasa.

"Aksa mau jemput Senja, mi. Kasihan dia diluar kedinginan sendirian," jelas laki-laki itu.

"Loh, mamanya nak Senja kemana?" Rifda bertanya lagi.

"Mamanya nggak tahu kemana, mi, sampai sekarang belum pulang-pulang juga,"

"Astagfirullah, yaudah sana, cepat kamu jemput nak Senja," ucap Rifda dengan nada khawatir.

Rifda memang sudah mengetahui hubungan anaknya dan juga Senja. Rifda awalnya tidak mengizinkan hubungan mereka berdua karena terhalang oleh tembok yang begitu tinggi, yaitu agama. Tapi setelah mendengar tuturan penjelasan dari anaknya, bagaimana hidup gadisnya itu. Rifda menjadi iba dan ia sudah menganggap Senja sebagai anaknya sendiri dan lama-kelamaan Senja dan Rifda menjadi sangat akrab.

"Aksa berangkat dulu ya, mi, assalamualaikum," salam Angkasa yang kemudian melenggang pergi.

"Waalaikumsalam," jawab Rifda, kemudian wanita paruh baya itu bergegas menyiapkan kamar tamu untuk ditempati oleh Senja.

Angkasa memakai sebuah mantel dan segera menerobos hujan yang begitu deras. Laki-laki itu melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Sesampainya dirumah Senja, Angkasa memarkirkan motornya dengan asal-asalan di depan pintu gerbang rumah gadis itu.

Melihat gadisnya yang meringkuk kedinginan dengan tubuh yang gemetar, Angkasa takut kalau penyakit asma dari gadisnya itu akan kambuh. Angkasa membuka pintu gerbang dan berlari menghampiri gadisnya itu.

"Sayang," Panggil Angkasa yang membuat Senja menoleh ke arahnya.

"Aksa, ihh kamu, kenapa coba kamu langsung matiin telponnya, nggak usah jemput aku gapapa, aku nunggu mama disini aja," ucap Senja.

Angkasa kemudian menyamakan tingginya di depan gadisnya itu, ia membelai-belai rambut Senja secara lembut.

"Mau sampai kapan kamu nunggu? Sampai besok pagi, hah? Ayo ikut aku pulang, umi udah nunggu kamu dirumah. Akhas juga udah kangen sama kamu, ayo," ajak Angkasa dan membantu Senja untuk berdiri.

"Nanti kalau mama datang gimana?" Ujar Senja dengan nada takut.

"Nggak apa-apa, nanti biar aku yang ngomong sama mama kamu ya, jadi kamu tenang aja," jawab Angkasa menenangkan Senja, dan di balas anggukan oleh gadis itu.

Angkasa memakaikan jas hujan cadangan kepada gadisnya itu, kemudian ia merangkul tubuh Senja keluar dari pintu gerbang dan pergi melajukan motornya ke rumah Angkasa.

Sesampainya di rumah Angkasa, laki-laki itu memasukan motornya kedalam bagasi dan melepaskan matelnya, setelah itu, mereka masuk kedalam rumah.

"Assalamualaikum mi," salam Angkasa.

"Waalaikumsalam, ehh nak Senjaa, sini nak," panggil Rifda, dan mengajak gadis itu untuk duduk di dekatnya di sebuah sofa.

"Malam umi, maaf ya mi, Senja datang malam-malam dan ngerepotin Umi," Ucap Senja sembari mencium punggung tangan Rifda.

"Kamu ngomong apa sih, sama sekali nggak ngerepotin kok, kamu udah umi anggap sebagai anak umi sendiri, jadi jangan sungkan-sungkan ya kalau kesini. Anggap aja ini rumah nak Senja, dan umi sama abi adalah orang tua Senja," jelas Rifda seraya mengelus-elus kepala Senja.

Mendengar tuturan Rifda, Senja tanpa sadar meneteskan air matanya. Melihat gadis itu menangis, Rifda kemudian memeluk Senja dan pelukan itu dibalas oleh gadis itu. Angkasa yang melihat umi dan kekasihnya sedang berpelukan hanya bisa tersenyum.

Senja merasakan hangatnya dekapan seorang ibu, sudah lama ia tidak merasakan perasaan hangat ini, ia tersenyum, syukur ia masih memiliki seseorang yang bisa menerimanya. Sebuah keluarga yang hangat yang bisa ia jadikan sandaran, walaupun itu bukan keluarga kandungnya, tapi kasih sayangnya seperti orang tua yang sebenarnya.

Saat tengah hanyut di dalam suasana, tiba-tiba ada suara seorang anak kecil yang memanggil nama Senja. Ya, dia adalah Akhas, adik dari Angkasa. Akhas sangat senang dengan kedatangan Senja, ia rindu dengan gadis itu, sudah lama gadis itu tidak mengunjunginya dan bermain dengannya.

"Kak Senjaaaa," panggil Akhas sambil berlari kecil menghampiri Senja.

Mendengar dan melihat bahwa Akhas menghampirinya, Senja kemudian melepaskan pelukannya dan menyerka air matanya.

"Akhass, jangan lari-lari gitu dong, nanti jatuh," ucap Senja sembari menggendong Akhas.

"Akhas kangen kak Senja, kak Senja kemana aja. Kok jarang kesini?" Tanya Akhas anak yang baru memasuki usia enam tahun itu.

"Kak Senja lagi sibuk sayang, makanya jarang kesini," jelas Senja.

Akhas langsung memeluk erat leher Senja saat anak kecil itu masih digendongannya, ia melepas kerinduan yang ada pada dirinya.

"Kak Senja, nanti main yuk," ajak Akhas.

"Adek, biarin Kak Senjanya mandi terus makan dulu ya. Sekarang udah malam, besok lagi kita mainnya," cegah Rifda.

"Yaahhh, tapi boleh gak malam ini Akhas tidur bareng kak Senja," pinta Akhas.

"Boleh sayang, nanti kita tidur bareng ya," jawab Senja.

Mendengar jawaban Senja, Akhas menjadi senang, ia kemudian dengan cepat-cepat mengantarkan Senja ke kamar tamu yang ada di lantai atas. Akhas menyuruh Senja untuk cepat membersihkan diri dan setelah itu makan malam.

Senja hanya tersenyum dan mengelus-elus kepala Akhas, gadis itu kemudian pergi ke kamar mandi.

Selesai membersihkan diri, Senja meminjam daster kepada Rifda, karena gadis itu tak membawa satu helai pakaian ganti. Saat ini Senja tengah memakai daster milik Rifda, kemudian gadis itu turun untuk makan malam bersama keluarga Angkasa.

"Nak Senja, sini makan bareng," ajak Umar, selaku abi dari Angkasa dan Akhas.

"Iya bi," jawab Senja.

Senja melihat keluarga Angkasa yang penuh dengan canda dan tawa. Rumah yang begitu ramai dan hangat, sangat jauh berbeda dengan rumahnya.

Makan malam yang begitu sangat berarti baginya, kehangatan yang keluarga Angkasa berikan kepadanya, sangat membekas dihati Senja.

Moment pertama Senja, merasakan kehangatan keluarga yang sudah lama hilang.

Episodes
1 PROLOG [ Revisi ]
2 Chapter 01. Berharap Pada Hari Esok [ Revisi ]
3 Chapter 02. Memory [ Revisi ]
4 Chapter 03. Kehangatan keluarga Angkasa [ Revisi ]
5 Chapter 04. Perasaan & Harapan [ Revisi ]
6 Chapter 05. Sang Hujan [ Revisi ]
7 Chapter 06. Sebelum Retakan
8 Chapter 07. Awal Retaknya Hubungan.
9 Chapter 08. Goresan Luka
10 Chapter 09. Kisah Kelam Risa & Kebenaran tentang Senja
11 Chapter 10. Jejak Darah
12 Chapter 11. Kunjungan Berakhir Pilu
13 Chapter 12. Kunjungan Berakhir Pilu ll
14 Chapter 13. Sunyi
15 Chapter 14. Hilangnya Kepercayaan
16 Chapter 15. Tuduhan
17 Chapter 16. Cacian kepada Insan tak Bersalah
18 Chapter 17. Diam Tak Merubah Apapun
19 Chapter 18. Hukuman dengan Ancaman
20 Chapter 19. Runtuh
21 Chapter 20. Lengkara Putri Samudra
22 Chapter 21. Biola Lengkara
23 Chapter 22. Muak
24 Chapter 23. Satu yang Terungkap
25 Chapter 24. Tuduhan Kembali
26 Chapter 25. Cacian bukanlah Perhatian
27 Chapter 26. Yang Terbaik dalam Memberi Luka
28 Chapter 27. Tunangan
29 Chapter 28. Pembawa Sial
30 Chapter 29. Antara Hidup dan Mati
31 Chapter 30. Maaf dan Terima Kasih
32 Chapter 31. Janji Terakhir
33 Chapter 32. 00.00
34 Chapter 33. Memungkinkan yang Tidak Mungkin
35 Chapter 34. Terungkap
36 Chapter 35. Terungkap ll
37 Chapter 36. Antara Senang dan Sedih
38 Chapter 37. Siuman
39 Chapter 38. Bernostalgia
40 Chapter 39. Jantung Hati
41 Chapter 40. Pelukan
42 Chapter 41. Selamat Ulang Tahun
43 Chapter 42. From All Pain
44 Chapter 43. Menuju Keabadian
45 Chapter 44. Kenangan yang Harus Dilupakan?
46 Chapter 45. Karma
47 Chapter 46. Detak Jantung
48 Chapter 47. Bunga Tidur
49 Chapter 48. Medali untuk Lengkara
50 Chapter 49. Pamitan Terakhir
51 Epilog [ END ]
Episodes

Updated 51 Episodes

1
PROLOG [ Revisi ]
2
Chapter 01. Berharap Pada Hari Esok [ Revisi ]
3
Chapter 02. Memory [ Revisi ]
4
Chapter 03. Kehangatan keluarga Angkasa [ Revisi ]
5
Chapter 04. Perasaan & Harapan [ Revisi ]
6
Chapter 05. Sang Hujan [ Revisi ]
7
Chapter 06. Sebelum Retakan
8
Chapter 07. Awal Retaknya Hubungan.
9
Chapter 08. Goresan Luka
10
Chapter 09. Kisah Kelam Risa & Kebenaran tentang Senja
11
Chapter 10. Jejak Darah
12
Chapter 11. Kunjungan Berakhir Pilu
13
Chapter 12. Kunjungan Berakhir Pilu ll
14
Chapter 13. Sunyi
15
Chapter 14. Hilangnya Kepercayaan
16
Chapter 15. Tuduhan
17
Chapter 16. Cacian kepada Insan tak Bersalah
18
Chapter 17. Diam Tak Merubah Apapun
19
Chapter 18. Hukuman dengan Ancaman
20
Chapter 19. Runtuh
21
Chapter 20. Lengkara Putri Samudra
22
Chapter 21. Biola Lengkara
23
Chapter 22. Muak
24
Chapter 23. Satu yang Terungkap
25
Chapter 24. Tuduhan Kembali
26
Chapter 25. Cacian bukanlah Perhatian
27
Chapter 26. Yang Terbaik dalam Memberi Luka
28
Chapter 27. Tunangan
29
Chapter 28. Pembawa Sial
30
Chapter 29. Antara Hidup dan Mati
31
Chapter 30. Maaf dan Terima Kasih
32
Chapter 31. Janji Terakhir
33
Chapter 32. 00.00
34
Chapter 33. Memungkinkan yang Tidak Mungkin
35
Chapter 34. Terungkap
36
Chapter 35. Terungkap ll
37
Chapter 36. Antara Senang dan Sedih
38
Chapter 37. Siuman
39
Chapter 38. Bernostalgia
40
Chapter 39. Jantung Hati
41
Chapter 40. Pelukan
42
Chapter 41. Selamat Ulang Tahun
43
Chapter 42. From All Pain
44
Chapter 43. Menuju Keabadian
45
Chapter 44. Kenangan yang Harus Dilupakan?
46
Chapter 45. Karma
47
Chapter 46. Detak Jantung
48
Chapter 47. Bunga Tidur
49
Chapter 48. Medali untuk Lengkara
50
Chapter 49. Pamitan Terakhir
51
Epilog [ END ]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!