Permainan

Ian menatap pria yang duduk di hadapannya tanpa berkedip. Pria yang diperkenalkan Lyli sebagai kekasihnya. Suara celotehan Lyli tidak mampu mengusir ketegangan antara dua pria itu. Keduanya saling tatap dengan aura permusuhan yang begitu kentara. Jelas jika keduanya tidak saling menyukai. Baik Ian maupun Rio, pria itu bernama Rio, Mario Erlan lebih tepatnya.

Kredit Pinterest.com

Introducing Mario Erlan

"Eh, kalian gak minum kopi. Ian kamu gak ngopi lagi kalau pagi?"

Pertanyaan Lyli membuat dua sudut bibir Ian tertarik. Tidak dia sangka setelah sepuluh tahun, gadis itu masih ingat dengan kebiasaannya. Lyli adalah fans berat Ian waktu sekolah menengah. Segala hal yang menyangkut Ian, gadis itu pasti tahu.

"Kamu masih ingat dengan kebiasanku?"

"Ehhh...."

Lyli seketika sadar dengan ucapannya. Senyum samar Ian terlihat kala melihat raut wajah tidak suka dari Rio. "Ehh bukan begitu. Aku pikir....alah sudahlah jangan dibahas. Aku pergi."

Rio beranjak dari duduknya, tanpa bicara pria itu mengekor Lyli. Satu tatapan tajam Rio berikan pada Ian sebelum menghilang di balik pintu. Setelah Lyli dan Rio pergi, Ian menarik nafasnya.

"Apa tujuanmu mendekati Lyli?"

Gumam Ian pelan. Melihat Rio, semakin besar keinginan Ian untuk merebut Lyli. Sementara itu, suasana menjadi sedikit tegang saat Rio dan Lyli sudah masuk ke dalam mobil.

"Siapa dia?" Tanya Rio pelan. Tatapan pria itu juga berubah lebih lembut. Dilihatnya wajah ayu Lyli. Gadis yang hampir setahun ini dia pacari.

"Teman sekolah dulu. Sekarang dia dirut rumah sakit tempatku bekerja. Dia terluka semalam dan aku menolongnya. Karena sudah malam, aku biarin dia nginep. Dia lagi nunggu jemputan asistennya. Kakak tidak marah kan?"

Rio tersenyum manis, sambil mengusap kepala Lyli. "Tidak, tentu saja tidak. Kakak percaya sama kamu."

Senyum Lyli pudar seketika. Bukan, bukan ini yang dia harapkan. Setahun menjalin kasih dengan Rio, pria itu selalu bersikap baik padanya. Baik, hanya sebatas baik. Tidak ada emosi yang terlibat di dalamnya. Lyli tadi sempat berharap kalau Rio akan menunjukkan sedikit rasa cemburu atau tidak suka pada Ian. Tapi nyatanya tidak. Wajah pria itu datar tanpa ekspresi.

Raut wajah Lyli terlihat kecewa. Hubungannya dengan Rio dipandang orang sangat harmonis. Mereka tidak pernah bertengkar. Tidak pernah berdebat. Rio selalu menuruti keinginannya tanpa berpikir dua kali. Bagi pasangan lain, berselisih paham dengan kekasih sangat dihindari. Tapi Lyli, ingin merasakan itu.

Dia ingin menjadi pasangan untuk Rio, yang saling melengkapi, jika mereka memiliki kekurangan, dan mengingatkan jika salah satu melakukan kesalahan. Bukan menjadi seorang putri yang harus selalu dituruti kemauannya. Lyli pikir ada yang tidak beres dengan hubungannya dengan Rio.

Perasaan itu terus berkecamuk di dada Lyli. Hingga mereka sampai di rumah sakit tempat Lyli bekerja. Gadis itu bahkan tidak merespon saat Rio mencium puncak kepala Lyli, alih-alih mencium pipi atau bibir menggoda milik Lyli. Gadis itu membuang nafasnya kasar, saat mobil Rio menjauh dari hadapannya.

Lyli berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang nampak lengang. Divisinya berada di lantai lima, dan pasien ditempatkan di lantai lima dan enam. Pikiran Lyli melayang kemana-mana. Sebenarnya bagaimana perasaan Rio yang sesungguhnya pada dirinya. Pertanyaan itu kini berputar di benak Lyli.

"Aku gak nyangka kalau pacarmu pagi-pagi sudah apel ke tempatmu."

Bibir Lyli langsung manyun lima senti. Satu lagi perusak mood. Lyli sekilas melihat Ian yang sudah mengganti pakaiannya. Memakai kemeja berwarna hitam dan celana senada.

"Kamu mau melayat ke tempat siapa?"

Ian mendelik saat Lyli dengan enteng mengatainya mau ke pemakaman. "Enak saja melayat. Ini keren tahu."

"Lenganmu terlalu ketat. Itu akan menekan lukanya." Kata Lyli setengah berbisik. Entah tubuh Ian yang super atletis atau ukuran kemeja Ian salah. Tapi kemeja itu berubah menjadi slim fit ditubuh Ian. Terlebih bagian dada dan lengan. Jelas sekali jika otot-otot ditempat itu terbentuk dengan sempurna.

"Masak sik? Terus aku suruh pakai oblong gitu ke kantor."

"Kan luarnya bisa pakai jas. Resmi. Meeting oke, santai oke."

Ketus Lyli. Nah ini perbedaan paling kentara saat bersama Rio dan Ian. Pria disamping Lyli saat ini, mampu membuat gadis itu menjadi dirinya sendiri. Tidak ada kepura-puraan saat Lyli bersama Ian. Pria itu bahkan dengan tegas menolak jika Ian tidak mau. Ian juga tidak segan untuk sekedar berdebat dengan Lyli.

"Tunggu aku di atas. Akan kuperiksa lukamu."

"Tumben baik."

Ledek Ian. Biasanya boro-boro perhatian. Melihat Ian saja, Lyli kadang tidak mau.

"Mau ditolongin gak?" Ketus Lyli.

"Ya maulah. Siapa sih yang nolak diperiksa sama dokter secantik kamu."

Blush, pipi Lyli bersemu merah mendengar gombalan Ian yang hampir setahun ini dia dengar. Biasanya dia marah kalau dirayu Ian. Namun kali ini kok rasanya lain.

"Pakai kaos oblong nanti. Kalau tidak, aku gunting kemejamu." Ancam Lyli sambil berjalan keluar lift.

"Jangan lupa anastesi sama pain kller-nya. Nanti bahaya kalau aku pakai pain killer alami."

Teriakan Ian membuat Lyli langsung menggigit bibir bawahnya. Teringat bagaimana Ian menciumnya. Lembut dan intens. Hal yang tidak pernah dia dapat dari Rio. "Haisshh, kenapa rasanya aku seperti sedang berselingkuh dengannya." Gumam Lyli lirih.

Sementara itu, Rio rupanya tidak benar-benar pergi dari tempat itu. Pria itu malah memarkirkan mobilnya di parkir samping rumah sakit. Tempat yang jarang dipakai pengungjung untuk meletakkan kendaraannya.

Pria itu tengah mengulik laptopnya. Mengutak atik blue print rumah sakit Ian. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya saat melihat Ian. Jika yang dia duga benar maka Lyli bisa dia jadikan alat untuk menyakiti pria itu.

Pria itu memdesssah kesal. Sebab sejak tadi dia tidak bisa menerobos masuk ke sistem rumah sakit Ian. Ada sesuatu yang memback up sistem rumah sakit Ian. Hingga akhirnya Rio menutup laptopnya kasar. Kesal karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sampai dia melihat, ambulans masuk ke area belakang rumah sakit. Curiga, Rio mengikuti mobil itu. Mengendap-endap layaknya pencuri. Rio masuk ke sana. Memakai masker dan topi, wajah Rio tertutupi dengan sempurna. Dia ingin tahu apa yang mereka lakukan.

Mengikuti dua orang yang mendorong sebuah brankar pasien menuju lift yang membawa ke lantai dasar. "Ahhh, ada ruang rahasia di rumah sakit ini." Batin Rio senang.

Beberapa waktu berlalu dan Rio berhasil menyelinap masuk ke ruang bawah milik Ian. Begitu sampai di tempat yang lebih dalam dari basement rumah sakit, pria itu langsung dihadapkan pada sesuatu yang membuat bibir Rio tersenyum penuh kemenangan.

Sebuah pemandangan yang membuat Rio merasa memiliki kartu As Ian. Tanpa Rio tahu, semua gerak-geriknya terpantau oleh The Eye.

"Kau ingin memulai permainannya sekarang? Tidak masalah, X."

Bibir Ian melengkung sempurna, sebuah senyum mengerikan pria itu tampilkan. Bersamaan dengan pintu yang digedor dari luar.

***

Up lagi readers,

Jangan lupa ritual jempolnya ya.. .

*****

Terpopuler

Comments

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

yaaak, Lily mulai membandingkan

2023-03-02

1

Lyandra Wheeler

Lyandra Wheeler

kerja bagus the eye

2023-03-02

1

Lyandra Wheeler

Lyandra Wheeler

gapapa selingkuh aja, bukannya kamu mencintai dia?🍃

2023-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!