Ian melirik kaca spion mobilnya, pria itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mobil di belakangnya ikut menaikkan kecepatan kuda besi mereka. Senyum Ian mengembang. Ini yang dia harapkan. Kebut-kebutan ala film Too Fast Too Furious pun terjadi. Ian merasa senang ketika The Eye menampilkan raut wajah kesal pengejarnya. The Eye terhubung dengan satelit Icarus milik Rusia.
Hingga citra satelit itu pun mampu ditangkap oleh sistem. Lantas ditampilkan di monitor yang Ian pasang pada mobilnya. Melihat pengejarnya mencoba mengimbangi kecepatannya, Ian semakin gila-gilaan memacu kuda besinya. Maklum pria itu memakai Lamborghini Aventador yang kecepatan maksimal bisa mencapai 349 km/jam. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kuda besi itu melaju kencang tanpa kendala di jalanan kosong.
Kredit Pinterest.com
Lamborghini Aventador
Beberapa detik berlalu dan mobil lawannya mulai menyerah. Ian tersenyum penuh kemenangan. Namun senyum itu tidak berlangsung lama. Karena dari sisi kiri masuk mobil yang sama dengannya. "Sial!" Ian mengumpat seketika. Terlebih ketika orang yang mengendarai mobil itu melambaikan tangan pada Ian. Ian semakin yakin kalau semua ini terencana.
Balapan itu kini berlangsung imbang. Baik Ian dan lawannya kini bisa melaju seimbang di jalan raya yang seketika berubah menjadi lintasan balapan bagi dua super car itu.
Jalan raya itu hampir mencapai ujungnya, dua pengemudi itu masih saling menyusul satu sama lain. Ekor mata keduanya saling mengawasi. Lawan Ian memakai masker, sedang dirinya berada di balik perlindungan The Eye. Jadi lawannya tidak melihat rupa dirinya yang sebenar. Tapi The Eye mampu menampilkan wajah di balik masker lawan Ian.
Ian menyeringai penuh kemenangan ketika dia melihat akhir dari jalanan ini. Ian pikir dia akan menang. Tapi siapa sangka, di detik terakhir, lawan Ian memberi kode mati dengan tangannya. Ian mengalahkan pandangannya ke depan. Tidak ada apa-apa di sana. Tapi ketika dia menoleh ke lawan Ian. Ian membulatkan mata. Lawan Ian tengah membidiknya. Dan "dooorr", "kratak". Kaca mobil anti peluru dengan tebal 43 mm, itu retak kemudian pecah. Berikutnya terdengar ringisan Ian karena peluru itu berhasil melukai lengannya.
Pria itu buru-buru menghentikan mobilnya. Kepala Ian langsung bersandar pada kemudi. Bersamaan dengan itu, dilihatnya lawan Ian melajukan mobilnya, meninggalkan Ian setelah melambaikan tangan. Ian memejamkan mata, menahan perih sekaligus panas pada lukanya yang mulai mengalirkan darah.
"Mobil polisi jarak 500 meter."
"Sial! Ambil kendali."
The Eye merespon. Ian menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ketika kemudi mobil itu diambil alih oleh sistem. Tapi dengan polisi mengejar mereka. Ian tidak mungkin meminta sistem untuk mengebut. "Cari tempat untuk sembunyi. Lalu kamuflase."
Sistem merespon, menyalip sebuah truk kontainer, ketika mereka mulai masuk ke jalanan padat kendaraan. Mobil Ian melesat cepat lantas memotong laju truk kontainer tersebut, ketika mobil Ian belok kiri tanpa memberi tanda. Supir kontainer itu terkejut. Lantas menginjak pedal rem sedalam yang dia bisa. Bunyi "ciiiiiiitttttt" keras terdengar ketika ban mobil kontainer itu beradu dengan aspal. Truk besar itu berhasil berhenti tapi dengan posisi melintang di tengah jalan.
"Sial!" Polisi yang mengejar Ian mengumpat kesal. Melihat keadaan kontainer itu, bisa dipastikan kalau target mereka berhasil lolos.
Sedang Ian berhasil melarikan diri dari kejaran polisi. Mobil pria itu mulai mengubah tampilannya. Dari warna hitam menjadi merah dengan nomor plat yang juga ikut berganti. "Done" sistem memberitahu Ian. Mobil merah menyala itu kini sedang melaju di antara bangunan tinggi menjulang. Kawasan apartemen.
"Kau perlu dokter."
Sistem bicara sembari menganalisa luka Ian. Pria itu sesekali memejamkan mata. Dia perlu dokter, dia perlu painkiller. Saat itulah dia melihat seseorang.
Lyli baru saja keluar dari mobilnya. Hari ini pasiennya cukup banyak hingga mengharuskan dia tinggal di rumah sakit sampai larut malam. Wanita cantik itu sudah melepas jas dokternya. Karena sudah malam, Lyli memutuskan untuk pulang ke apartemennya yang lebih dekat.
Lyli baru akan menekan tombol tutup pada pintu lift ketika seseorang menahan pintu. "Tolong aku!" Lyli membulatkan mata melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Kau kenapa?"
Lyli cukup panik melihat lengan Ian yang berdarah. Begitu sampai di unit Lyli, gadis itu dengan cekatan mengobati luka Ian. "Kau tertembak?" tanya Lyli.
Ian tidak menjawab. Pria itu hanya terdiam menikmati rasa perih yang alkohol berikan. "Ini harus dioperasi. Kau harus pergi ke rumah sakit."
"Lakukan dengan cara lama."
Lyli dan Ian sesaat berpandangan. Hingga pada akhirnya Lyli tidak punya pilihan. "Jangan nangis aku tidak punya anastesi atau painkiller untuk operasi."
Perkataan ketus Lyli di sambut senyum penuh arti oleh Ian. "Aku akan menemukan pain killer alami." Kata pria itu santai. Ian telah membuka kemeja hitamnya, menyisakan tubuh berotot yang seketika membuat Lyli menelan ludahnya.
"Kenapa? Tubuh pacarmu tidak sebagus milikku?"
Lyli melengos mendengar ejekan Ian. Jangankan melihat tubuh sang kekasih. Berciuman saja mereka belum pernah. Padahal mereka sudah satu tahun berpacaran. Enggan menanggapi ucapan Ian, Lyli hanya fokus pada penjepit yang sudah dipanaskan. Sterilisasi zaman dulu. "Aku mulai!"
Ian memejamkan mata, merasakan besi panas itu mulai menyeruak masuk di antara dagingnya. Kembali meninggalkan rasa perih dan panas sekaligus. Rasa sakitnya semakin menjadi ketika besi itu menemukan sasarannya. Sebuah gerakan mencongkel Lyli lakukan. Meski lembut, tapi Ian benar-benar kesakitan. Nafas pria itu memburu. Menahan sakit luar biasa, pria itu perlu painkiller atau apapun untuk mengalihkan rasa sakitnya.
Hingga ketika Lyli menarik penjepit bersama pelurunya. Ian dengan cepat menarik pinggang Lyli. Membawa tubuh ramping Lyli ke atas tubuhnya. Tanpa memberi waktu Lyli untuk berpikir. Ian langsung mencium bibir Lyli. Satu tangan Ian menekan tengkuk Lyli. Menjerat Lyli agar tidak lari. Mata Lyli membulat, menyadari kelancangan Ian. Gadis itu menekan dada Ian, ingin melepaskan diri. Tapi pria itu justru memperdalam ciumannya. Lily gagal memberontak. Meski terluka, tapi tenaga Ian begitu besar.
"Painkiller alamiku."
Seringai penuh kemenangan Ian tampilkan. Detik berikutnya, Ian mulai memejamkan mata. Menikmati rasa sakit yang berangsur berkurang. Lyli mendengus geram atas aksi Ian. Pria kurang ajar itu sudah mencuri ciumannya.
"Kau benar-benar brengsek Ian. Kau membuatku merasa aku telah berselingkuh dari pacarku."
"Aku tidak hanya akan menyelingkuhimu. Tapi aku akan merebutmu darinya."
Kata Ian lirih. Sepertinya pria itu mulai tertidur. Membiarkan Lyli menyelesaikan tugasnya. Membersihkan sisa darah di lengan berotot Ian. Memberinya antiseptik lantas membalut luka pria itu. Lyli perlahan mengusap peluh Ian yang ada di dahi pria itu.
"Kau memang brengsek sejak dulu." Maki Lyli sembari melihat sebutir peluru yang ada wadah stainless stell kecil. "Kaliber 9 mm, ini dari jenis Glock 17. Dan ditembakkan dari jarak dekat." Gumam Lyli pelan.
Tanda tanya mulai timbul di pikiran Lyli. Siapa Ian? Kenapa dia mendapatkan luka tembak sedekat ini? Serta beberapa pertanyaan lain yang tiba-tiba saja membuat Lily menarik kesimpulan soal siapa Ian. Apa dia seorang.....?
****
Up lagi readers,
Jangan lupa ritual jempolnya 🤗🤗🤗
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Lyandra Wheeler
💨siapa?
2023-03-02
1
Lyandra Wheeler
✨🙃 aku ternyata pintar 😂
2023-03-02
1
Lyandra Wheeler
🍃aku tidak akan melakukan tindakan pelukan atau apalah kecuali bersama orang yang benar-benar ku cintai ~
2023-03-02
1