Hanya Figuran Cadangan

Hanya Figuran Cadangan

Pandangan Pertama

Irul Mirganhata dan Shari Maleyha adalah teman sekelas. Keduanya memiliki sifat yang tidak berbeda jauh. Sama-sama perasa, terhadap sesuatu hal yang tidak nyaman. Nikna perempuan yang ceria, pengertian, namun tidak suka membujuk. Ketiganya menjalani hidup dikemas dalam satu wadah, disajikan dalam bentuk aksara.

Pagi-pagi sekali sebelum pergi ke ladang, Pak Unar membangunkan putranya. "Nak bangun, sudah waktunya sekolah."

"Iya Pak, sudah bangun dari waktu Subuh." jawab Irul.

Irul menendang selimut, yang sejak tadi setia menempel padanya. Hari sudah pagi, cukup puas memeluk bantal guling. Warthi melihat Irul yang mengenakan baju sekolah berwarna biru langit, dengan perpaduan celana hitam.

"Nak, kamu terlihat tampan hari ini." puji Warthi.

"Heheh... Mamak bisa saja." jawab Irul.

"Irul sudah punya pacar belum?" goda Aruqil.

"Belum Kak, aku ini masih sekolah." jawab Irul.

"Iya Irul, sekolah harus sampai lulus. Kasian Mamak dan Bapak kamu." sahut Qiyaus.

"InsyaAllah sampai lulus. Para Kakak doakan Irul iya." Tersenyum ke arah semuanya.

Tidak butuh waktu lama, Irul sudah sampai ke sekolah. Dia bertemu dengan teman karibnya, yang bernama Yutra.

"Halo Irul, selamat pagi!" sapa Yutra.

"Pagi Yutra." jawab Irul.

"Ibu Aima hari ini akan membahas pelajaran Neraca Saldo." ujar Yutra.

"Aku kalau tidak tahu, pasti menjadikan kamu sasaran untuk bertanya." Irul merentangkan kedua telapak tangannya.

Shari berdiri di depan pintu, dengan raut wajah dinginnya. Tangkai sapu hendak terjatuh, lalu ditangkap oleh tangannya sendiri. Shari pun tersenyum lucu, karena kakinya sendiri yang menyenggol.

”Haduh Shari, Shari, bisa-bisanya kamu ini. Untung bukan pintu kaca yang menimpa.” batin berbicara.

Shari berganti posisi berdiri di emperan, saat melihat Yutra dan Irul hendak masuk ke kelas. Awalnya masih biasa saja, belum memiliki rasa apa pun.

"Hai Shari!" sapa Qusna.

"Hai, eh sudah datang." Shari tersenyum ke arahnya.

Mereka masuk ke dalam kelas, lalu Irul melihat ke arah Shari sambil senyum. Shari menundukkan kepalanya, dengan mata mengekori gerak tali sepatu sendiri.

Shari fokus ke pelajaran, tentang rasa kagum bisa disingkirkan. Dia ingin membahas sekolah dulu, tidak mau berpacaran. Jadi tidak perlu, ada ungkapan perasaan pada seseorang.

Ibu Aima masuk ke dalam kelas, lalu menyuruh Yuli untuk menghapus papan tulis. Memang hari ini jadwalnya piket Yuli dan beberapa temannya.

"Oh iya anak-anak, kalian sudah Ibu beritahu 'kan, bahwa materi kali ini Neraca Saldo. Neraca Saldo ini dipindahkan dari buku besar, disusun sistematis sesuai kode akun. Laporan ini sangat dibutuhkan, dalam periode tertentu di sebuah perusahaan."

"Iya Bu." jawab semuanya.

"Seluruh akun yang terkait dengan aset bertambah di debit. Jangan sampai keliru, nanti tidak balance. Menggunakan baju terbalik saja tidak enak, apalagi perhitungan Akuntansi." ucap ibu Aima, sambil tersenyum ke arah semuanya.

"Iya Bu." jawab siswa dan siswi sepuluh Akuntansi.

Beberapa menit setelah dijelaskan, semuanya mengerjakan latihan yang disuruh ibu guru.

Irul tersenyum melihat laporannya. "Yutra, aku balance!"

"Aku juga balance." jawab Yutra.

Shari tersenyum ke arah Maria, dengan semangat belajar. "Aku balance, hore!"

"Shari kasih tahu caranya, aku bingung memindahkannya." Maria membenarkan jilbabnya.

Sri memberitahu pada Maria, lalu dia ikut mengerjakan. Shari berbicara lirih, jadi tidak terdengar siapa pun. Datang si Cekka yang berisik.

"Oy, status sosial media siapa yang isinya tentang suka. Aku penasaran loh, Shari naksir sama siapa si." Mulai buat onar, mengganggu konsentrasi.

”Dih, tidak berteman saja bisa tahu. Dasar tukang ghibah, suka mengurusi hidup orang lain.” batin Shari.

Jam istirahat tiba, Irul membuka jendela. Dia lambai tangan, senyum ke arah Shari. Masih dapat respon cuek, karena trauma masa SMP. Dulu pernah di-bully, sampai dikeroyok para laki-laki.

Irul sepertinya masih penasaran, tidak menyerah mengajak mengobrol. Dia melihat Shari keluar dari kelas, Irul sibuk memanggilnya meski wajah Shari dingin.

"Shari, senyum!" Irul meletakkan telapak tangan sampai menempel dagu, ala penyanyi girlband Chibi-Chibi.

Shari senyum melihat tingkah lucunya. "Apaan si kamu Irul!"

"Kamu itu cuek sekali, senyum seperti aku." ujar Irul.

"Ini juga sudah senyum." jawab Shari.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!