5. Aku tidak mandul!

Kania baru pulang, dan ada kendaraan berhenti di dekat kendaraanya. Dia tersenyum mengetahui siapa dia yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya sendiri. Kania pun menyalami suaminya. Gak kurang baik apa coba? Sudah cantik, pandai mencari uang, pandai memasak, masih bersedia menyambut pulang suaminya.

"Mas, udah pulang?" Ucapan basa-basi Kania lontarkan untuk mengawali pembicaraan mereka. Karena memang ini sifat Kania yang selalu menyambut suaminya pulang.

"Kamu tidak lihat aku udah pulang? Sudah tahu pakai nanya," jawab Vicky ketus seraya memberikan tas kerjanya ke tangan Kania dengan sedikit ia lemparkan.

Kania menangkapnya, masih dengan wajah tersenyum ramah. Tak pernah merasa sakit hati atas perlakuan suaminya yang akhir-akhir ini sering sekali berubah. Namun, Kania selalu percaya dan meyakinkan diri jika suaminya ini lelah, makanya sering bersikap ketus. "Pasti kamu lelah, aku siapkan air hangat, ya. Nanti aku masakin makanan kesukaan kamu." Meski Vicky sering ketus, kadang suka memperlakukan dirinya seenaknya, tapi Kania tidak mempermasalahkan itu. Rasa cinta pada Vicky membuatnya ikhlas melakukan apapun demi suaminya. Terpenting baginya adalah, hidup bahagia bersama orang yang Kania cinta.

"Hmmm," jawab Vicky dengan deheman.

Keduanya melangkah masuk secara beriringan. Setelah sampai kamar, Kania menyiapkan segala keperluan suaminya. Mulai dari air hangat, sampai baju pun Kania siapkan. Lalu, sambil menunggu suaminya selesai mandi, Kania beranjak ke dapur dan memasak untuk suaminya.

Ketika sudah di dapur, Kania berkutat dengan berbagai macam alat dapur hingga masakan yang ia buat selesai di hidangkan. Setelahnya, Kania kembali ke kamarnya. Namun, pas melewati ruangan tengah, mertuanya bersuara.

"Kania, Mama ingin kamu memeriksakan keadaan rahimmu untuk mengetahui apakah kamu mandul atau tidak?" ujar Sintia sembari membaca koran.

Kania hendak melangkah menaiki tangga terhenti dan menoleh serta berkata, "Aku tidak mandul, Mah."

"Kalau kamu tidak mandul kenapa belum punya anak juga? Mama ingin cucu, Kania." Balas Sintia sedikit meninggi dan melipat koran yang ia pegang menaruhnya secara kasar di atas meja. Lalu, Sintia berjalan ke arah Kania dan berdiri di hadapannya.

"Apa artinya itu kalau bukan mandul namanya," sambung Sintia bertolak pinggang.

"Mama suruh Mas Vicky untuk periksa, kalau aku sudah." Kania memberanikan diri berkata seperti itu sambil ingin melanjutkan langkahnya. Namun, suara Vicky membuatnya terhenti kembali. Kania mendongak melihat suaminya turun.

"Kamu menuduh ku mandul?" Vicky tersulut emosi tidak terima di tuduh mandul. Padahal niat Kania bukan seperti itu.

"Putraku sehat. Jadi, tidak mungkin putraku yang mandul. Pasti kami yang mandul," sahut Sintia yang juga tidak terima putranya di tuduh mandul.

"Maksudku bukan seperti itu, Mah, Mas." Kania bingung harus berkata apa dan menjelaskannya seperti apa. Dia hanya ingin Vicky memeriksakan diri saja, bukan menuduhnya mandul.

"Jangan kamu lemparkan kekuranganmu kepada putraku karena mama yakin kalau Vicky tidak mandul. Dan kaulah yang mandul!" Sergah Sintia berprasangka bahwa Kania tidak akan bisa memiliki anak. "Terbukti dari lama kalian menikah kau tak kunjung hamil juga, Kania."

"Jadi kamu mandul, Kania?" kali ini Vicky yang bersuara.

"Tidak, Mas. aku tidak mandul. Mama hanya berucap asal." Kania mengelak sebab ia yakin rahimnya ***** dan baik-baik saja.

"Mama tidak asal bicara, istrimu memang mandul makanya dia tidak hamil juga. Malah dia yang menuduh mu mandul, Vicky." Sintia merasa dirinya benar dan berpikir menurut logikanya saja.

Vicky menatap Kania dengan tatapan sulit di artikan.

'Kenapa Mama bicara seperti itu? Aku tidak menuduhnya, aku hanya bilang supaya Mas Vicky melakukan pemeriksaan. Kenapa aku bilang begitu, Karena aku sudah memeriksa diriku yang ternyata rahimku baik-baik saja. Tinggal kita berdua saja yang harus bikin anak.' batin Kania tak mengerti akan pemikiran mertuanya. Sebelum program hamil, Kania memang memeriksakan kesehatan rahimnya. Namun, sampai sekarang dia tak kunjung hamil juga.

"Kania, kenapa kamu sampai berpikiran kalau akulah yang mandul? Sudah ku katakan aku ini sehat. Meski kamu mandul sekalipun aku menerima kamu apa adanya," ucap Vicky merasa kesal di tuduh seperti itu.

"Mas aku..." Belum juga selesai, Vicky sudah memotong ucapanya istrinya.

"Sudahlah, jangan bahas ini dulu. Aku capek, aku kecewa kamu menuduhku seperti itu." Vicky beranjak pergi dari sana meninggalkan dua wanita beda generasi itu.

Kania tentu panik kenapa suaminya terlihat sangat marah kepadanya? Padahal, niat Kania tidak seperti itu.

"Mas..."

"Kau lihat, gara-gara kau putraku marah dan tidak mau makan malam. Dasar mandul," sergah Sintia kesal. Dia juga meninggalkan Kania.

Kania menghelakan nafasnya secara kasar terduduk lesu di kursi. "Aku tidak mandul."

Lalu Kania menyusul suaminya ke atas untuk membujuk sang suami makan. Dia mencari ke kamar tapi nyatanya tidak ada di sana.

"Mas," panggil Kania saat masuk ke dalam kamar. "Kok tidak ada di sini?" matanya pun ikut mencari mengedarkan pandangannya. Lalu dia ke kamar mandi tidak ada juga.

Sedangkan orang yang di cari sedang berada di ruangan kerjanya dan sedang menghubungi seseorang.

"Iya sayang, besok aku akan ke Kuningan selama satu Minggu akan di sana. Kita bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama."

.......

"Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Dan kamu tenang saja, istriku tidak akan tahu."

.......

"Tentu saja kau yang paling cantik daripada Kania. Meskipun dia istriku, aku sudah tidak mencintainya lagi. Sekarang cintaku hanya untukmu."

.......

"Secepatnya aku akan menikahimu, sayang. Tunggu saja waktunya tiba."

Kania mencoba mencari ke ruangan kerja suaminya. Ternyata pintunya terbuka dan sayup-sayup ia mendengar kata sayang, tunggu saja waktunya tiba. Dia sempat mengerutkan keningnya.

"Mas Vicky bicara dengan siapa?" gumam Kania penasaran. Lalu, ia pun membuka pintunya.

"Mas," panggil Kania membuat Vicky terlonjak kaget dan menoleh.

"Apa Kania mendengar percakapan ku dengan dia? Mudah-mudahan saja tidak."

"I-iya, ada apa?" Vicky mencoba mengatur dirinya agar tidak kelihatan gugup. Namun, suaranya malah terbata saking takut jika Kania mendengar.

"Kami bicara sama siapa?" tanya Kania memicingkan matanya.

"Oh, ini, bos. Dia bilang besok aku harus ke daerah Kuningan buat memantau toko kue yang di sana. Dan aku juga akan tinggal di sana selama satu Minggu." Vicky mengelak dan ia mendekati Kania. Lalu, ia merangkul bahu Kania. "Tidak apa 'kan kalau aku tinggal selama satu Minggu?"

"Kerja lagi, emangnya kamu gak lelah terus kerja? Aku ingin sekali-kali jalan berdua bareng kamu. Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama."

Vicky tersenyum, "lain kali saja. Aku bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan kita dan buat bekal anak-anak kita kelak. Kamu percaya 'kan?"

Kania mengangguk sembari tersenyum. "Aku percaya sama kamu, Mas."

Vicky pun tersenyum. "Dasar mudah di kibulin."

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jahat kau Vicky.... mudahnya hati mu berpaling... pasti akan menyesal juga nanti...jangan² wanita itu sudah hamil..suami dayus

2024-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!