4. DEVANO AL-GHIFARI

Keesokan harinya.

Seorang pria berperawakan tinggi, bertubuh kekar, putih bersih memiliki mata tajam dengan alis hitam alami tersusun rapi, hidung bangir mancung bagaikan perosotan anak TK, rahang kokoh nan tampan rupawan tengah memperhatikan penampilannya di cermin.

Tangannya tengah menyisir rambut basahnya seraya bersiul riang gembira. Hari ini akan ada meeting dadakan sehingga ia harus terlihat rapi dan sopan. Siapa lagi kalau bukan DEVANO AL-GHIFARI.

"Ok, Devan, kau sudah terlihat sangat tampan. Tubuhmu sudah wangi, dan ketampanan mu ini semakin hari semakin terlihat bertambah. Pasti wanita itu akan menyukaimu nanti." monolog Devan mengusap-usap setelan jas yang ia kenakan.

Pria bernama lengkap Devano Al-Ghifari itu begitu percaya diri akan mampu menaklukan hati wanita yang ia temui di sekolah putrinya itu. Meski tak di pungkiri jika dia sering merasa tidak yakin dengan perasaannya tetapi hatinya mencoba meyakinkannya jika wanita bernama KANIA DWI ARIANTI akan mampu ia taklukkan.

Dia terus memperhatikan penampilannya yang memang seperti inilah dirinya. Penampilannya memang terkesan sangat rapi karena baginya kalau rapi sangat tampan sekali.

Lalu pria itu pun keluar kamar menuruni anak tangga dan menghampiri orang-orang yang ia cintai, mamanya putrinya dan adik yang tercinta yang baru masuk kuliah.

"Pagi Mamah, pagi adik ku yang cantik ini, dan pagi Naina sayang." sapa Devan memeluk mamanya lalu mengecup pipi mamanya dan tangan mengusap kepala adiknya, Rani. Kemudian beralih mengecup pucuk kepala sang putri.

"Pagi juga. Tumben hari ini kamu terlihat rapi sekali?" tanya Mama Erna karena tak biasanya Devan berpenampilan rapih banget. meskipun setiap hari terlihat selalu berpakaian rapi tapi kali ini jauh lebih rapi dibandingkan hari biasanya.

"Oh jelas dong, Mah. Kan hari ini ada meeting dengan klien yang akan bekerjasama dengan toko kuenya. Jadi Devan harus berpenampilan sangat menarik agar tidak bikin malu orang-orang." jawab Devan sambil menggeser kursi lalu duduk berhadapan dengan Mamanya.

"Meeting kok sangat menawan sekali. Paling juga mau menemui calon pacarnya itu," sahut Rani asal bicara saja.

Devan menatap teduh kearah seraya tersenyum lembut, "Kakak tidak punya calon pacar, Rani. Kalau calon istri mungkin akan di pertimbangkan lagi."

Mama Erna memicingkan mata curiga. "Kamu memiliki pacar? Sudah berapa lama? Kapan kalian jadian? Gak pernah tuh di kenalin sama Mama?" Erna terus melontarkan berbagai macam pertanyaan kepada putranya. Dia tidak ingin Devan salah memilih wanita, makanya dia selalu menanyakan siapa gadis yang sedang di dekati anaknya.

"Udahlah, kak. Jujur saja sama Mama. daripada Kakak terus-terusan menghubungi pacar Kakak itu bawa saja ke rumah." mulut Rani semakin ember tak hentinya membuat Devan semakin terpojok.

Rani terkekeh melihat wajah panik sang kakak yang sudah mulai merasa di perhatikan penuh selidik oleh orang tuanya.

"Rani, Kakak tidak punya pacar. Kamu jangan ember sembarangan."

"Tapi kata Papa, Bu Kania calon Mama Naina," celetuk Naina dengan entengnya mengungkapkan perkataan yang kemarin Devan ucapkan.

Kemarin Devan bertanya pada putrinya siapa ibu cantik yang memberikan penghargaan? Naina bilang ibu gurunya, dan Devan malah berkata ibu cantik itu calon ibunya Naina. Belum apa-apa saja Devan sudah berkata seperti itu. Padahal dia belum tahu siapa wanita itu, udah menikah atau belum?

"Apa? Kok Mama tidak tahu, sih?"

"Mah, Mah, jangan dengarkan Rani dan Naina. Mereka tidak tahu apa-apa, dan Devan tidak punya calon. Masih cari yang cocok."

"Mama tidak melarang kamu berpacaran dengan siapapun. Tapi mama hanya ingin kamu tidak salah memilih istri." ujar Erna membuat area sedikit lega. Pria itupun mulai menuangkan makanan ke piring lalu memakannya. Tapi mamanya kembali bersuara.

"Kapan kamu akan menikahi wanita itu, Devan? Umurmu sudah 32 tahun, sudah waktunya untuk berumah tangga lagi. Naina juga sudah besar, sudah sepantasnya dapat adik baru. Sebelum Mama meninggal, Mama ingin melihat kamu menikah dan cucu Mama mendapatkan Ibu. Tapi juga Mama ingin melihat calon istri mu ini secara langsung. Mama hanya ingin yang terbaik untukmu dan Mama tidak ingin kamu salah memilih wanita. Jadi Mama harus tahu wanita itu seperti apa."

Lagi dan lagi sebuah pertanyaan kapan menikah selalu Devan dengar dari orangtuanya. Ingin rasanya pria itu bersembunyi ke planet Pluto agar tidak mendengar pertanyaan simpel namun menusuk. Tapi juga hal itu membuat dia kesal karena Mamanya selalu ikut campur dalam urusan calon istri.

"Nanti, kalau udah ada yang benar-benar cocok di hati Mama. Lagi pula mencari istri tidaklah mudah. Apa lagi mecari Ibu untuk anakku, pasti akan sulit." Pria berumur 32 tahun itu hanya bisa mendengar lontaran pertanyaan Mamanya dan tentunya dia juga sedang mencari wanita yang benar-benar pas di hatinya.

"Mama juga tidak akan melarang wanita yang kelak akan menjadi pendamping mu. Maupun itu janda ataupun gadis, asalkan dia seagama, setia, sopan, baik dari kalangan berada ataupun tidak, Mama tidak akan mempermasalahkannya. Terpenting wanita itu bisa membuat Mama bahagia, menerima kita tulus dan tentunya juga mencintaimu setulus hati," ucap Mama Erna seraya menyuapi dirinya sendiri.

"Mencari istri itu tidak seperti beli baju, suka langsung ambil. Tapi, mencari istri itu harus benar-benar teliti supaya tidak salah memilih istri. Aku ingin berumah tangga untuk selamanya, bukan hanya sesaat. Mudah bagiku mencari istri tapi belum tentu kami akan bertahan lama. Aku takut mereka hanya menerimaku. Biarkan Allah yang menentukan karena pilihan Allah yang paling terbaik. Devan hanya bisa berdoa semoga kelak bisa mendapatkan sosok wanita yang mau menerima Devan dan tentunya cocok di hati dan pikiran Mama." baginya restu seorang ibu sangatlah berarti dan Devan tidak ingin pilihannya tidak di restui. Restu orang tua adalah kebahagiaan nya, begitu pikir Devan.

"Tentunya juga di terima sama Naina," sambungnya lagi tersenyum ke arah putrinya.

"Tapi Naina maunya ibu guru cantik yang jadi ibu, Naina, Papa."

Devan terdiam, Mama Erna dan adiknya Rani juga terdiam.

"Ibu guru kamu?" tanya Mama Erna dan Rani bersamaan. Naina mengangguk.

"Iya, Mah. Ibu guru Kania. Naina suka dia, baik perhatian cantik, dan juga tidak pernah marah meski Naina bandel."

"Akan Papa usahakan, sayang." Lalu Devan meneguk air minumnya sampai habis. Kemudian beranjak berdiri mendekati Mamanya dan menyalami Mamanya. "Aku pamit dulu, Mah. Doakan aku agar bisa menemukan wanita yang seperti yang Mama inginkan. Dan pastinya doakan aku agar Kania yang dimaksud Naina jadi istriku."

"Pasti, Mama akan mendoakan yang terbaik untukmu. Dan semoga kamu menemukan wanita pujaan mu itu." Doa tulus Erna panjatkan untuk putra-putrinya. Dan jika cucunya sudah memilih, berarti wanita itu memang di inginkan oleh cucunya.

"Aamiin. Kau mau ikut Kakak?" tanya Devan pada adiknya.

"Iya, Kak. Aku ikut mobil Kakak, ya?" ucap Rani ikut berdiri lalu menyalami mamanya juga.

"Ya, sudah. Ayo." Kedua Kakak beradik itupun berangkat bareng.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!