TPC (3)

Caroline selesai mandi, ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Dibukanya pintu, ia keluar dan melihat sekeliling. Tidak ada siapa-siapa, hanya dirinya seorang.

"Dimana dia?" gumam Caroline.

Caroline duduk di depan cermin. Dengan perlahan masih mengeringkan rambutnya. Matanya menatap cermin, ia kembali terbayang akan ciumannya dengan Raymond.

Tanpa sadar Caroline menggigit bibir bawahnya dan meraba bibirnya sendiri.

"Raymond adalah orang pertama yang berciuman denganku. Sebelumnya aku tak pernah berciuman, bahkan berkencan." batin Caroline.

Caroline menyatukan bibir bawahnya dengan bibir atasnya. Matanya terpaku masih menatap ke arah cermin.

Tiba-tiba saja, ada suara pintu diketuk dari luar kamar. Caroline kaget, ia langsung memalingkan kepalanya menatap pintu kamarnya.

"Siapa?" tanyan Caroline dengan suara lantang.

"Saya, Nyonya. Bolehkah saya masuk," jawab seseorang dari luar kamar.

"Masuklah," jawab Caroline memberi izin.

Seorang pelayan wanita masuk setelah membuka pintu kamar. Caroline berdiri, ia berjalan menghampiri pelayan wanita itu.

"Ada apa?" tanya Caroline.

"Maafkan saya, Nyonya. Saya diminta Tuan untuk membantu Anda. Apa yang Anda butuhkan, Nyonya?" tanyanya ramah.

Caroline terdiam sesaat, "Aku tidak butuh apa-apa, Bibi. Bibi bisa kembali mengerjakan pekerjaan yang lain," jawab Caroline dengan suara yang lembut.

"Baiklah jika begitu. Nyonya ingin makan apa untuk makan malam? atau, apa makanan yang Anda sukai dan tidak sukai. Saya akan mengingatnya," tanya Bibi pelayan.

Caroline tersenyum, "Bibi, aku tidak pemilih soal makanan. Aku juga tidak punya alergi apapun. Tidak ada yang perlu dicemaskan," jawab Caroline.

Caroline juga menjelaskan. Jika kedepannya, Bibi pelayan tidak perlu sungkan padanya.  Ia akan memanggil atau meminta tolong, jika memang itu diperlukan.

"Saya mengerti, Nyonya. Anda bisa memanggil saya jika butuh sesuatu. Saya permisi," Bibi pelayan berpamitan untuk pergi meninggalkan kamar.

"Ya," jawab Caroline kembali tersenyum.

Bibi pelayan itu pun pergi. Caroline menutup pintu kamar dan kembali berjalan mendekati meja untuk mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut, lalu merapikannya dengan sisir.

***

Tiba saatnya makan malam. Raymond dan Caroline duduk berdampingan. Pelayan sibuk menyajikan makan malam, malam itu banyak menu tersedia di meja makan.

"Banyak sekali," ucap Caroline menatap meja makan.

"Aku meminta Bibi Ann untuk memasak semuanya. Karena kamu tak mau memilih makan malam apa yang kamu mau," jawab Raymond menjelaskan.

"Ya, aku mengatakan pada Bibi jika aku tidak pemilih soal makan. Tapi ini terlalu banyak," jawab Caroline menatap Raymond.

Raymond tersenyum, "Makanlah semua, aku ingin istriku gemuk dan sehat," jawab Raymond.

"Apa? ka-kamu ingin aku gemuk?" tanya Caroline mengecilkan suaranya seperti berbisik.

Raymond mengambil sepiring steak dan memotongnya. Ia ingin memberikan steak itu pada Caroline.

Raymond menganggukkan kepala, "Ya, apakah ada yang salah dengan itu?" tanya Raymond.

Caroline terdiam, matanya terus menatap Raymond yang sibuk memotong steak. Sampai Raymond menatap Caroline dan tersenyum meminta Caroline segera makan.

"Sudah ku potong, ayo makan." kata Raymond. Meletakkam piring berisi steak yang sudah ia potong di atas meja, dihadapan Caroline.

Caroline menusuk steak dengan garpu dan melahapnya. Dikunyahnya perlahan, Caroline merasakan rasa steak yang dimasak Bibi pelayan.

Raymond menatap Caroline, "Bagaimana? apakah sesuai seleramu?" tanya Raymond.

"Ya, ini sangat enak. Aku suka," jawab Caroline  tersenyum.

Raymond tersenyum tipis, ia mengusap kepala Caroline dengan lembut. Caroline merasa canggung, sikap Raymond seakan berlebihan padanya. Caroline mencuri pandang menatap sekeliling, ia merasa malu jika sampai dilihat oleh para pelayan.

Raymond dan Caroline makan dengan tenang. Mereka bergitu menikmati makan malam saat itu. Suasana hening, keduanya hanya sesekali berbicara.

***

Dua puluh menit kemudian ...

Makan malam selesai. Raymond menyeka mulut Caroline agar bersih. Lagi-lagi Caroline merasa aneh dan canggung. Ia belum pernah diperlakukan seperti itu.

"Aku masih ada pekerjaan. Kamu bisa kembali ke kamar lebih dulu," kata Raymond.

Raymond berdiri dari duduknya, saat ingin melangkah pergi, Caroline memanggilnya dan langsung menyampaikan keinginannya.

"Apa aku boleh ikut bersamamu?" tanya Caroline tiba-tiba.

Raymond memalingkan wajah menatap Carolie dan mengangguk, "Ya, ayo. Temani aku menyelesaikan pekerjaanku," jawab Raymond mengulurkan tangan pada Caroline.

Caroline menatap tangan Raymond, lalu menatap Raymond. Dengan segera ia menggapai uluran tangan Raymond dan segera berdiri dari tempatnya duduk.

Keduanya pergi dari meja makan menuju ruang kerja Raymond. Caroline ingin lebih dekat dan mengenal Raymond. Agar misinya berjalan lancar, ia perlu melakukan pendekatan, bukan?

Diruang kerja, Raymond meminta Caroline duduk di sofa.

"Duduklah, aku akan selesaikan pekerjaanku dengan segera." kata Raymond.

Caroline mengangguk, "Hm, bekerjalah." jawab Caroline.

Raymond mengusap lembut kepala Caroline dan berjalan menuju meja kerjanya. Caroline duduk di sofa, ia menatap Raymond yang sudah mulai sibuk dengan komputer dan setumpuk berkas dokumen di atas meja.

"Terlihat sekali kalau dia pria pekerja keras. Apa dia memang sesibuk itu, ya?" batin Caroline penasaran. Ia ingin tahu bagaimana keseharian Raymond saat bekerja.

Mata cantik Caroline sesekali melihat sekeliling. Sesuatu membuatnya tertarik, ia melihat sebuah foto berukuran sedang, foto seorang wanita cantik.

"Hm, foto wanita? siapa, ya?" batin Caroline ingin tahu.

Perlahan Caroline berdiri dan berjalan mendekat. Dilihatnya dengan cermat foto itu. Mata Caroline melebar, wanita difoto itu sungguh cantik. Disamping wanita cantik itu ada Raymond yang juga tersenyum tampan.

"Apakah ini foto istri pertamanya?" batin Caroline menebak.

"Cantik sekali," batin Caroline lagi.

Caroline meraba foto itu perlahan. Caroline merasa tidak percaya diri, ia merasa kecantikannya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan wanita dalam foto yang ia lihat.

"Bagaimana bisa ada wanita secantik ini, ya? Apa dia benar-benar manusia? Wajahnya sangat cantik, matanya, hidung bahkan sampai bentuk bibirnya sempurna. Melihatnya bersanding dengan Raymond, mereka sangat serasi." batin Caroline memuji dan mengagummi fofo di hadapannya.

Cukup lama Caroline berdiri memandang foto di hadapannya. Sampai ia dipanggil oleh Raymond.

Dari meja kerjanya, Raymond melihat Caroline sedang menatap dan fokus pada sebuah foto di ruang kerjanya. Ia pun memanggil istrinya.

"Caroline," panggil Raymond.

Caroline tidak menjawab. Sepertinya Caroline terlalu fokus sampai tidak mendengar, jika Raymond memanggilnya. Karena panggilannya tidak dijawab, Raymond kembali memanggil Caroline.

"Sayang ... " panggil Raymond mesra.

Caroline terkejut. Ia seperti mendengar sesuatu. Ia pun memalingkan wajah dan menatap Raymond, "Ya ... a-apa kamu memanggilku? jawab Caroline ragu-ragu. Ia takut salah dengar.

"Ya, aku memanggilmu, tapi kamu tidak menjawabnya. Kamu sedang apa?" tanya Raymond.

"Tidak ada, hanya melihat-lihat saja." jawab Caroline.

"Kemarilah," kata Raymond meminta sang istri mendekat padanya.

"Ya? aku ke mana?" tanya  Caroline bingung.

"Ke sini. Mendekatlah padaku," kata Raymond.

Caroline berjalan perlahan mendekati Raymond. Ia penasaran, kenapa ia dipanggil oleh Raymond dan diminta mendekat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!