TPC (2)

Alex berpapasan dengan Raymond. Alex tersenyum kaku dan menyapa Pamannya.

"Paman, aku dan Mama akan pulang. Sekali lagi, selamat atas pernikahan Paman dan Bibi." kata Alex.

"Ya, aku bertemu Mamamu beberapa saat yang lalu. Hati-hati dijalan dan terima kasih," jawab Raymond.

"Ya," jawab Alex.

Alex pergi meninggalkan Raymond. Raymond juga kembali melangkahkan kaki untuk menemui Caroline. Belum sampai tujuannya, ia menghentikan langkahnya karena melihat Caroline berjalan kearahnya. Dengan langkah lambat dan perlahan, Caroline menghampiri Raymond.

"Apa semuanya sudah pulang?" tanya Caroline ragu-ragu.

"Ya," jawab Raymond.

"Oh ..." Caroline ber-oh ria.

"Ayo, kita juga harus pergi. Aku lelah, ingin segera istirahat," kata Raymond.

"Oh, ya. Ayo," jawab Caroline lembut.

Raymond langsung berbalik dan pergi tanpa menatap Caroline lagi. Caroline merasa canggung, ia tahu jika Raymond adalah pria es yang dingin. Tidak ada kata-kata manis dan lembut yang keluar dari mulutnya. Kelembutan sesaat hanya didapatkan saat acara pernikahannya tadi.

"Aku harus bagaimana? bisakah aku melakukannya?" batin Caroline.

Caroline mengikuti Raymond, berjalan perlahan dibelakang Raymond. Sesampainya diparakiran, Caroline dan Raymond sama-sama masuk kedalam mobil. Raymond mengemudi mobilnya, melesat jauh meninggalkan tempat pesta.

***

Lily dan Alex ada dalam satu mobil. Lily sedang berbincang dengan Alex mengenai Caroline. Lily dan Alex sedikit berdebat karena sesuatu hal.

"Kamu sudah bicara padanya?" tanya Lily pada Alex, putranya.

"Ya, aku sudah sampaikan, Ma. Tapi ... " kata-kata Alex terputus.

"Tapi apa?" sambung Lily.

"Tidak ada apa-apa, Ma. Lupakan saja," jawab Alex, tak ingin berdebat dengan Mamanya.

"Lex, lihat Mama!" seru Lily.

Alex memalingkan wajah menatap Lily, Lily mengusap wajah Alex dan menasihati Alex. Ia tahu putranya sedang sedih, tapi ia tidak bisa mengabaikan keinginannya menyingkirkan Adiknya.

"Mama tau kamu sangat menyukai Caroline. Tapi kamu juga tahu kan, rencana kita tak boleh gagal. Jika sampai gagal kamu tak akan mendapatkan apa-apa." kata Lily.

Alex terdiam, Alex merasa kesal juga sedih, ada rasa kecewa juga dalam hatinya. Namu, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain patuh pada rencana Mamanya.

"Aku tahu," jawab Alex.

"Kamu menyukainya, tapi dia tidak menyukaimu. Dia menyukai uang," kata Lily lagi.

"Itu karena Mamanya sedang sakit. Dibandingkan Paman, aku jauh lebih tampan dan lebih muda," batin Alex kesal, tapi ia tidak mungkin bicara langsung pada Mamanya sesuai isi hatinya.

"Ya, Ma. Aku tahu," jawab Alex.

"Lupakan saja cinta sesaatmu itu. Mama akan carikan wanita yang tepat untukmu. Caroline mamang cantik, tapi dia bukan wanita yang cocok, dia hanya akan menyusahkanmu saja. Kamu lihat, betapa dia senang akan uang yang Mama berikan," jelas Lily.

"Sudah cukup, Ma. Jangan bahas Caroline lagi. Aku lelah membicarakannya," kata Alex protes.

"Kenapa Mama selalu begini. Lebih mementingkan keinginan pribadi, dibandingkan kebahagiaan putranya. Menjengkelkan saja," batin Alex.

"Ya, ya, ayo." jawab Lily.

Lily tahu putranya sedang kesal. Ia pun langsung diam karena tidak ingin membuat putranya semakin marah.

Lily berpikir, Calorine adalah wanita yang luar biasa. Yang bisa membuat putra kesayangannya jatuh cinta. Meski begitu, ia tidak akan pernah setuju kalau Caroline menjalin hubungan dengan Alex.

Alex menambah kecepatan laju mobil yang dikemudikannya. Alex dan Lily, mereka meninggalkan tempat pesta untuk kembali pulang ke rumah.

***

Sesampainya di rumah, Raymond langsung masuk dalam kamar. Caroline masih diam mengikuti Raymond masuk dalam kamar. Caroline bingung harus apa, ia segera mendekati Raymond yang sedang melepas jas.

"Biar aku bantu," kata Caroline membantu melepas jas Raymond.

Raymond menatap Caroline, ia tersenyum tipis membelai wajah cantik Caroline.

"Terima kasih," ucap Raymond lembut.

Caroline menatap Raymond, pandangan mata mereka bertemu. Caroline tersenyum tipis, tangannya bergerak melepas dasi kupu-kupu yang dikenakan Raymond.

Melihat kecantikan istrinya, membuat Raymond ingin melakukan sesuatu yang lebih. Dengan lembut ia menahan tengkuk Caroline dengan tangan kiri, dan memeluk pinggang Caroline dengan tangan kanan. Raymond mendekatkan wajahnya, mencium bibir Caroline. Ciuman hangat dan lembut, sentuhan Raymond membuat Caroline merasa tidak nyaman. Caroline tanpa sengaja mendorong Raymond yang dirasanya membuatnya tidak nyaman.

"Ma-maafkan aku, aku akan belajar perlahan." kata Caroline merasa gugup.

Caroline meletakan jas dan dasi di sofa. Dengan gerakan perlahan, ia membantu suaminya melepas kancing kemeja. Sungguh, ia merasa canggung. Ada rasa takut dan juga rasa gelisah yang tidak bisa diungkapkan.

"Aku tidak akan memaksamu. Lakukan sesuai yang kamu inginkan," jawab Raymond menahan diri.

Caroline menunduk, "Maaf," lirih Caroline.

"Tidak apa, aku tahu ini berat untukmu. Kamu sudah mencoba yang terbaik. Maafkan Kakakku yang sudah memaksamu bersamaku," kata Raymond lagi.

Caroline menggelengkan kepalanya perlahan, "Bukan karena itu, aku hanya masih belum siap jika kita

..." ucapan Caroline terhenti, ia langsung terdiam.

"Ya, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap. Aku tidak akan melakukan hal bodoh ini lagi. Jangan takut," ucap Raymond tersenyum, "Aku ingin mandi, kamu bisa berganti pakaian dan menghapus riasanmu." imbuhnya.

Caroline mengangguk, "Ya," jawab singkat Caroline.

Dengan langkah cepat, Raymond pergi meninggalkan Caroline menuju kamar mandi. Caroline menghela napas panjang, ia memejamkan mata dan membayangkan kejadian yang baru saja terjadi. Jantungnya berdegup kencang. Sebenarnya ia menahan diri didepan Raymond, sampai tubuhnya gemetaran.

"Tidak, aku tidak boleh punya perasaan apapun padanya. Aku harus melakukan apa yang diminta Nyonya Lily. Aku harus menemukan berkas dokumen itu lalu menukarnya, dan aku juga harus memberikan bubuk racun pada Raymond. Ahhh, sial! Kenapa hidupku seperti ini. Haruskah aku menjadi penjahat?" batin Caroline menyesali keadaannya saat itu.

Caroline membuka mata, ia segera berganti pakaian, ia juga langsung duduk di hadapan meja rias untuk menghapus riasannya.

***

Sepuluh Menit kemudian...

Pintu kamar mandi terbuka, Raymond keluar dari kamar mandi, ia berjalan mendekati tempat tidur sambil mengosok kepalannya dengan handuk.

Dari cermin Caroline melihat Raymond, "Sudah selesai?" tanya Caroline memalingkan wajah menatap Raymond.

Raymond menatap Caroline, "Ya. Jika kamu ingin mandi, pergilah," jawab Raymond.

"Ya, aku ingin mandi. Badanku terasa lengket," jawab Caroline, berdiri dari duduknya.

"Semua sudah disiapkan di kamar mandi, pilih apa yang kamu perlukan. Jika tidak ada kamu panggil saja aku, aku akan minta pelayan menyiapkan." kata Raymond.

"Tidak perlu, aku bisa pakai apa yang ada. Aku pergi mandi dulu," kata Caroline yang langsung pergi ke kamar mandi.

Raymond terdiam, ia tersenyum menatap Caroline yang berjalan kekamar mandi.

"Dia selalu menolak semua yang aku berikan," batin Raymond.

Raymond selesai mengeringkan rambut, ia menyisir rambutnya dengan jari, lalu pergi meninggalkan kamar. Ia tidak ingin membuat Caroline tidak nyaman karena keberadaannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!