Moonlight On The Sea
Emosi yang tak karuan menghasilkan suara decitan mobil di setiap tikungan karna kecepatan yang sudah terkontrol oleh entah itu emosi marah, sedih, tak berdaya, entahlah. Seorang wanita yang sedari tadi mendapat telpon tak berhenti menangis sambil menyesal. Kenapa dia tidak bisa terbang saja agar segera sampai.
Pertama kalinya saat wanita bernama Summer akan tinggal sendiri saat akan melanjutkan pendidikannya di Universitas di Ibu Kota. Summer adalah nama yang sesuai citranya. Charming, indah dan hangat. Tepat di umurnya 19 tahun, Mama dan Papanya menghadiahkannya rumah karna diterima di Universitas bergengsi. Hal yang sangat mendebarkan karna Summer merasa día sudah cukup dewasa untuk bisa berpetualang sendiri.
Sampai di hari día pergi, semuanya baik-baik saja seperti hari biasanya. Senyum Mama Papanya yang selalu indah dan cinta yang tak terbagi karna día anak semata wayang. Kasih sayang sungguh berlimpah. Hari biasa seperti hari yang biasa dia jalani.
Sampai di rumah baru sangat mendebarkan. Rumah yang tak terlalu besar dan terlalu kecil namun punya kolam berenang di dalam.
Desain interior yang simpel, dengan lantai 2 adalah kamarnya. Rumah itu berbahan dasar kayu seperti gaya rumah jepang. Dia berjalan perlahan lahan mengitari rumah minimalis itu. Dapur yang rapi dan bersih, bau kayu dari rumah itu sangat menenangkan. Tanaman hijau yang juga menunjang penampilan interior rumah itu. Semua perabotan lengkap dan sederhana.
Bukan hal yang sulit bagi orang tua Summer membelikannya rumah semewah apapun. Pemilik Perusahan besar dengan cabang di berbagai negara itu tidak membuat orang tua Summer memanjakan anak semata wayangnya.
Ditambah Summer memang bukan anak yang suka hal-hal mewah. Dia lebih memilih rumah simpel dan berseni. Bidang Seni adalah hal yang dia geluti, itu kenapa alasan seleranya terhadap apapun adalah indah dan berseni.
Summer senang karena rumah itu akan dijadikannya studionya, dan dia akan memenuhi patung-patung hasil karyanya.
“Di kolam sepertinya bagus kalo aku bikin patung.” Summer sudah membayangkan patung apa yang cocok untuk ruangan itu.
Diatas kolam berenang itu atap transparan membuat rumah menjadi terang dan cahayanya sangat indah ketika membias ke air.
Summer kemudian menaiki tangga yang terbuat dari kayu itu. Dia menyentuh pegangan tangga sambil merasakan betapa bisa kayu itu sangat halus tanpa serat.
Summer langsung lega melihat sebuah kasur yang cukup besar sudah rapi pakai sprei dan sarung bantal. Meja kecil di sebelah kasur, dan tanaman palm cukup bekas di sudut ruangan.
Di sisi tembok terlihat sebuah jendela yang cukup besar. Tapi hari ini sangat panas, Summer tak berniat membuka tirai itu. Tanpa dibukapun cahayanya sudah menembus masuk menerangi kamar.
“Ahhhh rumahnya nyaman banget.” Ucap Summer melemparkan badannya ke kasur lateks berukuran 180x180cm.
Perjalanan yang tidak terlalu melelahkan, hanya memakan waktu 3 jam. Kopernya masih tergeletak di pinggir Kasur.
Sambil menoleh dari atas Kasur “Nanti saja beres-beresnya.” Badannya sudah seperti bertunangan dengan kasur. Tidak bisa terpisahkan lagi.
Menyetir sendiri mungkin membuatnya jadi mengantuk dan semakin mengantuk setelah merebahkan diri di kasur.
Sedari awal Papa Summer mengusulkannya untuk diantar supir. Namun Summer membanggakan SIM-nya yang baru saja keluar
“Ini tandanya aku sudah bisa sendiri, Pa” Jawab Summer.
Ini hal yang sangat didambakan oleh Summer. Menyetir sendiri, tinggal sendiri, agar terlihat sangat dewasa dan bebas melakukan apa saja tanpa diawasi orang tuanya. Summer bukan anak pembangkang atau semacamnya, namun ada kalanya Summer ingin mencoba banyak hal mengingat usia remajanya.
“Tidur bentar baru cari makan deh.’’ Gumam Summer.
Matanya sangat berat tak tertahankan, padahal sudah pukul 3 sore dan baru makan sekali dari pagi.
Sayup-sayup Summer mendengar suara dering handphone-nya
“ahhh panas.” Gumamnya.
Tentu saja panas. Ibu kota sangat panas tak seperti rumahnya di Banten.
Summer meraba-raba mencari remot AC dan akhirnya terbangun melihat handphone-nya yang terus berdering.
“Halo.”
“Summer. Supir akan datang jemput kamu.”
“hmm?” Gumam Summer masih belum sepenuhnya sadar.
“Kamu harus buru-buru pulang. ”
”Kenapa Pak Bagas?” tanya Summer dengan nada khawatir.
“CEO dan Bu Rita kecelakaan.”
Sejenak Summer terdiam namun kalut. Keningnya mengerut, apa dia lagi bermimpi? Dia masih tidak bisa mencerna apa yang terjadi.
“Summer? Summer? Halo?” Tanya pak Bagas karna suara Summer tidak terdengar
“ahharghh?” Jawab Summer mengerang dengan serak, air matanya pun mulai mengalir.
“Segera siap-siap. Supir akan kesana sebentar lagi.”
“Dimana?”
“Apa? Supir?”
“Mama sama Papa kecelakaannya? Kapan?” tanya Summer Sambil mengigit bibirnya dan menyisir rambutnya kebelakang dengan tangannya. Celananya sudah cukup basah karna airmatanya terus mengalir.
“Dua jam yang lalu. Mereka berniat ke rumahmu.” Jawab pak Bagas.
“Gak perlu. Gak perlu supir. Aku bisa sendiri.” Ujar Summer sambil berdiri dan mencari kunci mobilnya.
“Summer. Kamu gak dikondisi bisa mengemudi. Tolong tunggu saja. ”
“Tuut---” Summer mematikan telpon dan langsung keluar hanya membawa kunci dan hpnya.
Malam itu tampak sangat terang karna bulan sangat penuh. Sungguh malam yang ironis. Hari yang seharusnya jadi awal yang baik.
Handphone Summer masih terus berdering. Pak Bagas terus berusaha menelponnya karna kondisi Summer yang sangat tidak karuan di jalanan.
Gas mobil sangat maksimal persis seperti orang yang tidak takut mati. Sisi jalan yang adalah laut dan sisi lainnya bukit, sudah bukan hal yang seram bagi Summer. Malam itu beruntung cahaya bulan sangat terang. Tak ada lampu jalan dengan tikungan yang tajam sudah tidak mengancam baginya.
”I’m on my way!!” Teriak Summer yang akhirnya mengangkat telponnya.
”Maaf Summer. Papa kamu tidak terselamatkan. Maaf. ” Suara Pak Bagas terdengar berusaha kuat mengucapkan berita yang berat itu.
“Citttttt” Seketika mobil yg melaju kencang itu l berhenti dengan agresif sehingga badannya terdorong kedepan dan kepalanya hampir terbentur ke setir mobil.
“Kenapa?” Suara Summer bergetar.
“Kenapaaaaa!!!!!!” Teriak Summer memukul setir mobilnya berkali kali dan histeris.
“Mama? Mama?” Tanya Summer.
Wajahnya sudah tidak seperti dirinya, tak pernah Summer menunjukkan ekspresi itu. Ekspresi yang sakit dan menderita.
“Kami belum menemukan tubuhnya” Jawab Pak Bagas putus asa.
Summer benar benar merasa hancur. Dia terus menunduk, dadanya terasa sesak, sangat sesak. Tangisnya membuatnya sampai sulit bernafas.
Beberapa kali dipukulnya dadanya, dijambaknya rambutnya. Dia masih tidak mengerti, kenapa itu terjadi se-instan itu? Tadi siang masih baik-baik saja, apa yang salah ? Masih belum cukup dia berduka terlihat cahaya terang didepannya, terlalu terang hingga tak terlihat apa itu.
Tiba-tiba…”Craaaassssshhhhhh” Dentuman hebat dari sebuah truk menabrak sisi mobil Summer.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ramses simamora
sepertinya ini menarik
2023-05-02
0
Rani Damayanti
semangat author baru
2023-03-17
0
Fadel Mustafa
awalnya aja udah seru
2023-03-17
0