Pria itu langsung kesebelahnya dan melihatnya dengan lega. Summer mencoba bangkit dan melihat sekeliling namun sulit karna semua badannya terasa sakit terlebih paha kirinya. Celana jeans yang día pakai itu sudah memerah karna darah. Tepat ketika día menoleh dan kaget karna ada seseorang di sebelahnya. Bukan duduk di sebelahnya, namun setengah badan orang itu di laut.
Karna cahaya bulan sangat terang dia bisa melihat dengan cukup jelas. Seorang pria dengan rambut ikal sebahu berwarna putih. Bulu mata dan alisnya berwarna putih dengan bola mata berwarna kuning, hidung yang mancung dan bibir yang penuh. Tangan dan dada yang cukup besar. Dan… bagian bawahnya adalah ikan.
“Aku pasti udah mati.” Ujar Summer menyimpulkan pengelihatannya.
Mata pria itu sampai berbinar-binar dan senang sampai berenang renang memutari Summer yang ada di batu.
“Ini pasti surga, makanya aku bisa lihat bentuk yang aneh seperti ini. Hahhhh tapi kenapa semua badanku terasa hancur?” Ujarnya sambal menutup matanya dengan kedua lengannya.
“Ikikikikikikkkkkk!” Suara pria itu terdengar seperti lumba-lumba. Pria itu terus menunjuk paha Summer yang masih tertusuk kaca. Mungkin dia bermaksud lukanya harus diobati.
Summer masih gemetar karna dinginnya air laut, lalu dia mulai sadar kalau dia belum mati karna dia masih di laut. Dia menutup wajahnya lagi dengan lengannya dan mulai menangis. Tak bisa menangis kencang karna tenaganya sudah terkuras, hanya air mata yang terus mengalir. Pria ikan itu semakin bingung karna día berpikir mungkin sakit sekali lukanya. Dia coba mendekati Summer dan mencoba menarik tangannya.
“Kamu yang nyelamatin aku?” Ucapnya masih menutup wajahnya
“Kenapa?” Tanya Summer lagi. Pria itu bingung karna dia tidak bisa bicara bahasa manusia.
“Ikikik.” Ujarnya menundukkan kepala.
“Seharusnya aku mati! Dengan begitu aku bisa ketemu Mama Papa! Berani-beraninya kamu menyelamatkan aku?” Bentak Summer dengan suara serak dan tenaga yang tersisa. Summer mulai menangis tersedu-sedu sambil memanggil Mama Papanya. Hidup sudah sangat tidak berarti baginya, semua sudah hilang, semua. Summer Cuma ingin bisa berkumpul dengan orang tuanya jika dia bisa mati.
Pria itu berenang mendekati bukit dan menarik tumbuhan tali. Dia menarik tali itu dan mendekati kaki Summer. Diikatnya tali itu di atas luka Summer agar darahnya berhenti. Summer hanya díam saja karna sudah tidak peduli, Summer hanya mengangis dan menangis. Setelah dia mengikat paha Summer, Pria itu perlahan lahan menarik kaca dari paha Summer. Kaca yang sebesar telapak tangan Summer dengan ujung yang runcing membuat lukanya cukup dalam. Pria itu melihat Summer sebentar lalu pergi berenang ke dasar laut. Summer masih terus menangis dan hanya berharap dia mati saja. Bahkan kenyataan dia hidup lebih mengejutkan daripada bertemu seorang mermaid yang dikira hanya ada di dongeng belaka. Dingin, badan remuk, sendirian, harusnya jadi alasan baru yang bisa membuatnya mati.
Pria itu berenang dengan cepat terus ke dasar laut. Bukit di dalam laut, dan jarang terkena sinar matahari karna kedalamannya. Dasar laut yang sangat curam, hingga manusia pun tidak mungkin bisa menemukan tempat yang tersembunyi itu. Lalu tiba di sebuah tempat yang ditutupi oleh tumbuhan lamun panjang. Dia menerobos tumbuhan panjang yang sepertinya hanya pintu itu. Dibalik lamun hijau itu terlihat habitat Mermaid dan Merman yang ternyata masih banyak dan terawat. Tumbuhan dasar laut yang banyak jenisnya dan gua-gua kecil yang sepertinya adalah rumah mereka. Terlihat mermaid-mermaid kecil yang berkumpul bermain dengan teman-temannya. Mermaid dan Merman dewasa yang sibuk dengan pekerjaannya.
Ada yang membawa rumput laut, ada yang membawa jenis tumbuhan yang sepertinya mereka makan, dan ada yang hanya sekedar duduk dan berbincang.
“Mara! Kemana saja?” Panggil seorang merman seusianya saat melihatnya berlalu di daerah rumahnya.
”Uma mencarimu dari tadi.” Lanjutnya.
”Hanya melihat-lihat di sekitar sini. ” Jawab dia yang ternyata benama Mara. Sambil berenang terus Mara mengarah ke rumah penyihir tempat orang-orang sakit dirawat. Namun setelah sampai dia melihat penyihir itu berada di dalam. Pasti sulit kalau harus meminta obat begitu saja. Mara terkenal anak yang tidak bisa diam dan selalu buat masalah. Karna itu dia harus berhati-hati kalau tidak mau sampai terdengar ke telinga Umanya.
“Tolong aku, Tapa.” Ujarnya pada temannya yang sedari tadi mengikutinya dan menanyainya.
“Apa, apa lagi kali ini?” Jawabnya dengan ekspresi kenyang dengan sikap Mara.
“Aku harus menolong seorang gadis. Dia terluka berat. Aku akan mengambil obat yang katanya sangat manjur itu.” Jawab Mara sambal mengintip penyihir itu sedang apa.
“Mencuri.” Lirih Tapa Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mara melihatnya dengan mata tajam.
“Iya. Iya. Untungnya buat aku?” Sahut Tapa setelah dipelototi.
“Aku akan beritahu Sara suka apa untuk kado ulang tahunnya.” Ujar Mara mencoba negosiasi memakai nama adik perempuannya. Benar saja Tapa sangat menyukai adik perempuan Mara yang berada dua tahun dibawah mereka.
“Yuhuuuu. Siap kakak ipar.” Sahut Tapa bersemangat.
Tapa mulai masuk ke dalam rumah si penyihir dengan mengetuk pintu.
“Buni… tolong Buni.” Teriak Tapa Sambil mengetuk pintu. Sedangkan Mara berjaga di balik jendela. Seorang penyihir yang dipanggil Buni membuka pintu. Rambutnya cukup panjang dan tipis tergurai di air.
“Apa?” Tanya Buni dengan wataknya yang dikenal judes.
“Buni… aku mencret terus. Kurasa ada yang salah dengan perut atau anusku.” Ujar Tapa Sambil memegangi Buni dan menunduk. Selagi Tapa mengalihkan Buni, Mara masuk melalui jendela dan menuju tempat Buni menaruh ramuan-ramuannya. Mara tersentak karna melihat ada seorang mermaid yang sepertinya sedang sakit parah tergeletak di ruangan itu. Wajahnya tidak asing, tapi bukan mermaid di daerahnyan karna dia kenal semua mermaid yang ada disana. Ah kembali Mara fokus karna ramuan itu lebih penting. Dia pernah melihat Buni memberinya ramuan saat día terluka parah tertancap kaki hiu di ekornya. Satu persatu diperhatikan dan dicium baunya. Sedang Tapa berusaha mengundur waktu dengan berpura pura mengerang kesakitan Sambil menarik-narik Buni.
Akhirnya Mara menemukan botol kaca dengan cairan hijau dan bau yang sesuai dengan yang diingatannya.
Segera dia ambil dan berenang keluar.
Sementara Tapa di bawa kedalam dan akan diberi ramuan untuk sakit perutnya.
Tapa mulai memutar otak harus apa agar bisa keluar tanpa minum ramuan yang akan diberikan padanya.
“Buni… Buni. Aku harus pulang. Aku mau buang air besaaaar!” Ujarnya sambil berenang secepat mungkin.
Segera Mara berenang dengan cepat meninggalkan habitatnya untuk menemui Summer.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Iqbal Fahamsyah
/Doubt//Scare//Hammer/
2025-03-04
0
seruuu
2023-03-27
0
Rani Damayanti
Buni obatmu dicolong
2023-03-17
0