...“Ck! Selama ini aku salah. Bukan kupu-kupu, tapi Nerium Oleander.” - Rain...
...🌸🌸🌸...
Empat belas tahun kemudian.
"Joey!" Suara lantang seorang pria terdengar dari kejauhan.
Mata almond nan indah, dengan bulu mata yang lentik alami itu berkeliling mencari sumber dari suara yang tak asing memanggilnya barusan. Bibir kecil nan tebal itu membentuk sebuah senyuman yang memikat hati saat menemukan sosok pria yang tadi memanggil namanya.
"Buruan!" ucap Joey kepada pria tadi yang sedang berlari ke arahnya sembari mengibas tangannya. Pria itu terengah-engah saat tiba di depan Joey.
“Hah … hah … hah ….”
“Kok telat?” tanya Joey dengan wajah cemberutnya.
“Sorry, tadi macet, sayang,” jelas Ace.
Ace, pria tampan berhidung mancung seperti milik Brad Pitt itu datang dengan setangkai mawar merah di tangannya. Sambil tersenyum, pria yang merupakan kakak kelas Joey dulu yang kini berstatus mahasiswa, ia mencubit gemas pipi tembem Joey yang sedang cemberut. “Jangan cemberut gitu dong.”
“Please deh, ini tuh hari kelulusan kita! Kalian jangan mengumbar kemesraan dulu!” celetuk Zea yang merupakan sahabat Joey sejak kelas 1 SMA, mereka dipertemukan saat menjalani masa orientasi dulu. Gadis itu kesal melihat Joey yang memamerkan kemesraannya di depan seorang jomblo akut yang tak pernah merasakan seperti apa itu indahnya pacaran.
“Yaudah, ayo foto!” ucap Joey sambil merapikan rambut hitam panjangnya yang tergerai.
"Ready! Satu ... dua ... tiga! Cheeseeee!!!" Zea memberikan aba-aba kepada Joey dan Ace sementara Ace melingkarkan tangannya di pundak Joey. Pria itu menarik tubuh Joey agar merapat ke arahnya.
Cekrek!
...****************...
“Dahhh!” Joey melambaikan tangannya ke arah Ace yang tak keluar dari mobilnya. Pria itu mengantarkan Joey sebatas lobby apartemen.
“Dah!” sahut Ace. “I love you.”
Joey melingkarkan kedua tangannya ke mulut, lalu berbisik, “Love you too!”
Meskipun tak begitu jelas terdengar, tapi Ace mengerti bahwa Joey membalas ungkapan cintanya hanya dari gerak gerik bibir pink gadis itu. Setelah mendapatkan balasan tersebut, Ace menancap gas mobilnya dan bergegas meninggalkan Joey yang kini memutar badannya menuju lift.
Gadis itu melangkahkan kakinya sambil bersenandung ria menuju lift. Saat pintu lift terbuka, ia masuk ke dalam lift tersebut, menempelkan kartu akses dan menekan tombol 37. Lift pun tertutup dan segera membawanya naik ke lantai yang iya tuju.
Ting!
Pintu lift terbuka. Gadis itu beranjak meninggalkan lift menuju unit 37-AA. Sudah empat belas tahun Joey menempati apartemen milik Rain, namun selama empat belas tahun tersebut, Rain tak pernah kembali ke Indonesia. Jangankan kembali ke Indonesia, sekedar menanyakan kabarnya saja tak pernah, bahkan Joey tak tahu berapa nomor ponsel pria penyelamat hidupnya itu. Selama empat belas tahun itu, ia hanya berkomunikasi dengan Harry yang merupakan sekretaris dari Rain.
Setibanya di apartemen, Joey melepaskan sepatu putih dan kaos kakinya lalu menaruhnya di rak sepatu. Ia menapaki kaki telanjangnya menuju ruang tamu sambil membuka kancing seragamnya satu persatu. Tangan yang satunya lagi melemparkan tas sandangnya ke atas sofa sambil bernyanyi.
...“Ada yang benci dirinya...
...Ada yang butuh dirinya”...
Joey melepaskan baju seragamnya lalu melemparkan baju tersebut ke atas sofa. Kini hanya tanktop putih dan rok abu-abu yang melekat di tubuhnya.
...“Ada yang berlutut mencintainya...
...Ada pula yang ke-“...
Joey tak melanjutkan liriknya karena merasa tenggorokannya kering. Ia memutar tubuhnya ingin menuju ke dapur. Namun putaran tubuhnya oleng saat ia mendapati tubuh kekar seorang pria dewasa yang tiba-tiba muncul tanpa bersuara.
“AAA!!!” pekiknya. Tubuhnya tidak stabil dan hampir jatuh, namun dengan sigap, tangan kekar pria dewasa itu menangkap pinggul Joey dan meraih tubuh montok yang berbalut tanktop dan rok abu-abu itu.
“O-om Rain?” mata Joey terbelalak. Pria yang selama ini ia stalking melalui sosmed, kini muncul di depan matanya.
Deg deg deg!
Rain tak bergeming saat mata elangnya bertemu dengan mata almond coklat milik Joey. Entah bagaimana, ujung jari Rain menyentuh pipi Joey, ada rasa menggelitik. Emosi yang tidak diketahui yang belum pernah ia rasakan dalam hidupnya memenuhi dirinya dan sepertinya akan meledak.
Joey yang sadar akan tatapan mata Rain yang seakan-akan ingin memakannya, gadis itu menutupi bagian atas tubuhnya menggunakan kedua tangan. Ia sangat malu karena hanya menggunakan tanktop.
“Om?” panggil Joey merasa tak nyaman akan tatapan tajam pria dewasa tampan itu.
Rain tersentak dan melepaskan tubuh Joey.
Buk!
Tubuh gadis itu jatuh terhempas ke atas karpet bulu yang ada di ruang tamu.
“Aww!” pekiknya lagi.
Lagi-lagi Rain tak mengucapkan sepatah katapun, ia memegang dagunya dengan spontan. Telinga pria itu memerah menahan malu, namun ia tak ingin menunjukkannya di depan gadis kecil yang ada di depannya.
Joey bangkit dari jatuhnya dan mengusap-usap bokongnya yang sakit dengan wajah yang meringis.
“Bentar ya, Om,” ucap Joey sambil berlari menuju kamarnya dan mengganti pakaian. Sementara itu, Rain menuju dapur, membuka kulkas dan mengambil minuman dingin yang ada, ia meneguknya seperti orang kehausan di gurun pasir.
“Aneh, jantung ku terus-terusan berdebar kencang sampai nggak bisa berhenti,” gumam Rain. Ia memegang dadanya sambil mencoba mengatur nafas.
Setelah meneguk air dingin, Rain menuju ruang tamu dan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Ia melirik ke arah tas dan seragam putih milik Joey. Ada aroma wangi tubuh wanita yang tercium olehnya. Pria itu kembali menghela nafas sambil menelan salivanya. “Ck! Selama ini aku salah. Bukan kupu-kupu, tapi Nerium Oleander.”
Tak lama kemudian, Joey keluar dari kamarnya mengenakan kaos santai berwarna lilac dengan celana pendek selutut berwarna hitam. Gadis itu mengambil tas dan seragamnya yang ada di atas sofa, dengan terburu-buru ia lari ke kamar dan kembali lagi ke sofa. Ia berdiri di samping sofa tepat di sebelah Rain yang sedang duduk. Pria itu mendongak menatap ke arah Joey yang berdiri di sampingnya.
Wajah datar Rain masih sama seperti dulu, hanya saja sekarang ia terlihat lebih tampan dan lebih berwibawa, mungkin karena berbalut setelan jas hitam tiga piece dengan jam tangan mewah yang ada di tangannya, pikir Joey.
“Kenapa berdiri?” suara berat Rain menggema.
Joey terkesima saat mendengarkan suara tersebut, suara yang pernah ia dengarkan empat belas tahun yang lalu, kini terdengar lagi. Anehnya, sekarang suara tersebut membuatnya berdebar. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, tak tahu harus menjawab apa, karena dia sendiri pun tak mengerti kenapa dia berdiri mematung seperti itu.
“Duduklah,” perintah Rain.
Joey duduk tegap di sofa yang ada di depan Rain, gadis itu meraih bantal sofa berwarna coklat dan menaruhnya di atas paha lalu meletakkan tangannya di atas bantal tersebut. Ia merasa tegang berhadapan dengan pria yang selama ini hanya bisa ia stalking karena rasa penasaran, namun kini ada di depan matanya.
“Gimana kabarmu?” tanya Rain sambil menatap ke arah Joey.
“Baik. Hehehe... Om gimana?” gadis itu tersenyum. Ia merasa bahagia melihat kehadiran Rain, entah itu bahagia karena telah lama tak bertemu atau karena pria itu merupakan penyelamat hidupnya atau juga ada alasan lain yang membuatnya bahagia.
“Baik,” sahut Rain. “Gimana sekolahnya? Kata Harry, hari ini hari kelulusanmu?”
Joey mengangguk dengan mata yang bercahaya. “Iya, Om.”
“Sementara mendapatkan tempat tinggal yang baru, saya akan di sini dulu. Maaf kalo itu membuatmu nggak nyaman,” ucap Rain langsung ke topik pembahasan.
“Ke-kenapa?”
“Maksudmu kenapa?” tanya Rain dingin sambil mengerutkan keningnya.
“Iya, kenapa Om ngomongnya gitu? Apartemen ini ‘kan punya Om?”
Rain mengangkat kedua pundaknya sambil melengkungkan garis bibirnya ke bawah. Dia bingung harus menjawab apa karena dia sendiri merasa tak nyaman berada seatap dengan gadis cantik itu. Bukan ketidaknyamanan yang tak beralasan, namun dia adalah pria dewasa yang normal, terlebih lagi saat melihat tubuh montok gadis yang di depan matanya mengenakan tanktop tadi, naluri prianya seketika ingin meledak.
“Ma-“
“Istirahat, gih,” Rain memotong pembicaraan gadis itu sambil berdiri dari duduknya. Ia melonggarkan dasi di lehernya yang terasa mencekik, padahal sebelumnya tidak apa-apa.
Rain bergegas menuju kamarnya meninggalkan Joey yang melongo karena melihat tingkah aneh Rain.
“Ish. Empat belas tahun nggak ketemu, sekalinya ketemu kayak orang nggak kenal!” gerutu Joey sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa.
...****************...
Ting! Ting! Ting!
Joey melirik layar ponselnya yang ada di meja rias. Ada pesan masuk dari Zea.
^^^“Joey!”^^^
^^^“Ketemu di tempat aja ya!”^^^
^^^“Kata Kak Ace, lo dijemput dia.”^^^
Gadis itu menaikkan alisnya, lalu menatap ke kaca dan melihat pantulan tubuhnya yang berbalut dress hitam membentuk tubuh, mempertontonkan tulang selangka yang indah. Ia memutar-mutarkan tubuhnya di depan kaca, sesekali ia menyibak rambut hitam panjangnya yang sengaja ia gerai. Merasa kurang, ia kembali mengolesi bibirnya dengan lipstick maroon yang mempertegas wajahnya menjadi terlihat dewasa.
“Perfect!” puji Joey pada pantulan tubuhnya di kaca.
Merasa tak ada lagi yang kurang, ia mengambil ponselnya kemudian mengambil tas hitam kecil yang ada di atas kasur, lalu bergegas keluar dari kamarnya. Ia menuju pintu keluar.
Drrttt. Drrrtttt.
Ponselnya berdering. Nama Ace muncul di layar ponselnya. Gadis itu mengangkat panggilan tersebut.
“Hallo, Kak!”
“Iya, ini aku udah siap, mau turun.”
“Oke, bentar ya.”
Panggilan pun terputus, gadis itu bergegas memegang ganggang pintu. Namun ia tak jadi membuka pintu tersebut.
“Oh iya, aku harus pamit bentar sama Om Rain. Takutnya dia nyariin!”
Joey menuju ke kamar Rain dan mengetuk pintu.
Tok Tok Tok!
“Om? Aku pamit bentar ya!”
“Kemana?” terdengar sahutan Rain dari dalam kamar meskipun pintu tersebut belum terbuka.
“Prom night, Om!” teriak Joey agar pria itu mendengar suaranya. Lalu tak ada lagi suara yang terdengar di balik pintu itu. Merasa cukup, Joey memutar tubuhnya bersiap meninggalkan kamar Rain.
Ceklek!
Pintu kamar Rain terbuka sementara langkah kaki Joey terhenti.
Rain mendadak menelan salivanya saat melihat bentuk tubuh Joey dari belakang. Dress hitam ketat itu menonjolkan setiap lekuk yang ada di tubuh gadis itu. Seketika, Joey memutarkan tubuhnya kembali menghadap Rain. Lagi-lagi, Rain menelan paksa salivanya melihat tampilan mempesona gadis itu. Pria itu tak dapat berkata-kata saat melihat gadis kecil yang dulunya kumal, kini tumbuh menjadi seorang gadis yang bersinar dan sangat mempesona.
“Dia benar-benar telah mekar dengan sempurna!” batin Rain.
...****************...
Empat belas tahun yang lalu.
Joey berlari dengan girang melihat sekeliling apartemen yang mewah itu. Gadis kecil itu tak pernah membayangkan bahwa ia dapat menginjakkan kakinya ke tempat yang seperti itu.
“Cil,” panggil Rain.
“Iya, Om,” Joey bergegas mendekati Rain, lalu pria itu jongkok di depan tubuh gadis kecil itu.
“Dengar. Untuk sementara, ada Bibi Teti yang akan jagain kamu. Nggak boleh nakal! Kalo nakal saya suruh Bibi Teti anterin kamu ke tempat tadi."
“Emangnya, Om nggak di sini?” tanya Joey penasaran.
“Nggak. Saya mau ke Amerika malam ini.”
“Yah.”
“Ntar, kalo ada apa-apa, kamu kasih tau aja ke Om Harry,” Rain menunjuk ke arah pria bertubuh tinggi yang ada di samping Bibi Teti.
“Tapi … Om bakalan lama nggak?” tanya Joey.
Rain tak menjawab pertanyaan gadis kecil itu. Ia hanya menghela nafas panjang dan bangkit dari jongkoknya. “Inget-“
“Mekarlah dengan sempurna!” potong Joey sambil tersenyum. Kata-kata Rain sudah melekat di kepalanya.
...****************...
BERSAMBUNG…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
s
kirain ini mah sesuai perkataan om rain “mekarlah dengan sempurna” si joey fokus diri sendiri dulu sampai sukses dan kalo di ungkit soal hutang budinya bisa bayar pake uang
2024-11-27
1
Bzaa
benar-benar mekar dgn sempurna
2025-02-27
0
HNF G
udah mekar nih om..... kpn dipetiknya🥰🥰🥰🥰
2023-10-24
1