Arman bergegas menuju rumah Andi. Andi adalah adik pertamanya, dia tinggal di Kampung sebelah.
Jaraknya yang tidak begitu jauh, bisa di tempuh dengan berjalan kaki, karena hanya terpisahkan oleh jalan Desa saja.
Sepanjang jalan , Arman melihat keresahan dari para tetangga yang ditemuinya, mereka mulai mendengar desas-desus tentang desanya.
Ada kabar yang beredar kalau di desanya akan dibangun sebuah Sekolah Militer.
Arman pun sempat bertemu dengan beberapa orang pemuda, mereka menanyakan alamat Desa tempat tinggalnya, sepertinya mereka pemuda dari Kota, terlihat dari cara berpakainnya.
Pemuda itu adalah Putra, Soleh, Dani, dan Iman. Mereka adalah Mahasiswa dari Kota. Mereka tergabung dalam sebuah organisasi Kemahasiswaan, yang konsisten membantu masyarakat dalam bidang dan hal apa pun.
Ternyata kabar akan dibangunnya Sekolah Militer di Desa Mandalajati sudah menyebar, banyak media yang mulai memberitakannya.
Nah para Mahasiswa itu ingin mengetahui secara langsung kebenaran berita tersebut, maka mereka mendatangi Desa Mandalajati.
"Maaf Pak, saya mau tanya kalau Desa Mandalajati masih jauh?", tanya Putra saat sepeda motornya berpapasan dengan Arman.
Arman berhenti dan mengamati orang-orang di depannya yang berada di atas sepeda motor.
"Saya Putra, dan ini ketiga teman saya, Soleh, Dani, dan Iman, kami Mahasiswa dari Kota, mau ke rumah Pak Rw Desa Mandalajati" , perkenalkan Putra. Seolah tahu dengan gelagat Arman yang menaruh curiga kepada mereka .
"Oh , lurus saja, ikuti jalan ini, nanti pad ada pertigaan , lurus , di sana ada lapangan bola di pinggir jalan, itu Desa Mandalajati", jelaskan Arman.
Putra manggut-manggut, "Terima kasih Pak, mari kami duluan", Putra dan ketiga temannya melanjutkan perjalanan.
Sementara Arman juga meneruskan perjalanan menuju rumah Andi. Sesampainya di sana Arman mengutarakan maksud kedatanganya.
"Di, Bapak menyuruh kita kumpul malam ini dirumahnya, tolong kamu hubungi adik-adik yang lain, sepertinya ada hal penting yang ingin beliau sampaikan", jelas Arman.
"Malam ini aku kerja Bang,mungkin istriku bisa datang", jawab Andi. Dia memang bekerja di sebuah Pabrik.
"Oh iya tidak apa-apa, tapi tolong kasih tau yang lsin ya!" pinta Arman.
"Baik Bang", Andi segera mengirim kabar kepada adik adiknya untuk berkumpul di rumah Kek Ilham nanti malam
"Di minun dulu airnya Bang!" ,Ranti, istri Andi menaruh gelas berisi teh hangat di atas meja.
"Iya, terima kasih, mana Denda , dari tadi tidak kelihatan", tanya Arman.
"Biasa Bang, jam segini dia masih di lapangan, main bola", senyum Ranti.
"Ngga apa-apa, diseriuskan tuh latihannya, ada bakat tuh anak", saran Arman.
"Ya sudah , Abang pulang dulu, mumpung belum gelap", pamit Arman..
"Saya antar Bang , pake motor biar cepat", tawari Andi.
"Ngga usah, kan kamu mau kerja malam , istirahatlah!", tolak Arman. Dia menepuk pundak Andi.
"Iya Bang, nanti sebelum berangkat saya antar Ranti dan Denda ke rumah Bapak, biar menginap sekalian di sana", jelas Andi.
"Iya, Abang pulang ya, Assalamu'alaikum" ,
"Wa'alaikumsalam", Andi mengantar Arman sampai teras rumahnya. Dia menatap punggung Kakaknya sampai menghilang di ujung gang.
Setelah Maghrib, Desa Mandalajati masih terlihat ramai, kabar datangnya bulldozer membuat penasaran para warga dari Desa tetangga. Mereka masih berdatangan ke sana.
Namun saat itu, di lapangan sudah ada beberapa orang berseragam loreng berjaga , mereka mulai mendirikan tenda di dekat deretan kendaraan beratnya.
Arman pun melihat keramaian itu, tapi dia berlalu tidak memperdulikannya, dia bergegas menuju rumah Kek Ilham.
Di sana Kek Ilham, Nek Husna, Hana dan Aini sedang berkumpul di ruang keluarga. Mereka sedang menunggu kedatangan anak-anaknya.
"Assalamu'alaikum, Arman memasuki ruangan",
"Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah, Man kamu makan dulu sana!, semua sudah siap, dari tadi kamu belum istirahat, belum makan juga mungkin", perintah Kek Ilham .
"Sudah Pak, tadi sudah ngopi di rumah Andi", Arman duduk di samping Aini yang sedang belajar.
Ia mengelus kepala putrinya penuh kasih sayang, ia tidak bisa membayangkan jika rencana proyek Pemerintah itu tetap berjalan, bagaimana masa depan putrinya dan anak-anak lain di desanya.
Tadi Arman sempat mendengar obrolan dari orang yang berseragam loreng, kalau desanya akan dipindahkan ke tempat lain.
Satu per satu anak Kek Ilham berdatangan, mereka berkumpul memenuhi ruang keluarga. Hanya enam orang anaknya yang bisa datang, yang lain ada halangan katanya.
Ada Arman, Arka, Azka, Ayu, Amina dan Arya. Mereka datang bersama keluarganya, hanya Ranti yang datang bersama Denda, anaknya, karena Andi, suaminya harus bekerja.
Sebelum membicarakan masalah inti, Nek Husna menyuruh semua anak dan cucunya makan dulu.
Suasana seketika ramai, Kek Ilham melihat pemandangan itu dengan tersenyum bahagia.
Kek Ilham sangat bersyukur, dia berumur panjang untuk menyaksikan anak dan cucunya berkumpul. Tapi tidak terbayang jika proyek Pemerintah itu terus berjalan, akankah mereka bisa terus berkumpul?, apalagi tersebar kabar kalau penduduk Desa Mandalajati akan dipindahkan ke tempat baru.
Setelah acara makan selesai, mereka kembali betkumpul di ruang keluarga. "Ai , ajak adik-adikmu bermain di belakang", Kek Ilham melirik Aini.
Aini menurut, ia mengajak adik-adiknya ke ruang belakang.
Nek Husna , Hana dan menantu-menantu Kek Ilham membereskan dapur bekas makan mereka.
Kek Ilham sudah berkumpul dengan anak-anaknya. "Jadi begini Nak" , Kek Ilham membuka pembicaraan.
"Tadi pagi, Bapak kedatangan tamu dari Kota, mereka sepertinya anggota Perwira. Mereka mendapat tugas dari atasanya untuk membebaskan tanah Bapak, tanah yang di pinggir jalan",
"Katanya di sana akan di bangun Sekolah Militer, dan gunung yang diatas , akan dijadikan tempat latihan tempur katanya",
"Bapak sudah tegaskan kepada mereka kalau Bapak tidak akan menjual tanah itu, tanah itu satu-satunya harta milik Bapak, itu milik kalian juga, tanah itu Bapak beli dengan cucuran keringat, itu hasil kerja keras Bapak dan Ibu kalian", Kek Ilham melihat keenam anaknya.
"Sepertinya rencana ini sudah tidak bisa di tolak lagi, belum apa-apa saja, mereka sudah membawa alat-alat berat ke sini, kalian pasti sudah melihatnya di sana, Bapak tidak tahu harus berbuat apa, makanya Bapak kumpulkan kalian di sini, karena tanah itu milik kalian, anak-anak Bapak", suara Kek Ilham mulai serak.
Dia tidak bisa menahan gejolak dihatinya, berbagai rasa bercampur di hatinya, sedih, takut, dan khawatir.
Semua diam, mereka juga tidak menyangka, mereka kaget mendengar penjelasan dari Kek Ilham.
"Kita ini lemah, sebagai masyarakat tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, apalagi melawan Pemerintah, mereka akan menghadang kita dengan aturan-aturan, kalau menolak, kita akan dianggap sebagai pembangkang, penghambat", lanjut Kek Ilham.
"Tapi Bapak tetap mau mempertahankan tanah itu, bukan hanya kita yang bergantung pada tanah itu, tapi juga sebagian warga yang bekerja kepada Bapak di kebun", tegas Kek Ilham.
"Lantas, kepada siapa kita meminta bantuan?", Arman menerawang.
"Pemerintah setempat juga sepertinya akan mendukung Pemerintah", timpa Arka.
"Kalau kita melawan, bagaimana caranya?, tetap akan kalah" , ungkap Ayu.
"Terus bagaimana?, melawan pasti kalah, menurut pun kita yang akan sengsara", Amina tampak sedih.
"Sebentar Pak, apa surat-surat tanahnya Bapak yang pegang? ", tanya Arman.
"Masih Nak",
"Itu satu-satunya kekuatan kita, Bapak adalah generasi pertama di Desa kita, dengan bekal surat-surat yangl legal, kita bisa bertahan,dan melawan",
"Ya, semoga saja ada pihak yang mendukung kita untuk melawan , untuk bertahan di tanah ini", Kek Ilham menerawang penuh harap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments