Bab 04

Malam harinya, saat Flora tengah berendam di bathtub,

ia menutup matanya, tertidur, dan secara perlahan menenggelamkan dirinya.

Ia bermimpi samar-samar—perlahan melihat seorang anak kecil berlari-lari sambil menangis di ladang jagung. Seseorang kemudian membekapnya.

"AAAHHHHHHHHH!"

Flora berteriak kencang dan langsung terbangun dari mimpinya.

Bram segera menghampirinya setelah mendengar teriakan itu, khawatir terjadi sesuatu. Ia baru saja pulang dari kantor.

“Flora, kau tak apa-apa?!” tanya Bram panik.

Flora ketakutan dan mulai menangis. Bram memeluknya erat dan mencoba menenangkan dirinya.

Ia membawa Flora keluar dari kamar mandi, mengeringkan tubuhnya, kemudian membantunya memakai pakaian.

Flora bersandar di dada Bram yang bidang. Bram mengelus lembut rambutnya.

“Ada apa?” tanyanya.

“Maafkan aku... maafkan aku...” lirih Flora.

Bram mengerti.

“Kau bermimpi itu lagi?” tanya Bram lembut.

Ia memeluk Flora erat dan mengelus kulitnya.

“Aku di sini, Flora... aku di sini,” ucapnya penuh kelembutan.

Flora menangis.

Bram terus menenangkan Flora dengan suara lembut dan sentuhan halusnya.

Ia pun teringat sesuatu...

“Maafkan aku, Flora. Maafkan aku...” batinnya.

---

Pagi harinya, Flora terbangun dalam pelukan suaminya.

Ia menatap wajah Bram. Bram membuka matanya dan tersenyum. Hidung mereka saling bersentuhan, lalu bergesekan manja.

Bram memeluknya dari belakang.

“Dad,” panggil Flora.

“Hmmm?” sahut Bram.

“Thank you...” bisik Flora lirih.

“For what?” tanya Bram.

Flora tersenyum.

“Thank you for everything. For being my husband, my love, and the father of my child.” ucap Flora.

Bram tersenyum, lalu memeluknya lebih erat. Mereka saling mencium dengan lembut.

---

Siang itu, Flora sedang memeriksa pakaian kotor Bram untuk dibawa kepada pembantu. Ia mengecek kantong bajunya dan menemukan selembar kertas—bon pembelian gelang mahal.

(Bon gelang? Apa ini?) pikir Flora.

Ia melihat tanggal pembelian serta ukuran gelang tersebut. Gelang itu dipesan secara khusus, dan ukurannya bukan miliknya... juga bukan ukuran Bram.

Ia pun teringat pesan singkat misterius dari ponsel Bram kemarin.

Saat Bram keluar dari kamar mandi, Flora dengan cepat menyembunyikan kertas itu dan merapikan pakaiannya.

“Kenapa?” tanya Bram.

“Tidak, hanya bajumu sangat kotor,” jawab Flora sambil memungut pakaian Bram.

Bram tersenyum, lalu mengecup kening Flora dan memeluknya.

Flora diam sejenak, lalu membalas pelukannya.

---

Di kantor, Harish tengah menatap foto Flora dan tersenyum sinis.

“Flora...” gumamnya.

Ia mengingat momen kemarin saat secara tidak sengaja menabrak Flora dan menatap matanya saat meminta maaf dengan suara lembut.

“Cantik, bukan?” tanya Lucifer yang berdiri di hadapannya.

Harish terbangun dari lamunannya.

“Cantik. Tapi sayang... dia bekas Bram,” ucap Harish, meletakkan foto Flora di atas meja.

“Kau sudah dapatkan yang aku minta?” tanya Harish.

Lucifer menyerahkan berkas padanya. Harish membukanya dan mulai membaca.

“Well, agak sulit mencari tahu asal-usulnya. Masih belum jelas. Berdasarkan catatan medis, ia tampaknya punya masalah dengan anak,” jelas Lucifer.

Harish menyeringai.

“Ada nomornya juga di sana, serta catatan medis lengkap,” tambah Lucifer.

Harish memperhatikan hasil lab Flora.

“Oh, jadi dia penyakitan?” ucapnya sambil menatap Lucifer.

“Harish...” tegur Lucifer.

Harish hanya memutar matanya, malas.

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke jendela besar kaca kantornya.

Dari sana, ia melihat dua orang bersaudara tengah balapan mobil sport di jalan.

Ia pun teringat masa lalunya...

---

BUGH!

Ia meninju Bram.

Mereka berdua bertengkar hebat karena suatu masalah. Bram yang mabuk hampir menyakiti seseorang—teman mereka sendiri. Harish nyaris disalahkan atas kejadian itu, namun korban bersaksi di depan hakim bahwa Harish bukan pelakunya. Kasus itu pun diselesaikan secara damai.

“Bikin malu saja kau, berdebah!” ucap Harish.

“SUDAH!”

“HENTIKAN SEKARANG JUGA!” titah Will, ayah mereka.

“Aku akan pergi setelah pengecut ini membuktikan bahwa dia bukan pengecut!” teriak Harish.

Bram marah, tidak terima.

Tanpa sepengetahuan Will, malam itu mereka berdua melakukan balap liar dengan mobil masing-masing.

Harish melaju kencang melewati pegunungan, diikuti Bram yang mengejarnya hingga sejajar.

Tiba-tiba, seseorang menghadang dari samping. Mobil Bram kehilangan kendali dan menabrak mobil Harish.

Keduanya mengalami kecelakaan hebat. Mobil mereka terjun ke jurang.

Beruntung, Harish dan Bram selamat. Mereka keluar dari mobil sebelum meledak.

Flashback selesai.

Harish menatap sendu jendela kaca besar itu.

---

Sementara itu, Bram menjemput Claudia di tempat parkir dengan mobil.

Mereka berciuman.

“Aku kangen, Dad. Sama kamu...” bisik Claudia.

“Aku juga,” jawab Bram.

Bram mengajak Claudia ke mall dan membelikan berbagai barang mewah untuknya.

Claudia kemudian menarik Bram ke kamar mandi dan mereka berhubungan intim.

---

Di mansion, Flora berjalan perlahan sambil menahan sakit di perutnya.

Ia menuruni tangga dengan hati-hati, memegangi perutnya. Namun rasa sakit itu makin menjadi dan ia jatuh terduduk di anak tangga.

“Ah...” ringisnya.

Ia mencoba mengambil napas panjang. Keringat membasahi tubuhnya.

Kepala maid segera menghampiri.

“Madam!” panggil sang maid panik sambil membantunya.

Para maid berusaha menghubungi Bram, namun tidak diangkat.

Bram tengah bermesraan dengan Claudia.

“AHH....” Flora mengerang kesakitan.

Sementara itu, Bram dan Claudia masih asyik menikmati kebersamaan mereka dengan bersetubuh dengan panas

Ahhh...

Ah...

Ahhhh.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!