Vanessa POV
Beberapa hari ini, aku memperhatikan sahabatku, Flora, yang tampak pucat dan lemas. Aku sering melihatnya merasakan sakit di perutnya, tetapi ia selalu berusaha menyembunyikannya dariku. Aku mengenal Flora dengan sangat baik—sejak kami kecil di panti asuhan—dan aku tahu ada sesuatu yang tidak beres.
Aku masih ingat awal pertemuan kami.Jika mengingat masa lalu itu, aku merasa tidak sanggup untuk menceritakannya kembali.
Aku harus memberanikan diri untuk bertanya. Aku takut sesuatu yang buruk sedang terjadi padanya, sama seperti dulu saat ia masih kecil.
"Flora, kamu sakit?" tanyaku dengan nada khawatir.
Flora hanya tersenyum padaku. Aku tahu betul bagaimana dirinya. Meskipun ia melupakan masa lalunya, aku tidak. Dan aku tahu ia sedang berbohong. Namun, aku membiarkannya untuk saat ini.
"Aku tidak apa-apa, Vanessa," ucap Flora lembut.
"Kau yakin?" tanyaku lagi, mencoba memastikan.
"Yeah..." jawab Flora singkat. "Hanya saja... aku sedang hamil. Dan kau tahu kenapa aku takut..."
Air mata mulai mengalir di pipinya. Aku segera memeluknya erat, dan Flora membalas pelukanku dengan penuh kesedihan. Aku tahu ini sulit baginya. Ia sudah berusaha sebaik mungkin, namun kegagalan selalu menghantamnya. Sebagai sahabat dan saudara, aku ingin selalu ada untuknya, memberikan dukungan penuh.
Vanessa POV End
---
Bram POV
Bram duduk di ruang kerjanya, menatap berkas-berkas yang berisi catatan tentang Harish.
"Rupanya Harish adalah pemilik Ocean Dark Hotel dan sekarang berasal dari Klan Romanov milik Uncle Samuel..." gumamnya sambil menopang dagunya.
Ia mengepalkan tangannya, merasa tak nyaman dengan fakta yang baru ia temukan.
---
Di tempat lain, seorang wanita cantik dengan tubuh kurus dan rahang tirus sedang mengajar anak-anak kecil bahasa Inggris. Setelah selesai mengajar, ia berjalan ke arah parkiran dan masuk ke dalam mobil yang di dalamnya sudah ada Bram.
"Sorry, lama," ucap wanita itu. Ia adalah Claudia.
Bram tersenyum tipis. "Tak apa."
Mereka saling tersenyum sebelum berciuman lembut di bibir. Tak lama, mereka melaju ke penthouse mewah milik Claudia dan kembali larut dalam hubungan terlarang mereka.
"Aku cuci muka dulu," ucap Bram setelah mereka tiba di penthouse.
Claudia tersenyum penuh arti. Saat Bram sedang mencuci muka di kamar mandi, Claudia menggodanya. Ia mencumbu leher Bram, membuat pria itu tersenyum dan membalasnya. Dengan penuh gairah, Claudia mulai membuka satu per satu kancing kemeja Bram, sementara Bram pun tak tinggal diam, perlahan melepas gaun Claudia. Mereka kembali larut dalam hasrat yang membara, saling memberikan kecupan penuh gairah.
---
Sementara itu, Flora pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter Amran. Ia ingin mencari solusi untuk menahan rasa sakit akibat kanker yang dideritanya.
"Sebenarnya kau bisa menahan rasa sakitmu tanpa harus melakukan tindakan lebih lanjut. Tapi aku harus menyuntikmu selama satu bulan dan melakukan kemoterapi sebulan sekali. Namun, Flora, kemoterapi ini mungkin akan sangat menyakitkan bagimu. Aku takut kau takkan kuat menahannya, apalagi kau sedang hamil," jelas Amran dengan nada khawatir.
Flora menggigit bibirnya. "Tapi... itu tidak akan membahayakan anakku, kan, Amran? Aku ingin anak ini tetap hidup. Aku ingin dia baik-baik saja."
Amran menghela napas pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, kita akan mencobanya. Aku harap ini tidak akan membahayakan janinmu. Aku akan menjamin itu."
Flora mulai menjalani kemoterapi. Sebelum memulai, Amran mencoba menguatkannya.
"Flora..." panggil Amran pelan.
"Apa?" balas Flora dengan suara lirih.
"Apa Bram sudah tahu tentang penyakitmu?" tanyanya hati-hati.
Mata Flora menjadi sendu. Ia menggeleng pelan.
"Aku... aku tidak tahu bagaimana mengatakannya..." bisiknya.
Amran hanya bisa menghela napas, lalu menarik Flora ke dalam pelukannya untuk memberikan dukungan.
Flora mencoba menelepon Bram berkali-kali, namun pria itu tak kunjung mengangkatnya. Sementara itu, Bram masih tenggelam dalam perselingkuhannya bersama Claudia, bercumbu di bawah pancuran air hangat, sebelum akhirnya melanjutkan asmara mereka di ranjang.
Di rumah sakit, Flora berjuang menahan rasa sakitnya. Ia menuntaskan sesi kemoterapinya dengan kesabaran. Amran menemaninya hingga ia tertidur, lalu duduk di sampingnya sambil tersenyum.
Flora perlahan membuka matanya. "Amran..." lirihnya.
Amran tersenyum. "Aku kira kau mati."
Flora mengerutkan kening, lalu menyeringai. "Kurang ajar kau, Pugi!"
Mereka tertawa bersama, sejenak melupakan beban yang mereka pikul.
---
Sementara itu, di penthouse Claudia, Bram dan Claudia sedang berendam bersama di bathtub.
Claudia menyandarkan kepalanya di dada Bram. "Ada apa?" tanyanya, merasa ada yang mengganjal di benak pria itu.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Bram singkat.
Claudia menatapnya sejenak, lalu kembali bersandar. "Flora sedang hamil," lirih Bram tiba-tiba.
Claudia terkejut. Ia perlahan menjauhkan diri dari dada Bram dan terdiam. Bram menatapnya, merasa ada yang salah.
"Ada apa?" tanya Bram.
"Aku... aku tidak apa-apa... hanya saja..." suara Claudia bergetar.
Bram menangkup wajahnya dan mengecup bibirnya lembut. "Tak apa... Aku tahu... Aku di sini."
Claudia kembali bersandar di dada Bram. "Aku hanya ingat tentang hari itu..." bisiknya dengan sendu, matanya mulai berkaca-kaca.
Bram mengelus bahunya. "Aku akan menjelaskan semuanya padanya. Aku hanya butuh waktu."
Claudia mengangguk, meskipun air matanya jatuh.
---
Keesokan Harinya
Flora pergi bekerja seperti biasa. Ia berjalan bersama Vanessa, membawa minuman.
"Hari ini kamu menangani kasus apa?" tanya Flora.
"Kasus Tuan Anggoro. Perebutan harta gono-gini dengan istrinya," jawab Vanessa.
"Nyonya Anggoro?" tanya Flora.
"Ya. Dia sudah terbukti selingkuh dari suaminya, tapi tetap mengelak dan malah meminta lebih banyak harta," ujar Vanessa kesal.
Flora tertawa pelan. "Astaga, dia yang salah, tapi dia yang menuntut lebih."
Saat Flora sedang membeli minuman sendirian di mall, seseorang dengan tudung kepala mengikutinya. Ia membawa senjata tajam. Flora berjalan santai, tapi langkahnya sedikit dipercepat. Tanpa sengaja, ia menabrak seorang pria tinggi bermata biru laut.
Pria misterius itu tersenyum. "Tak apa."
Flora menatapnya, dan hatinya berdesir."Aku merasa pernah mengenalnya..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments