Betrayal In The Name Of Love
First Introduction
Berlin, Jerman – 12 Juni 2018
Seorang wanita berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin berwarna putih gading yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Bunga-bunga renda halus menghiasi bagian dadanya, sementara ekor gaunnya menjuntai anggun di lantai. Riasan di wajahnya begitu sempurna, menonjolkan mata hazelnya yang berkilau. Perhiasan yang ia kenakan memancarkan kilau kemewahan, memperindah aura pengantin yang sudah bersinar dari dalam dirinya.
Flora tersenyum pada bayangan dirinya di cermin. Hari ini adalah hari yang telah lama ia impikan—hari di mana ia menjadi seorang istri bagi pria yang amat dicintainya.
Ia melangkah menuju altar dengan gaun mewahnya, langkahnya anggun dan penuh keyakinan. Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan jas hitam elegan dan tatapan yang dipenuhi cinta. Mereka saling menggenggam tangan, merasakan getaran emosional yang begitu kuat di antara mereka.
"Ya, aku terima," ucap mereka serentak dengan suara penuh keteguhan.
Mereka saling menyematkan cincin di jari manis masing-masing. Tatapan penuh cinta, senyum bahagia, dan gemuruh tepuk tangan mengiringi ciuman mereka yang menjadi saksi janji suci itu.
---
Berlin, Jerman – 2023
Lima tahun telah berlalu sejak hari bahagianya. Kini, Flora tengah menyiapkan setelan jas navy yang telah disetrika rapi, lengkap dengan kemeja putih dan celana bahan hitam yang dipilihnya dengan hati-hati. Ia meletakkan semuanya di atas kasur dan tersenyum puas.
“Setidaknya ini sempurna,” gumamnya.
Suaminya, Bram, keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk lain, lalu menghampiri Flora dan melingkarkan lengannya di pinggang sang istri.
“Lepaskan aku,” ucap Flora, meski bibirnya membentuk senyuman kecil.
“Tidak apa-apa, kau kan istriku,” sahut Bram, suaranya dalam dan hangat. Ia mengecup leher dan bahu Flora dengan lembut.
Flora berbalik, melingkarkan tangannya di leher Bram, matanya menatap suaminya dengan lembut.
“Di mana bajumu? Mau aku laundry?” tanyanya sambil mengelus pundak Bram.
“Ada di lemari,” jawab Bram singkat, sembari menyentuh tengkuk Flora dengan jemarinya.
Mereka berciuman lembut, menikmati momen kebersamaan mereka sejenak sebelum kembali pada rutinitas masing-masing.
---
Hari itu, Flora menjalani rutinitasnya sebagai seorang pengacara ternama. Setiap kasus yang ia tangani hampir selalu berakhir dengan kemenangan, menjadikannya salah satu pengacara paling disegani di Berlin. Banyak penghargaan telah ia raih, tapi bagi Flora, kepuasan terbesarnya adalah membela klien yang benar-benar membutuhkan keadilannya.
Di kantornya, sahabatnya, Vanessa, masuk ke ruangannya dengan membawa setumpuk berkas.
“Kita ada rapat dengan anak-anak magang siang ini,” ucap Vanessa sambil menyodorkan beberapa dokumen.
“Siapkan saja semuanya, nanti aku urus sisanya,” jawab Flora, menyusun berkas dengan cekatan.
Setelah bekerja, mereka pergi ke kafe dan bertemu sahabat lama mereka, Asya, yang membawa anaknya, Aliyyah. Mereka berbincang penuh nostalgia, tertawa dan mengingat masa-masa awal karier mereka.
Malam harinya, Flora terbangun di dini hari. Ia menatap suaminya yang tertidur di sampingnya, wajahnya begitu damai dalam lelap. Namun, ada sesuatu yang aneh—dadanya terasa sesak.
Ia berjalan ke kamar mandi dan melihat bayangannya di cermin. Napasnya mulai tak beraturan.
Tiba-tiba, ia merasa mual dan muntah. Kepalanya berdenyut hebat. Tetesan darah mengalir dari hidungnya, semakin banyak hingga ia panik. Saat mencoba menghapusnya, ia melihat bayangan pria di belakangnya dalam refleksi cermin. Mulutnya disumpal. Flora ketakutan, tubuhnya gemetar hebat.
Ia tersentak dari mimpi buruknya, nafasnya tersengal. Bram terbangun dan segera menariknya ke dalam pelukan, menenangkan tubuhnya yang masih menggigil.
Keesokan paginya, Flora kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Bram bersiap untuk berangkat ke kantor.
“Hari ini aku mungkin pulang malam atau lembur,” kata Bram.
Flora mengangguk, tanpa sedikit pun rasa curiga terhadap suaminya. Setelah sarapan bersama, mereka berpisah untuk bekerja.
Di kantor, Flora memimpin sesi pelatihan bagi anak-anak magang. Namun, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat, wajahnya pucat.
“Flora, kau baik-baik saja?” tanya Vanessa khawatir.
Flora mencoba tersenyum, namun beberapa langkah kemudian, tubuhnya ambruk.
“Flora!” teriak Vanessa.
---
Flora membuka matanya dan mendapati dirinya terbaring di rumah sakit. Seorang dokter berdiri membelakanginya, mengamati hasil X-ray. Flora mengenalinya.
“Amran… aku kenapa?” tanyanya.
Amran, teman masa kecilnya, berbalik dan menatapnya penuh rasa prihatin.
“Kau sudah sadar,” katanya.
“Apa yang terjadi padaku?”
Amran menghela napas. “Kami menemukan adanya janin dalam tubuhmu.”
Flora tersentak. “Aku hamil?”
“Ya, untuk ketiga kalinya.”
Flora tersenyum, penuh rasa syukur. Namun, ekspresi Amran tetap memelas.
“Flora… selain janin di tubuhmu, kami menemukan sesuatu.”
Jantung Flora berdegup kencang. “Apa maksudmu?”
Amran menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Kami menemukan kanker ganas di rahimmu. Kemungkinan sudah stadium dua.”
Dunia Flora seakan runtuh.
---
Moskow, Rusia
Seorang pria bermata biru laut berdiri di balik jendela kaca, menatap keramaian kota Moskow di malam hari. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, mobil-mobil berlalu lalang di jalanan. Wajahnya tampan, rahangnya tegas, dan tubuhnya atletis. Namun, sorot matanya penuh kebencian.
Ia memejamkan mata, lalu ingatan buruk menghantamnya.
“AHHH…!”
Sebuah bayangan terlintas di benaknya—seorang pria terjatuh dari ketinggian gedung. Gambarannya begitu jelas.
Harish menatap foto lama di tangannya, foto dirinya bersama Bram saat kecil.
“Bram…” lirihnya.
Tatapannya berubah tajam, dipenuhi dendam yang membara.
Pria itu adalah Harish William Darren Robert Salvatore Wilson. Dan dendamnya belum usai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
nih bunga untukmu
2023-03-21
0