Rumah besar itu kini sepi, tidak seperti hari-hari kemarin. Waktu tahlilan untuk Eni di lakukan, banyak tetangga yang dapat untuk membantu. Sekarang walaupun keempat anak Eni ada di sana, tetapi mereka diam dalam kamar masing-masing.
Termasuk pengantin baru kita Reyhan dan Kanaya. Setelah mengganti baju dengan yang lebih sopan, Reyhan pun setuju untuk berbaring seranjang dengan Kanaya. Istri kecilnya itu terlelap, terlihat begitu damai.
Reyhan sedari tadi hanya terbaring saja, berbantal pada lengannya. Pria yang sudah melepas masa dudanya beberapa jam yang lalu itu, hanya menatap langit-langit kamar Kanaya.
Hari ini sangat aneh, begitu aneh untuknya. Ia datang kerumah ini seminggu yang lalu, pertama kalinya ia menginjakkan kaki di desa Manukan ini. Reyhan datang atas undangan Eni, wanita tua yang sudah begitu baik pada Reyhan. Biasanya Mereka akan bertemu saat Eni menengok kebun miliknya, tapi entah kenapa kemarin ia mengundang Reyhan datang berkunjung ke rumah besar ini.
Mungkin itu firasat, atau memang sudah kehendak dari Tuhan. Reyhan melirik Kanaya yang terpejam sambil memeluk erat guling, wanita muda itu tadi mengigau menyebut Oma Eni, ia berkata rindu dan ingin bertemu.
"Hah ... Aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya padamu, tapi aku akan berusaha menjagamu. Beri aku waktu Naya," ucap Reyhan pada Kanaya yang tertidur pulas.
Mudah memang untuk menikah, tetapi untuk mencintai Kanaya, menerima wanita itu sebagai istrinya. Reyhan butuh waktu, ia juga tidak tahu berapa lama waktu yang ia butuhkan.
Kanaya, wanita yang cantik. Rambut panjang hitam, hidung ya lumayan mancung, alis yang tidak begitu tebal dan punya bibir berwarna merah alami yang selalu terlihat lembab. Sempurna dengan kulit kuning langsat yang ia punya.
"Emgh ...!" Kanaya menggeliat, Reyhan buru-buru memejamkan matanya pura-pura tidur.
"Astaghfirullah, udah jam setengah empat. Aku belum nyiapin buat masak makan malam!" Kanaya terjingkat, melompat dari atas ranjang, niatnya.
Namun, sayang ia lupa jika ada mahluk hidup lain yang menghuni ranjang itu. Dan kaki kanan tersandung kaki sang suami, hingga membuat lompatannya tidak sempurna. Kanaya mendarat di lantai dengan posisi nyungsep.
"Aduh ... Aduh, daguku," rengek Kanaya sambil mengusap dagu yang sudah mendapatkan ciuman mesra dari lantai.
"Apa sih itu, oh! Aku lupa ada Om Reyhan, hehehe," Kanaya terkekeh sendiri mengingat ada suaminya di atas ranjang.
Kanaya bangkit, kemudian memeriksa apakah Reyhan terganggu dengan bunyi jatuhnya barusan. Kanaya merunduk , mendekatkan wajahnya dengan sang suami hingga tersisa jarak 5 centi.
"Mau apa kamu?!"
"Hua!" Reflek Kanaya terkejut, dan mudur.
" Ya Ampun Om, kalau mau kagetin tuh, kasih kode dulu napa? Biar Kanaya bisa siap-siap," protes Kanaya sambil memegangi dadanya, jantung Kanaya serasa mau copot karena terkejut.
"Lha kamu sendiri mau apa? Seperti itu tadi?"
"Ehm ... Kanaya cuma mau tanya sama Om," jawab Kanaya.
"Tanya apa?" ucap Reyhan seraya bangkit dari ranjang.
"Om mau di masakin apa buat makan malem, kare, soto, ayam kecap, rendang, soto madura, sambel ijo, ayam geprek," cerocos Kanaya.
"Emang kamu bisa?" Tanya Reyhan dengan alis yang bertaut.
"Bisa dong Om, kan tinggal masukin air mendidih aduk-aduk selesai," jawab Kanaya sambil menguncir rambut yang tergerai.
"Maksud kamu?"
"Iyups, itu. Paham kan, Om memang bijak," ujar Kanaya dengan mengacungkan kedua jempol pada sang suami.
Reyhan menepuk jidat dengan helaan nafas dalam, beginilah punya istri ABG. Semua serba mau yang instan, termasuk makan juga menunya mie instan hahaha.
"Kita makan di luar!" Tegas Reyhan, meskipun mantan duda. Tetapi Reyhan jarang sekali makan mie instan, kecuali kepepet.
"Makan di luar, hoooo !"
Kanaya menakup pipinya sendiri dengan mulut yang membentuk O besar.
"Kita makan di luar, kencan? Kencan, date? Beneran Om?" Tanya Kanaya masih tak percaya.
"Otak kamu isinya apa sih?" Reyhan menekan kening sang istri dengan telunjuknya.
"Om," jawab Kanaya sambil berkedip-kedip.
"Astaga! Kanaya!"
"Iya Om Rey, sayang."
"Kita cuma makan biasa, makan nasi di warung. Bukan kencan, atau apapun itu!" Tegas Reyhan, yang di sambut anggukan oleh sang istri.
"Jadi aku pake baju apa? Gaun formal, semi formal, casual atau ... Pake batik couple!" Seru wanita itu, seolah tak mendengar apa yang di jelaskan sang suami tadi.
"Pake karung beras!" Pekik Reyhan yang kesal, pria itu melangkah lebar ke kamar mandi.
"Aku nggak punya karung Om, ntar deh Om beliin biar Kanaya pake!" Sahut Kanaya setengah berteriak, karena Reyhan berada dalam kamar mandi.
"Astaga, kuatkan hati hamba," lirih Reyhan dalam hati.
Setelah beberapa saat, Reyhan keluar dari kamar mandi. Cukup lama pria itu di dalam sana, untuk mendinginkan otak agar tidak mendidih.
Srup
Srup
Suara ingus yang keluar masuk dari hidung Kanaya, gadis itu sudah sedang memasukkan baju kedalam tas ransel sambil bergumam sesuatu yang tidak begitu jelas. Reyhan memicingkan mata, melihat apa yang dilakukan oleh sang istri.
"Ngapain?" Tanya Reyhan sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.
"Lagi cuci piring Om," jawab Kanaya asal.
"Kanaya," ucap Reyhan penuh penekanan.
"Lagi beres-beres Om, gitu aja pake nanya," jawab Kanaya dengan ketus, ia terus memasukkan baju. Menekan dengan kuat agar tas ransel itu bisa muat banyak.
Reyhan tak bertanya lagi, ia hanya duduk di sofa memperhatikan Kanaya. Sementara sang istri kecil, duduk dilantai dengan semua baju yang sudah ia keluarkan dari lemari.
Reyhan bisa melihat mata basah Kanaya, ia seperti baru saja menangis. Tapi kenapa? Apa dia masih belum merelakan kepergian Oma Eni, atau ada hal lain? Reyhan terus memperhatikan Kanaya, kaos oblong yang ia pakai kini berganti dengan Hoodie berlengan panjang.
Kenapa dia ganti baju? Dia kan belum mandi?, Gumam Reyhan dalam hati dengan alis yang bertaut.
Kanaya menghentakkan nafasnya, tangan yang semula hendak meraih kaos berwarna merah itu pun terhenti. Kanaya menoleh, menatap Reyhan dengan penuh arti.
"Om, kita bisa pulang ke rumah Om sekarang nggak?"tanya Kanaya dengan serius.
"Sekarang?" Ulang Reyhan. Kanaya mengangguk.
"Rumahku cukup jauh dari sini, kita bisa kemalaman di jalan, besok saja ya. Lagipula kamu juga belum mandikan." Kanaya menggeleng pelan.
"Sekarang Om, mandinya ntar aja di rumah Om. Atau di POM juga boleh, yang penting kita berangkat sekarang," pinta Kanaya dengan sangat.
Kanaya mendekat, memegangi tangan Reyhan seolah memohon.
"Sekarang ya Om," pinta Kanaya.
Reyhan diam sejenak, ia tidak tahu apa yang membuat Kanaya begitu ingin pergi dari rumah ini. Bukankah di sini sangat nyaman dengan segala fasilitas yang ada. sedangkan rumah Reyhan, hanyalah bangun sederhana sangat berbeda jauh dengan rumah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Isna Maria Prianti
bikin teka teki nih mak authornya???
makin penasaran aq dengan apa yg terjadi sbenarnya dengan kanaya
2024-04-05
0