Bab 4 - Pria Dingin -

Zhafira sudah mempelajari banyak hal dalam sebelum resmi menikah dengan Barra. Tugas pertamanya sebagai seorang istri adalah melayani semua kebutuhan Barra termasuk pakaian pria dingin itu. Yang menjadi masalah untuk Zhafira adalah sikap Barra yang sulit untuk bekerja sama.

Contohnya saja saat Zhafira telah memilikan pakaian untuk Barra yang justru berakhir sia-sia karena pria itu menolak pakaian yang sudah disiapkan oleh Zhafira.

"Pilihanmu sangat buruk, lain kali tidak perlu menyiapkan pakaian karena hanya mempersulit saja!" Barra melemparkan komentar tajam yang membuat Zhafira mengelus dada.

Sadar tidak bisa melawan akhirnya Zhafira hanya bisa menghela napas pelan. Dengan menahan sabar Zhafira mendorong kursi roda Barra menuju ruang makan.

"Mau sarapan apa, Mas?" tanya Zhafira setelah mengatur posisi kursi roda Barra.

Barra tidak menjawab, melainkan hanya mengambil sebuah roti hangat buatan Zhafira. Satu lagi tugas Zhafira setiap pagi, yaitu menyiapkan sarapan untuk Barra. Apapun yang pria itu inginkan harus terpenuhi dan mau tidak mau Zhafira dibuat repot.

Tidak lama sekertaris sekaligus orang kepercayaan Barra datang. Pria kaku itu bernama Gerry yang usianya jauh diatas Zhafira.

"Tuan, hari ini ada pertemuan dengan klien dari Malaysia." Gerry berkata dengan nada datar sambil menyerahkan sebuah dokumen pada Barra.

"Jam berapa?" tanya Barra tanpa menatap lawan bicaranya.

"Jam satu siang dan setelah itu tidak ada pertemuan penting lagi."

Barra menganggu singkat, setelah itu dia beralih menatap Zhafira yang sibuk dengan sarapannya. Merasa diperhatikan Zhafira akhirnya menoleh dan mendapati Barra yang menatapnya tajam.

"Ada apa?" tanya Zhafira bingung.

"Maaf Nona, Tuan Barra akan berangkat ke Malaysia hari ini dan tugas Nona adalah menyiapkan semua keperluan Tuan." Gerry menjawab mewakili Barra yang terlihat enggan untuk bersuara.

Ya Tuhan, ingin rasanya Zhafira berteriak frustasi. Mengurus semua keperluan Barra benar-benar menguras emosi Zhafira. Dia bukan tidak mau menjalankan kewajibannya, hanya saja menghadapi tingkah menyebalkan Barra sungguh menguji kesabaran.

"Baiklah akan kusiapkan," ucap Zhafira pada akhirnya.

Sesampainya di kamar Barra yang Zhafira lakukan hanya menatap bingung barang-barang milik Barra. Zhafira tidak tahu harus memulai dari mana karena selama ini dia tidak pernah melakukan hal ini.

Setelah berbagai pertimbangan Zhafira memutuskan untuk meminta bantuan Kakek Taufik. Pria tua itu pernah berkata jika Zhafira bisa menghubunginya untuk meminta bantuan.

"Maaf mengganggu Kakek, Zhafira mau bertanya sesuatu." ujar Zhafira setelah teleponnya dijawab oleh Kakek Taufik.

"Ada apa, Zhafira?" tanya Kakek Taufik dengan lembut.

"Mas Barra akan ke Malaysia dan Zhafira harus menyiapkan semua keperluan Mas Barra, tapi Zhafira bingung harus menyiapkan apa saja."

"Kamu cuma perlu menyiapak jas dan tas yang biasa dia bawa jika ada pertemuan dengan klien. Selebihnya tidak perlu, Barra hanya beberapa jam di Malaysia."

"Baiklah, terima kasih Kek. Kalau begitu Zhafira tutup teleponnya."

Panggilan berakhir dan Zhafira bisa menarik napas lega. Setidaknya kali ini dia tidak akan salah lagi akrena sudah bertanya pada Kakek Taufik. Selama mereka menikah sebisa mungkin Zhafira akan menghindari konflik dengan Barra. Zhafira tidak mau jika suatu saat nanti ketika mereka berpisah Barra justru menaruh dendam padanya.

...☆☆☆...

Barra sudah bersiap menuju Malaysia, akan tetapi ketika dalam perjalanan Barra mengingat satu hal. Dia meminta Gerry untuk mampir ke toko bunga langganannya selama 2 tahun ini.

"Kita ke toko bunga dulu," ucap Barra yang langsung dimengerti oleh Gerry.

Ketika tiba di toko bunga Barra langsung disambut hangat. Barra adalah pelanggan setia yang selama 2 tahun ini selalu memesan bunga yang sama.

"Seratus tangkai mawar merah seperti biasa." Barra mengucapkan pesanannya yang langsung dibuat oleh karyawan toko.

Setelah pesanannya jadi Barra langsung memberikan pada Gerry yang mengerti pada siapa dia harus memberikan bunga ini. Selama 2 tahun ini Barra rutin memberikan bunga setiap minggu pada seseorang yang sangat istimewa di hidupnya. Jika dia tidak bisa memberikan secara langsung maka Gerry yang akan mengurus semua itu.

Dalam perjalanan menuju bandara Barra termenung menatap keluar jendela.

"Ternyata sudah dua tahun berlalu dan kita masih seperti ini." Barra berucap dalam hati menahan rasa sesak yang seperti menghimpit dadanya.

Selama 2 tahun ini banyak hal berat yang sudah Barra lewati, termasuk menikah dengan Zhafira. Seorang gadis muda yang bahkan tidak dia ketahui berasal dari mana. Barra melakukan ini semua semata-mata demi Kakek Taufik.

Kakek Taufik ingin dia segera menikah dan satu-satunya pilihan yang diberikan oleh Kakek Taufik adalah Zhafira.

Di sisi lain, Zhafira yang berada di mansion Barra merasa bosan karena tidak tahu harus melakukan apa. Barra jelas melarangnya keluar rumah dan Zhafira tidak punya keberanian untuk melawan.

Saat sedang dilanda bosan tiba-tiba Kakek Taufik datang. Dengan senyum wibawanya dia mengajak Zhafira untuk berbicara serius.

"Ambilah ini." Kakek Taufik menyerahkan setumpuk buku tebal pada Zhafira.

"Apa ini, Kek?" Zhafira bertanya bingung.

"Pelajari ini karena ini sangat kamu butuhkan ketika menjadi istri dari pewaris Al Hakeem. Jika ada kesulitan kamu bisa bertanya, Kakek akan kembali ke Singapura jadi tidak bisa terus mendampingimu."

Zhafira membaca satu persatu judul buku-buku tebal itu. Dari judulnya saja sudah membuat Zhafira pusing, tapi dia tidak berani menolak perintah Kakek Taufik.

"Terima kasih Kakek, Zhafira akan mempelajarinya diwaktu luang." Zhafira menerima buku-buku itu dengan senyum terpaksa.

"Yang kamu hadapi nanti akan jauh lebih sulit, jadi belajarlah dengan sungguh-sungguh. Kamu harus ingat apapun yang terjadi Kakek akan berada dipihakmu." Ucapan Kakek Taufik membuat Zhafira berpikir negatif.

Zhafira tahu masalah besar yang akan segera dia hadapi adalah Indah, Ibu mertuanya yang terlihat sangat membenci Zhafira. Mengingat Indah mau tidak mau membuatnya mengingat Ibu mertua kejam yang suka menyiksa menantu perempuannya, seperti di sinetron yang sering ditonton Desy. Zhafira jadi berpikir mungkin saja kekejaman Desy selama ini terinspirasi dari sinetron yang ditonton Ibu tirinya itu.

Siang itu Zhafira habiskan dengan banyak bercerita dengan Kakek Taufik. Awalnya Zhafira pikir Kakek Taufik sangat galak dan jahat, akan tetapi saat mengenalnya dengan dekat ternyata Kakek Taufik adalah orang yang tulus dan lembut. Berbanding terbalik dengan Barra yang dingin dan kejam.

Ditengah-tengah obrolan mereka dering ponsel Zhafira mengagetkan keduanya. Zhafira melihat nama Desy yang tertera dilayar ponselnya. Dia ingin menolak panggilan itu, tapi melihat Kakek Taufik mau tidak mau dia menjawab panggilan Desy.

"Ada apa, Mami?" tanya Zhafira setelah mengucapkan salam.

Zhafira diam mendengarkan Desy yang mengoceh diseberang sana. Entah apa saja yang Ibu tirinya itu ucapkan, yang jelas Zhafira bisa menyimpulkan jika Desy ingin memerasnya. Wanita gila harta itu seolah tidak pernah puas dengan apa yang dia punya.

...☆☆☆...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!