Zhafira tidak menyangka jika dia harus menikah dengan Barra yang lumpuh. Pria itu bahkan terlihat sangat mengerikan ketika menatapnya seolah dia adalah virus yang mematikan.
Zhafira sedikit merasa beruntung karena dia tidak tinggal berdua saja dengan Barra. Satu hal yang bisa disyukuri oleh Zhafira adalah Kakek Taufik ternyata sedikit lebih baik dari dugaannya.
Zhafira tidak tahu apakah harus bersyukur atau tidak. Dia dijual dan yang membelinya justru memaksa untuk menikah dengan cucunya sendiri. Zhafira yakin jika pria lain yang membelinya pasti dia sudah dipaksa menjadi wanita malam.
“Besok kamu dan Barra akan ke butik. Pilihlah gaun yang cantik untuk pernikahan kalian.” Kakek Taufik membuka percakapan setelah mereka bertiga selesai makan malam.
Zhafira hanya bisa mengangguk pasrah. Zhafira merasa tidak nyaman, akan tetapi dia tentu tidak bisa membantah.
“Kakek sudah beritahu Mama?” tanya Barra setelah dari tadi berdiam diri.
“Sudah, Mama kamu akan menunggu di butik. Sekarang lebih baik kalian istirahat, urusan pernikahan ada Kakek yang menangani.”
Zhafira segera berpamitan untuk beristirahat lebih dulu. Dia masih merasa canggung duduk bersama dengan Barra dan Kakek Taufik.
Sebenarnya, Zhafira sedikit bingung karena persiapan pernikahan ditangani oleh Kakek Taufik. Zhafira pikir Barra yatim piatu seperti dirinya, akan tetapi tadi mereka menyebut Mama Barra yang artinya Barra masih memiliki seorang Ibu. Zhafira yakin keluarga Al Hakeem pasti memiliki rahasia yang tidak dia ketahui.
...☆ ☆ ☆ ...
Ketika tiba di butik, Zhafira langsung disambut wajah masam seorang wanita paruh baya yang dia yakini adalah Ibu kandung Barra.
“Jadi, dia pilihan Kakek kamu?” tanya Indah menatap Zhafira dengan tatapan meremehkan.
Barra tidak menjawab, pria itu hanya memasang wajah datar bahkan ketika Ibunya sendiri bertanya. Sungguh hubungan yang aneh, pikir Zhafira.
“Mari Nona ikut saya,” seorang pegawai butik menyela dengan mempersilahkan Zhafira untuk mengikutinya.
Zhafira menatap kagum pada puluhan gaun pengantin mewah di hadapannya. Gaun mahal yang dia yakini berharga fantastis.
“Silahkan dicoba, Tuan besar sudah memerintahkan untuk membiarkan Nona memilih sendiri gaun yang Nona inginkan.” Pegawai tersebut tersenyum ramah sambil menunjukkan gaun-gaun istimewa.
“Saya ingin sesuatu yang sederhana dan tidak terlalu menonjol.” Pinta Zhafira membuat pegawai tersebut sedikit kaget.
Pegawai tersebut tahu jika Zhafira adalah calon istri dari CEO perusahaan Al Hakeem. Perusahaan besar yang namanya sangat terkenal. Siapa yang menyangka jika adalah gadis cantik yang begitu sederhana.
“Ini adalah gaun yang baru selesai dirancang. Saya rasa gaun ini sangat cocok untuk Nona.”
Zhafira tersenyum senang melihat gaun yang dipilihkan untuknya. Sederhana, tapi sangat cantik dan terlihat istimewa.
“Saya mau coba yang ini,” ucap Zhafira dengan senyum lembutnya.
Barra sedang menunggu Zhafira yang tengah mencoba gaun pengantin. Di samping Barra ada Indah yang sedari tadi tidak berhenti mengomentari Zhafira.
“Kenapa sih Barra kamu mau ikuti kemauan Kakek kamu? Gadis tadi itu benar-benar nggak cocok sama kita, dia terlalu sederhana.” Ucap Indah sibuk mengoceh tengah Zhafira yang sayangnya tidak ditanggapi oleh Barra.
“Barra, kamu dengar nggak sih?” tanya Indah kesal.
Barra tetap tidak menjawab, pria itu hanya menatap lurus ke depan dengan wajah datarnya. Saat Indah ingin kembali protes, tirai di depan mereka terbuka dan menampilkan sosok Zhafira yang terbalut gaun pengantin.
Indah terpesona, dia tidak menyangka Zhafira bisa secantik itu. Sebenarnya Zhafira memang cantik hanya saya Indah tidak ingin mengakuinya.
“Bagaiaman Tuan muda?” tanya pegawai tersebut pada Barra yang tidak memberi reaksi apapun.
“Jelek, cepat sama ganti!” Indah menjawab cepat menyela pendapat Barra.
“Biarkan dia memakai gaun itu!” ucap Barra dengan tegas tidak memedulikan protesan dari Indah.
Indah yang kesal segera pergi, dia merasa tidak dianggap. Barra memang seperti itu dari dulu, bahkan setelah dinyatakan lumpuh pria itu tetap tidak berubah, justru semakin tidak tersentuh.
Zhafira dan Barra hanya tinggal berdua membuat situasi menjadi canggung. Terlebih tatapan tajam Barra seolah ingin membolongi kepala Zhafira.
“Saya belum mengatakan ini sebelumnya. Kamu harus ingat satu hal, pernikahan ini terjadi karena paksaan dan jangan mengharapkan apapun. Kamu hanya gadis miskin yang dibeli oleh Kakek Taufik, jadi jangan merasa tinggi!”
Zhafira menatap tidak percaya pada Barra yang menghinanya dengan sadis. Ternyata pria dingin seperti Barra justru memiliki mulut yang lebih tajam.
Saat Barra pergi barulah Zhafira bisa bernapas lega. Keberadaan Barra mampu mengitimidasi Zhafira dan membuat gadis itu tidak bisa berkutik.
“Dasar pria kaya sombong! Siapa juga yang berharga sama kamu!” gumam Zhafira kesal.
Jika bisa ingin rasanya Zhafira kabur saja, dia tidak mau menikah dengan Barra. Bukan karena pria itu lumpuh, tapi karena pria itu sangat menyeramkan. Tatapannya tajam dan dingin, serta omongannya sangat pedas.
...☆ ☆ ☆ ...
Hari pernikahan.
Zhafira sudah tampil cantik dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Tadi pagi akad nikah sudah dilaksanakan dan berjalan lancar, sekarang adalah resepsi pernikahan. Tidak banyak tamu karena Kakek Taufik hanya mengudang kerabat dekat saja.
Dihari pernikahan ini barulah Zhafira melihat Ayah Barra yang bernama Lukman. Pria itu jauh lebih ramah dari Barra dan Indah. Dia bahkan menyambut Zhafira dengan hangat.
“Selamat datang di keluarga Al Hakeem,” bisik Lukman ketika Zhafira menyalaminya.
Resepsi berjalan dengan lancar dan satu hal yang Zhafira syukuri, yaitu tidak adanya Desy dan Winy. Kedua orang itu entah bagaimana keadaannya sekarang, Zhafira tidak mau berusaha dengan mereka lagi.
Saat ini Barra dan Zhafira berada di kamar pengantin mereka. Suasana hotel sudah cukup sepi karena keluarga yang lain sudah beristirahat di kamar masing-masing. Tinggal Barra dan Zhafira yang baru selesai membersihkan diri.
“Mas mau ke mana?” tanya Zhafira saat melihat Barra ingin keluar kamar.
“Bukan urusan kamu!” jawab Barra dingin.
Zhafira sebenarnya tidak ingin tahu, hanya saja dia takut jika salah satu keluarga pria itu bertanya kemana perginya Barra di tengah malam seperti ini.
“Ingat, saya terpaksa menikahi kamu. Apapun yang saya lakukan bukan urusan kamu! Kamu juga bisa melakukan apapun, tapi ingat jangan sampai mempermalukan keluarga Al Hakeem, ngerti kamu?”
“Iya Mas,” jawab Zhafira lemah.
“Satu lagi, jangan berharap lebih karena saya nggak sudi menyentuh kamu. Bagi saya, kamu hanya barang yang dibeli untuk menyenangkan hati Kakek saya!”
Usai mengatakan hal itu Barra segera pergi. Di luar kamar, asisten Barra sudah menunggu dengan setia. Zhafira tidak tahu kemana perginya Barra. Saat ini yang Zhafira rasakan adalah perasaan terhina.
Zhafira hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang buruk. Dihina dan ditinggalkan didalam pertama oleh suami sendiri. Zhafira merasa kehadiran tidak pernah diinginkan oleh siapapun di dunia ini.
“Sampai kapan aku bisa bertahan?” tanya Zhafira disela-sela tangisnya.
☆ ☆ ☆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ratu Kalinyamat
seru nich. lanjut author
2023-07-16
0