"AMORA!!"
BRUKK!!
Nellan dengan cepat datang dan menarik pergelangan Amora dengan kasar, kemudian menghempasnya dengan kejam ke lantai. Nellan menepuk-nepuk pipi Amora dan berusaha mengecek keadaannya.
"Amora..Amora jangan pergi, nak.."
Sayup-sayup Amora mendengar sepenggal kalimat tersebut, disela-sela pandangan yang memburam dan diatas darah yang sudah mengucur deras dari luka bahunya dan luka dikeningnya, ia tersenyum kecil.
"Papa.." lirih Amora, berusaha menetralkan nafasnya untuk mengucapkan sepatah kata.
"Iyaa! ini papa, Amora! Bangun!".
Pandangan Amora semakin menggelap, nafasnya pun juga semakin tercekat, tubuhnya yang menjadi saksi bisu atas pertumpahan darah ini tak mampu menopang kesadaran.
"Akhirnya aku dipanggil dengan panggilan 'nak'. Pa, secarik kata itu saja sudah membuatku merasa bahwa aku dilahirkan untuk hidup, Pa.. Bukan untuk mewujudkan garis keturunan darah ilmuwan dari kalian."
Amora kembali jatuh pingsan. Sedangkan darah yang bercucuran kini menggenangi balkon tersebut. Hybrid Android yang menjadi pengawas tak berjalan itu tanpa sadar menjadi saksi bisu akan pertumpahan darah mengerikan yang ada didepannya.
Emelyn datang dengan membawa beberapa perawat berseragam putih dan juga ekspresi yang panik melihat Amora, putrinya tak sadarkan diri seperti ini.
...----------------...
"Setelah mengalami pemeriksaan dari video kamera monitor Hybrid Android, nona Amora diduga sudah mengalami depresi stadium akhir." Jelas dokter khusus psikologi menatap Emelyn dan Nellan dengan tatapan serius.
Ia yang sudah menonton perilaku Amora dari video yang dihasilkan oleh kamera monitor Hybrid Android pun tau seakan-akan ada yang tidak beres, dan alasan Amora merasa depresi dan stress bukanlah sebatas 'stress belajar' saja.
Dokter wanita yang juga mengamati pun melanjutkan, "luka cidera yang ada di kening dan bahunya tidak begitu lebar tetapi memacu pendarahan yang begitu cepat karena ada pendarahan dalam yang menekan jalur antara pembuluh darah Radialis sampai pembuluh darah Brachialis. Pendarahan dalam itu terletak di punggung nona Amora yang disebabkan oleh luka cambuk yang diperoleh nona Amora."
"Gejala sesak dan Amora yang tidak sadarkan diri terus-menerus disebabkan oleh tekanan yang mengunci aliran pembuluh darah Intercostalis sehingga jalan sel darah merah kaya akan karbondioksida tidak dapat dihembuskan." Jelas dokter wanita itu kemudian, retinanya menilik Amora dan kedua orangtuanya secara bergantian.
"Alhasil pasokkan karbondioksida yang tidak dihembuskan ini dialirkan kedalam Frontal Cortex yang juga memengaruhi emosi Amora menjadi tidak stabil," lanjut dokter psikologi.
Dokter wanita dan dokter psikologi saling menatap, semuanya saling berkaitan. Pasien yang diperiksa ini, terluka secara fisik dan mentalnya. Ia sudah terlalu terluka dan sudah seharusnya dirawat inap di rumah sakit.
"Apakah tidak sebaiknya dibawa kerumah sakit, Prof. Nellan?" Tanya dokter psikologi itu dengan hati-hati.
Ia takut, karena hanya dengan menyinggung hatinya sedikit saja akan membuat ia ditendang dari pekerjaannya dan tidak mendapatkan peluang untuk mencari pekerjaan lagi.
"Tidak. Itu bisa menimbulkan reaksi aneh dari jaringan media sosial dan dapat menghancurkan reputasi kita." Jawab Emelyn yang sejak tadi hanya diam saja dan menatap kosong kepada anaknya yang masih terpejam.
Dokter wanita itu diam-diam tersenyum miris, bagaimana nasib pasien yang ditanganinya? Ia merasa gagal menjadi dokter karena tidak dapat mengetahui apa yang menyebabkan gadis cantik ini dilukai. Yang pasti, ia sudah dapat menangkap siapa dalang dari semua luka-luka yang diperoleh Amora.
"Baiklah kalau begitu, kami izin pergi terlebih dahulu. Kami perlu menangani pasien." Pamit sang dokter psikolog kemudian kedua dokter tersebut membungkuk dihadapan mereka sebagai tanda hormat.
Terlihat tidak ada jawaban dari mereka, kedua dokter tersebut pun keluar dengan langkah cepat.
Hening. Tak ada perkataan atau sepenggal sedikitpun suara yang keluar dari ketiganya. Amora masih tak sadarkan diri, tak kuasa membuka mata.
"Semua gara-gara kamu! Kamu yang bikin mental Amora jadi rusak!" Ujar Emelyn menatap Nellan dengan nyalang. Sorot matanya seperti menandakan ada api amarah yang menyala.
Sepenggal kalimat majemuk itu benar-benar memulai perang panas dari yang semulanya dingin. Bahkan dari arah retina Nellan pun menandakan bahwa ia menerima bendera perang yang diberikan oleh Emelyn.
"Kamu yang salah! Kamu yang memulai cara mendidik Amora seperti itu!" Balas Nellan dengan mata tajam, nadanya mulai meninggi beberapa oktaf.
"Kenapa jadi aku? Kamu yang salah! Kamu yang paling banyak menyiksa Amora!" Bentak Emelyn, tangannya mulai terangkat tinggi dan dengan ringannya-
Plakk!
-Emelyn menampar pipi kanan Nellan dengan keras sampai wajahnya terpaling ke kiri.
"Kamu benar benar keterlaluan!" Geram Nellan kemudian tangannya mulai mengepal, hendak meninju istrinya namun masih ia tahan mengingat istrinya adalah sosok yang selalu menemaninya berjuang sebelum ia menjadi professor.
Diam-diam Amora mengusik dan mengucek matanya, ia sudah sadar dan kemudian perlahan-lahan membuka kelopak matanya yang sayu.
"K-kalian.." lirih Amora menatap keributan yang ada didepannya. Ia bingung akan situasi ini. Emelyn yang bercucuran air mata, dan pipi Nellan yang memerah nan berbekas.
"Aku juga sudah tidak tahan dengan sikapmu!" Bentak Emelyn kemudian mengusap rambutnya frustasi.
"Kalau gitu kita bercerai saja!"
Amora terkejut kemudian, nafasnya terhenti seketika, jantungnya berdegup begitu kencang, dan matanya melebar. Ia tak menyangka akan menjadi seperti ini, ia tak menduga ayahnya akan mengatakan kata-kata keramat ini.
"Baiklah kalau begitu! Aku juga sudah tidak membutuhkanmu," tutur Emelyn dengan nada tinggi dan sorot matanya yang semakin nyalang.
Bruk!
Amora terjatuh dan terduduk, "Mama, Papa, tolong.. Jangan cerai.. Aku mohon, jangan cerai Ma, Pa.. Jangan pernah.. Aku gak mau!" Pelan Amora berbicara, tubuhnya masih merasa lemas.
"Kamu bilang ke Papa kamu! Dia yang ngajak duluan, Amora!!" Teriak Emelyn dengan nada menggeram, suara teriakkannya menggelegar dimana-mana.
PLAK!!
"PAPA!!"
Dengan ringannya, tangan Nellan yang kini terangkat untuk memukul Emelyn. Ia menampar Emelyn sekeras mungkin sampai sudut bibir Emelyn mengeluarkan setitik darah.
"Nellan..kamu-"
Ucapannya terpotong, ia terjatuh dan tak dapat menopang tubuhnya sendiri. Emelyn jatuh pingsan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pembuluh darah Radialis \= Terletak diantara nadi, juga di sepanjang tulang radialis, atau diarea pergelangan tangan dan searah dengan ibu jari.
Pembuluh dadah Brachialis \= Terletak didalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan siku.
Pembuluh darah Intercostallis \= Struktur pembuluh darah vena yang terkait dengan dinding posterior thorax. Berfungsi untuk menyuplai bagian dinding dada dan berperan mempertahankan integritas kavum toraks.
Frontal Cortex \= bagian otak yang terletak di belakang dahi yang memiliki fungsi untuk mengatur mengenai pemahaman, logika, emosional.
...(Radialis Ilustration)...
...(Brachialis Ilustration)...
...(Intercostalis Ilustration)...
...(Frontal Cortex Ilustration)...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments