Bab 2-Kebebasan

Kalau mau lihat casting tokoh-tokohnya, cek di akun instagram @airaadeliamaharani

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Cahaya lampu menembus pandangannya yang gelap, memaksa sesosok gadis berambut terurai itu membuka mata.

Amora pun membuka matanya dan menyipitkan matanya ketika ia merasa pandangannya begitu menyilaukan. Setelah terdiam beberapa saat, Amora menatap keatas, pandangannya jatuh pada langit-langit kamarnya yang diwarnai dengan tema 'luar angkasa' kemudian tersadar bahwa dirinya baru saja tak sadarkan diri entah berapa menit yang lalu.

Lalu Amora berusaha untuk bangkit dan duduk di ranjang besarnya, ia menatap dirinya yang sudah digantikan bajunya. Sudah pasti Amora sudah diobati luka-lukanya selama Amora tidak sadarkan diri tadi.

Amora menghela nafas lalu menatap jendela kamarnya yang terbuka. Memperlihatkan daerah luar yang dipenuhi padang rumput kecil yang menyejukkan mata. Tak ada sampah, atau binatang menakutkan, benar-benar indah. Amora pun turun dari ranjangnya dan bergegas menutup jendela yang terbuka.

Disaat hendak meraih pegangan jendela, Amora mendongak ke langit malam yang megah dan tak bertepi. Yang menampakkan gemintang yang bergemelapan di langit sana.

"Bintang.. aku juga mau jadi kalian. Aku mau jadi kalian yang bebas bercahaya kemanapun kalian berada. Aku mau jadi kalian yang memiliki impian setinggi langit," gumam Amora lalu tersenyum pahit. Ia rasa, sudah tak ada gunanya mengeluh. Seberusaha apapun Amora menampik kenyataan bahwa ia dilahirkan untuk sebuah tuntutan, ia tak akan bisa. Kenyataan tetaplah kenyataan, harus Amora telan layaknya obat.

Hybrid Android yang terpaku pada sudut ruangan itu menyala, monitor yang ada ditubuh bagian depannya menampilkan peringatan yang bertuliskan, 'sudah waktunya makan malam, Tuan dan Nyonya sudah menunggu dibawah'.

Amora menoleh lalu menghela nafas berat, ia berusaha memantapkan dirinya agar bisa kuat dan siap menghadapi hukuman dari kedua orangtuanya lagi setelah ia mengisi perut. Karena tidak yakin dan masih merasa sedikit gugup, Amora beranjak ke kamar mandi dan membasuh mukanya lantas pergi kebawah menuju ruang makan.

Amora pun duduk di salah satu kursi yang membuatnya menghadap kedua orangtuanya. Sekasar apapun, keluarga Amora selalu mengedepankan etika untuk menjaga reputasi keluarganya. Mereka makan dengan tenang, meskipun tidak bagi hati Amora.

Ada secercah rasa takut disela-sela kunyahannya, ia masih terus membayangkan jenis siksaan apa yang akan dijadikan hukuman lanjutan. Sejenak, Amora merasa ingin menyerah dan berfikir akan mengeluarkan semuanya. Ia merasa sudah lelah, jika saja melompat dari atas sekolahnya tadi bukanlah suatu dosa, maka sudah ia lakukan sejak tadi.

Acara makan yang bagi Amora menegangkan pun berakhir dengan ditutup oleh doa masing-masing didalam hati. Setelah selesai, Nellan menatap Amora dengan sorot tatapan tajam.

"Kenapa tadi kamu pingsan?" Tanya Nellan dengan suara berat yang khas nan menyeramkan.

Mendengar itu Amora mendadak bingung, bukankah.. Ah sudahlah, hati nuraninya menyuruhnya menjawab sebelum ayahandanya kembali marah.

"Aku gak kuat dihukum," jawab Amora seadanya.

"Dasar anak lemah! Gimana kalau nanti kamu jadi professor? Teori kamu dianggep salah sekali aja kamu bakalan dijadiin buronan negara dan disiksa lebih dari ini!" Sahut mama Emelyn dengan nada tinggi. Wajahnya memerah, menandakan ia tersulut api emosi.

"Aku gak mau jadi professor. Biarin aku nentuin mimpi aku sendiri Ma, Pa. Aku udah besar, dan udah seharusnya aku bebas." Tutur Amora dengan mata yang kosong. Tak peduli ia akan tambah disiksa oleh orangtuanya karena perkataan ini.

Prangggg!!

Nellan mengambil piring didepannya dan melemparnya pada Amora. Beruntung, mereka hanya memakan sumber karbohidrat yang kering dan tak berkuah.

Tess!

Darah mulai mengalir dari kening Amora, namun saking sudah biasanya, rasa sakit di kepalanya seperti digigit nyamuk biasa.

"Dasar anak tidak tau arti bersyukur! Harusnya kamu itu bersyukur karena dilahirkan dan memiliki darah dari keluarga ini! Kamu keturunan darah ilmuwan tersohor, berani-beraninya kamu mau mutusin tali keluarga ilmuwan kami!" Bentak Nellan dengan nada tinggi kemudian berdiri dari duduknya.

"Mama nyesel lahirin kamu, dasar anak tidak berguna! Kamu lebih baik m*ti," ujar Emelyn lalu mendekati Amora dan mencekiknya.

"Uh..ak-aku...g-gak pernah..m-minta d-dilahirin..uhuk!" Lirih Amora terbata-bata lalu ia terbatuk. Nafasnya mencekat, pandangannya mulai memburam.

Bruk!

Amora dihempaskan begitu kasar ke lantai marmer yang dingin, begitu keras sampai bokong Amora terasa begitu sakit.

"Udah berani yaa kamu sekarang sama Mama!" bentak Emelyn marah, matanya memerah terbakar api amarah.

"AKU GAK PERNAH MAU DILAHIRIN MA, PA! AKU GAK PERNAH MAU TERLAHIR JADI ANAK ILMUWAN DAN PROFESSOR!!" Teriak Amora kemudian, membuat Emelyn dan Nellan terpaku.

"Kamu-"

"AKU GAK PERNAH MAU DITUNTUT DAN DIPUKUL, KALAU EMANG NANTI AKU JADI PROFESSOR DAN TEORI AKU YANG DIANGGAP GAK BENER BISA BIKIN AKU JADI BURONAN NEGARA, MAKA SEENGGAKNYA KASIH AKU WAKTU BUAT SENANG-SENANG DIKIT AJA, SEBELUM AKU DISIKSA DILUAR!"

"MA, PA, AKU MANUSIA BIASA. AKU GAK SEMPURNA KAYAK KALIAN. AKU NGAKU AKU GAK SEKUAT KALIAN, JADI TOLONG BERHENTI NYIKSA AKU LAGI.. AKU CAPEK.."

"AKU GAK BERNIAT NGELAWAN, KALIAN YANG KATANYA ILMUWAN ATAU PROFESSOR ITU HARUSNYA PAKE HATI NURANI KALIAN! APA HARUS KALIAN NYIKSA AKU, HAH? HARUS BANGET?"

"KALAU KALIAN MAU AKU MATI, YAUDAH! AKU BAKALAN WUJUDIN IMPIAN KALIAN SEKARANG!" Bentak Amora panjang lebar, suara nya menggelegar di sudut-sudut ruangannya. Hybrid Android dan cyborg yang tidak mengerti apa masalahnya lantas mendekati sumber suara dan menonton kejadian tersebut.

Amora berdiri dengan tertatih-tatih kearah tangga, ia akan benar-benar melakukan perbuatan nekat sekarang. Tidak peduli dosa atau tidak.

"Amora!" Panggil Nellan dengan nada tinggi, namun sayang, Amora masih tetap berjalan dan tak mau sedikitpun menoleh.

"Ini semua gara-gara kamu!" Tuding Nellan kepada Emelyn, jari telunjuknya menunjuk dengan tajam.

"Kenapa aku?" Tanya Emelyn dengan nada yang tak kalah tinggi.

"Karena kamu Amora jadi nekat, dia satu-satunya harapan kita buat jadi ilmuwan! Kalau dia bener-bener m*ti, garis keturunan kita terputus!" Bentak Nellan.

"Kenapa kamu jadi belain dia? Dia yang salah!" Teriakan Emelyn yang kini menggelegar.

"Kamu benar-benar tidak tau diuntung!" Bentak Nellan kemudian mencambuk Emelyn.

Ctasss!

"Kauu!!!" Bentak Emelyn lalu balas melemparkan piring kotor kepada Nellan. Nellan kemudian menghindar sehingga piring tersebut mengenai dinding.

Nellan langsung berlari kearah tangga menyusul Amora. Sedangkan itu, Amora dipinggir pagar pembatas balkon tersenyum kecut mendengar keributan dibawah. Ia pikir, orangtuanya akan menyusulnya.

"Sebentar lagi aku bakalan jadi kek kalian!" gumam Amora seraya memandang langit kemudian tersenyum kecil.

"AMORAA!!"

BRUKK!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!