Setelah Lista selesai membersihkan ruangan CEO barunya wanita cantik itu keluar dari ruangan kerja Aldo, wajah Lista tampak kusut langkah kakinya pun ia hentak - hentakan seperti anak kecil yang sedang merajuk meminta jajanan. Beberapa pagawai kantor melihat tingkah Lista tersenyum meledek wanita itu ada juga yang menegur Lista.
"Napa loe Lis? kaya lagi kesurupan setan orok aja," ledek Ana terkekeh.
"His, CEO baru itu resek banget. Masak gue di jadiin asistennya terus suruh bersih - bersih ruang kerja dia, capek tau!" keluh Lista, bibirnya manyun dan mendarat di kursi kerjanya.
"Hahaha, ya ngak papa dong jadi asisten CEO ganteng," sahut Dewi.
"Loe aja yang gantiin gue Dew," ucap Lista.
"Eit, mending eyke ajah." sahut Ana.
"Ya udah sana kalau kalian mau," serah Lista, lalu melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai sesaat pada monitor komputernya.
Tangan jemari Lista mengetik di atas keyboard komputer, baru saja dua menit ia menyentuh benda yang ada di atas meja kerjanya Dewi, Ana, dan Alya mengajak makan siang ke kantin kantornya.
"Udah jam makan siang nih, ayok turun laper," ajak Alya seraya memegangi perut datarnya.
"Oke," jawab Dewi, ia bangkit dari kursi kerja miliknya.
"Ayok, cacing di perut gue pada nangis nih." alih Ana.
"Lis, tinggal dulu tuh kerjaan makan dulu nanti sakit lho," ujar Alya yang sudah berdiri di belakang Lista.
"Udahlah, kalian duluan aja. Gue ngak mood buat makan, kerjaan terbengkalai gara - gara si monyet brewok itu," ketus Lista.
Mata ketiga teman Lista membulat, wajah mereka ketakutan ternyata Aldo sudah berdiri di depan meja kerja Lista ketiga gadis itu segera pergi dengan langkah pelan dan mengganguk hormat pada Aldo.
"Apa? kamu tadi bilang tolong ulangi sekali lagi!" desak Aldo menatap dingin Lista, kedua tangan kekar pria itu di lipat ke dadanya.
"Eh, anu pak Aldo, permisi mau break lunch dulu." kelit Lista, ia tersenyum kuda pada bosnya karena menahan malu juga ketakutan.
"Mau kemana?" tanya Aldo.
"Break pak, kan tadi saya udah ngomong." ucap Lista.
"Teruskan pekerjaan kamu! tidak ada jam istirahat untuk karyawan lambat mengerjakan tugas." sentak Aldo melarang Lista pergi.
Lista kembali ke kursi kerjanya, dia medengus kesal pada CEO baru yang membuat dirinya kelelahan di hari pertama Aldo bekerja. Pria berjas hitam itu melangkah pergi meninggalkan ruang office yang sudah tampak sepi, disana hanya Lista seorang dia harus sibuk kembali dengan komputernya.
"Sialan, padahal perut gue laper banget." keluh Lista sendirian.
Sementara Aldo terkekeh kemenagan, tetapi di dalam hati pria itu seperti tidak tega melihat karyawatinya dia sia - siakan tak manusiawi. Aldo meraih ponsel yang tersimpan di saku jasnya lalu mencari menu applikasi pemesan makanan, setelah keluar dari dalam lift ia menekan pesanan makan siang. Di sudut bibirnya terbesit senyuman aneh tidak kecut juga sadis seperti biasanya. Aldo berjalan ke kantin, beberapa karyawan yang berpapasan dengannya menyapa dengan hormat, namun pria itu tetap cuek tidak mau menyapa kembali para bawahannya.
Orang - orang di kantor heran dengan sikap CEO yang baru saja masuk kerja hari ini, terutama kaum adam, mereka sedikit resah pada sikap aneh Aldo atau mungkin memang dia seperti itu cuma di kantor saja atau sebaliknya.
Di meja kantin, petinggi pekerja kantor duduk dengan geng mereka sedangkan Aldo memilih untuk duduk seorang diri di kursi yang bermeja bulat, para bawahan CEO muda itu mencibirnya.
" Liat tuh, belagak banget ngak kaya pak Rustam CEO kemarin, dia ngak mau gaul sama kita." sela salah seorang CO kantor yang duduk bergerombolan di tengah kantin.
"Dia muda bro, mana mau temenan ama kita yang hampir setengah baya." ujar yang lainnya.
"Songong tuh CEO, baru aja jadi pemimpin sikapnya sok jaim." dengus pria yang satunya.
"Siap - siap kita bakal kerja rodi, kemarin sempat dengar kalau jam kerja di tambah satu jam sebelum pulang." papar pria tambun berkulit gelap, logat Indonesia timurnya sangat kental.
"What? jangan buat gosip." tekan pria sebelahnya.
"Iya, gue denger dari HRD emang seperti Mathew bilang," bela pria yang pertama bersuara tadi.
Geng para bawahan CEO itu tercengang setelah mendengar berita samar itu, karena pemimpin mereka sebelumnya lebih relax dan juga ramah kepada semua bawahannya walaupun yang terbawah sekali.
Tampak Alya, Ana dan Dewi duduk bersamaan di kursi kantin memanjang. Kantin kantor cukup mewah dengan desgn interior terbaru, menu makan menggugah selera para pekerja, karena itu karyawan tidak di izinkan untuk makan diluar gedung kantor.
Ketiga gadis teman kerja Lista sibuk membicarkan temanya yang tidak juga pergi istirahat siang.
"Kasihan ya Lista, di kerjain sama pak Aldo." ucap Alya bersimpati pada rekan kerjanya.
"Iya ganas CEO baru itu, ganteng sih boleh juga tapi sikapnya dingin." imbuh Ana.
" Nih, gue tebak pak Aldo bakal cinlok sama Lista." ujar Dewi, jemarinya telunjuk mengetuk kening.
"Kaya di sinetron atau novel - novel itu ya," tebak Alya.
"Ih, gue ngak yakin pak Aldo itu seleranya tinggi. Masak dia mau sama Lista, mana dandananya ngak modis cuma gitu - gitu aja." celetuk Ana.
"Syirik banget sih loe Na, Lista itu cewek paling cantik lho di department kita. Dan gue lihat belum ada tandingannya terutama kita - kita," bela Dewi.
"Bener, walaupun Lista karyawan dia berhak kok disanding sama siapapun termasuk pak CEO berewok itu." kekeh Alya sependapat dengan Dewi.
Ana terdiam, ia menyedot air es yang ada di gelas depan wajahnya gadis itu cemberut lantaran tidak ada yang sependat dengannya. Ana bangkit dari tempat duduk sambil membawa piring juga gelas lalu melangkah hendak meletakan peratalan makan itu ke tempat cucian khusus di kantin. Alya dan Dewi heran dengan sikap Ana, dia berubah jadi aneh semenjak ada sosok Aldo, mungkin Ana berangan - angan menjadi simpanan CEO baru itu. Dewi dan Alya tekekeh saling bertatapan membayangkan Ana menyatakan cinta pada Aldo bos barunya.
"Hahaha, Ana emang aneh." kekeh Dewi tangannya membungakam mulut.
"Mimpinya terlalu ketinggian," sahut Alya juga terkekeh.
•••••••••••••••••••
Di dalam office room, Lista masih saja setia pada layar monitor komputer dia tampak lelah karena siang itu perutnya keroncongan. Seorang clinic service datang kepadanya dan membawa kantong plastik warna putih, pria berambut kribo itu berdiri di depan meja kerja Lista. Beno nama pria tersebut ia menyerahkan kantong plastik bawaannya.
"Permisi bu Lista, ini pesanan anda," ucap Beno mengulurkan kantong plastik di tangannya.
"Bang Beno, aku ngak pesen makanan lho. Abang salah orang kali," ujar Lista hendak menolak pemberian Beno.
"Di terima aja bu. Rezeki tidak boleh di tolak," tangakas Beno, ia tersenyum ramah pada Lista.
"Tapi, siapa yang beliin ini Beno?" tekan Lista.
"Sssttt, ibu jangan ngomong ya saya kasih tau. Tapi please katanya beliau ngak boleh di kasih tau pengirim makanan ini." jelas Beno setengah berbisik.
"Siapa? kalau ngak jelas bawa pergi aja," tukas Lista kesal pada Beno.
"Anu, itu eeee, pak Aldo." jawab Beno bengang.
Lista membelalakan kedua matanya, ternyata Aldo baik dari sikap dinginnya selama setangah harian ini. Setelah Beno meletakan bungkusan kantong plastik itu lalu dia pergi tanpa berpamitan dengan Lista, langkah Beno pelan karena Lista sempat bengong sendiri menatap kantong plastik itu.
Seketika Ana datang, dia sempat melihat Beno memberikan makana pesanan pada Lista, sudut bibir Ana tersenyum miring karena dia mempunyai suatu rencana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments