Part 3. KETEMU LAGI

Setelah berdebat dengan hati kecilnya, Tasya memantapkan hati untuk tetap pergi menemui Raya. Apalagi ia baru saja kabur dari Rumah Sakit.

Entah mengapa, meskipun begitu Tasya tetap berdoa agar ia tidak ketemu dengan lelaki yang menabraknya itu.

Tasya merutuki sikapnya karena tidak terlalu memperhatikan jalan ketika menyeberang hingga secara tidak sengaja ia justru diserempet mobil hingga beberapa meter. Alhasil keningnya sobek dan dijahit.

Tangan Tasya terulur untuk mengusap bekas jahitannya. Masih nyeri sih iya, tetapi ia sangat menginginkan agar segera mempunyai banyak uang. Yaitu salah satu caranya dengan menemui Araya.

Tasya sangat berharap banyak pada pertemuan kali ini. Banyak hal yang ingin segera ia capai agar bisa bertemu dengan Raya. Akan tetapi uang yang dimiliki olehnya hanya mampu mengantarkan Tasya di lampu merah. Dari sana Tasya harus berjalan kaki menuju tempat kerja Raya.

"Huft, kayak gini ya susahnya cari kerja. Andai saja Papa dan Mama belum pergi, sudah pasti Tasya tidak akan terlunta-lunta seperti ini bukan?"

Meski ragu, tetapi Tasya tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam tempat tersebut. Saat ini yang dipikirkan adalah bagaimana caranya agar mendapatkan uang secepatnya.

"Semoga saja semuanya berjalan lancar, Aamiin," doa Tasya di dalam hati.

Pikiran yang berkecamuk ditepisnya perlahan. Meski seolah hati dan pikiran tidak sejalan, tetapi sepertinya hanya jalan ini yang terbuka lebar untuknya. Kaki Tasya terasa berat ketika melangkah masuk, tetapi seiring langkahnya ia terus berdoa agar semuanya lancar.

Semakin memasuki bar tersebut, suara dentuman musik terdengar semakin memekakkan telinga. Jelas menganggu dan membuat jantungnya memompa semakin cepat.

"Aduh, dimana Raya? Bodoh, 'kan kamu disuruh ke loker buat ambil seragam. Bukankah itu artinya kamu sudah diterima?"

Saat kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Matanya memindai setiap wajah yang dilihat, akhirnya ia berhasil menemukan Raya. Reflek ia malambaikan tangannya.

Raya yang melihat Tasya datang segera menghampiri. Mengulas senyum palsunya agar Tasya tidak curiga.

"Semoga dia nggak terlalu curiga dengan hal-hal seperti ini."

"Kamu apakabar?"

"Baik, kamu?"

"Alhamdulillah, ya sudah ayo ikut aku."

Kini Raya segera mempercepat langkahnya agar tidak banyak karyawan yang curiga. Di tambah lagi malam itu ada seorang tamu spesial yang menunggunya.

Beberapa saat lalu, Raya telah berganti pakaian dengan yang lebih rapi. Hal itu agar Tasya menganggap dia bekerja sebagai pelayan di bar tersebut. Padahal kenyataannya tidak sama sekali, Raya hanya berkedok manis agar Tasya tidak terlalu curiga.

Kini keduanya sudah berada di dalam loker untuk berganti pakaian. Raya mempersiapkan dirinya sebaik mungkin dalam mendadani Tasya.

"Cantik, kamu memang cantik sekali."

"Makasih," ucap Tasya dengan tersenyum manis.

"Maaf, jika tempat kerjaku tidak sebagus bayangan kamu. Ya, beginilah suasana tempat kerjaku."

Tasya menggeleng seraya berbisik, "Nggak apa-apa yang penting tetap dapat uang."

Raya merengkuh tubuh Tasya dan meminta maaf karena tidak tahu jika keluarga Tasya telah meninggal.

"Turut berduka cita ya, Beb. Sorry, gue benar-benar tidak tahu dengan nasib papa mama kamu."

"Iya, Beb. Sudahlah semua udah berlalu. Kini gue harus bangkit lagi."

"Setuju, semangat Beb."

Meskipun memaksakan tersenyum hasilnya sama saja, wajah Tasya masih terlihat sendu. Bagaimana pun kematian kedua orang tuanya belum lama sehingga apapun yang terjadi belum sepenuhnya normal.

"Ya sudah, kita siap-siap kerja aja!"

"Siap."

Raya membantu Tasya untuk mengganti baju seragam pelayan di bar. Sesaat kemudian ia mengajaknya ke tempat dimana ia harus mengambil minuman dan mengantarkan pada tempat yang dituju.

Salah seorang bartender mendekati Raya setengah berbisik kepadanya, "Siapa gadis itu, sepertinya dia masih polos gitu!"

"Syut, jangan banyak tanya, dia gadis baik-baik. Kondisi sulit membuatnya dibuang dan harus menghidupi dirinya sendiri. Gue harap Lo bisa jagain dia selama gue kerja."

"Berani bayar berapa sama gue?"

"Satu juta!"

"Oke, deal!"

David yang notabene sudah menguasai bar itu, masih terus mengawasi Tasya yang sudah mencuri hatinya. Baginya Tasya adalah gadis idamannya. Body yang aduhai, wajah cantik dan semuanya perfect membuat kedua matanya tidak bisa dialihkan darinya.

"Fix, lu harus jadi pacar gue!"

Bagaimana pun Tasya bergerak, banyak pasang mata yang memandang dengan penuh naf-su, bahkan tidak jarang pula mereka menyentuhkan barang pribadi ke area tubuh Tasya. Dengan penuh kehati-hatian dan kewaspadaan ia bekerja sepanjang malam.

"Semoga tidak ada yang menyakitinya," gumam Raya dari kejauhan.

Dave yang kebetulan sedang badmood lebih memilih pergi minum ke bar milik sahabatnya, Louis. Sudah beberapa kali ia menghabiskan malam hanya dengan minum-minum di sana. Bahkan Dave mempunyai ruang VIP spesial untuknya.

Mobil Mercedes Benz C-Class berwarna hitam itu telah sampai di depan Bar. Dengan kaki jenjangnya ia lebih cepat sampai di dalam. Beberapa karyawan menunduk hormat kepada Dave. Bahkan ada beberapa pegawai wanita yang memakai pakaian tipis menawarkan diri untuk menemaninya minum.

Sayang, Dave bukanlah orang sembarangan yang mudah disentuh. Ia teringat gadis kecil yang ditabrak dan sialnya, siang hari Dave mendengar kabar jika gadis itu kabur dari Rumah Sakit.

"Sial, kenapa belum ada kabar, ya?"

"Gila, gadis itu benar-benar menyihir gue!"

Dave menghilangkan rasa kesalnya dengan menenggak sebuah botol minuman spesial diimpor dari Italy. Baru saja ujung gelas terlepas dari bibirnya, sekelebat bayangan gadis itu melintas di hadapan Dave.

"Gadis itu ... mana mungkin?"

Meskipun hatinya menampik hal itu, tetapi matanya terus mengawasi gerak-geriknya.

"Bukankah dia gadis cupu yang tadi pagi?"

Seberapa besar ia menajamkan matanya tetap saja bayangan Tasya tidak pernah bisa terhapus. Bahkan sampai kedua tangannya bergantian mengucek matanya hasilnya sama.

"Ya, itu benar dia! Gue harus bisa menangkapnya malam ini!" ucap Dave dengan semangat.

Tasya yang tidak sengaja melewati meja Dave memang tidak mengetahui jika pemilik meja tersebut adalah orang yang menabraknya tadi pagi. Sehingga ia tetap menjalankan tugasnya dengan baik tanpa rasa kewaspadaan.

Lagi pula mereka juga tidak memesan minuman kepadanya, sehingga Tasya lebih mementingkan siapa yang mau order minum kepadanya dan mengantarkannya secara langsung agar pekerjaannya lebih cepat selesai malam itu.

"Nggak nyangka jadi pengantar minuman aja capek gini, terus apa yang dilakukan Raya ya? Kok dia uangnya lebih cepat banyak daripada gue?"

"Ah, biarin aja yang penting dia udah ngebantu gue untuk kerja di sini itu sudah lebih dari cukup. Untuk hal lainnya itu adalah privasi Raya."

......................

Menangkap, dikira Tasya penjahat kali ya, pake ditangkap.

Selamat datang para readers setia, jangan lupa terus dukung karya othor ya, terima kasih. Jangan lupa mampir ke karya teman othor yang pastinya akan membuat kalian suka.

Episodes
Episodes

Updated 50 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!