Tasya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tetapi ulah salah satu pengunjung membuat tengkuknya geli dan sesegera mungkin ingin menjauh darinya. Rupanya saat ini Tasya dipanggil oleh salah satu pengunjung untuk menemaninya minum.
Awalnya Tasya menolak, tetapi mau apalagi saat ini Raya memberikan kode padanya kalau hal itu aman dilakukan. Namun, ternyata apa yang dikatakan aman oleh Raya sama sekali tidak sesuai bayangan Tasya.
"Gimana, nih. Kenapa Om-om ini malah pegang-pegang, sih?" rutuk Tasya di dalam hatinya.
Dari arah kejauhan terlihat dengan sangat jelas seorang lelaki dengan pakaian formal menatap tajam ke arah Tasya.
"Kamu pasti tidak nyaman, begitu pula dengnku. Akan tetapi tunggulah sebentar, maka aku akan menyelamatkan kamu," ucap Dave di dalam hatinya.
Sejauh apapun, ternyata Tasya cukup peka terhadap situasi. Tatapan yang begitu tajam hingga membuat Tasya seolah membeku dengan tatapannya tersebut. Salah satu tangannya memegang rokok, sementara tangan satunya bersandar pada sisi kursi. Satu kakinya menyilang ke atas, terlihat jika ia amat nyaman duduk di posisi tersebut.
"Perasaanku kok nggak enak begini, ya?"
Tasya tampak mengusap tengkuknya berkali-kali. Akan tetapi ia berusaha untuk tetap menjalankan tugasnya dengan sangat baik.
Bahkan pergerakan Dave sangat teratur. Tanpa menunggu banyak waktu terbuang sia-sia. Ia meminta salah satu anak buahnya untuk memanggil Tasya.
"Siapa gadis itu, apakah pekerja baru?"
"Benar Tuan."
"Panggil dia kemari!"
Tasya yang hampir di sentuh oleh lelaki hidung belang, rupanya justru diselamatkan oleh Dave. Panggilan dari Dave membuat Tasya mengerutkan keningnya. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat jika ada sosok laki-laki tampan yang sedang memandangnya.
"Maaf Nona, mari ikut saya. Bos saya berada di sana."
"Siapa, ya? Bukan predator anak, 'kan?"
Salah satu anak buah Dave yang memanggil Tasya tergelak karena ucapan spontan darinya itu. Akan tetapi ia dengan cepat segera pergi untuk mengantar Tasya kesana.
"Bagaimana, Nona?"
"Ba-baik, antar saya kesana."
"Siap."
Meski dengan pikiran berkecamuk, Tasya tetap melangkahkan kakinya ke tempat Dave berada. Berjalan perlahan dan tidak melihat ke sekelilingnya hingga membuatnya terpeleset karena minuman yang tumpah di lantai.
Tubuh Tasya dengan cepat meluncur ke arah Dave yang sedang duduk santai. Dengan sigap ia menangkap tubuh Tasya. Kedua mata mereka terkunci satu sama lain. Menambah debaran cinta di dalam hati keduanya.
"Aargghhhh!" cicit Tasya saat tubuhnya berhasil menghantam tubuh Dave.
Dave berhasil menangkap tubuh Tasya, tatapan mereka tetap terkunci satu sama lain selama beberapa saat. Tidak ada hal yang lebih indah kecuali bisa menatap gadis incaran kita dari jarak terdekat.
"Rupanya dia sangat manis," gumam Dave dari jarak terdekatnya.
Detak jantung Tasya berdegup sangat kencang, manakala tubuhnya berdekatan dengan lelaki. Baru pertama kali ia bersentuhan dengan lelaki dari jarak paling dekat. Sebelum ini ia sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan lelaki.
"Cowok, tetapi kulit tangannya halus banget, gue aja sampai kalah," batin Tasya teriris.
Suara jantung Tasya dan Dave saling berlomba satu sama lain. Membuat perasaan mereka semakin berkecamuk karena ada kupu-kupu beterbangan di dalam sana.
Asisten Dave yang tadi memanggil Tasya sampai membalikkan badannya karena malu sendiri dengan adegan Tuannya. Sadar dengan apa yang telah ia lakukan, Tasya langsung berdiri.
"Ma-maaf, Tuan," cicitnya.
"No problem."
Dari jarak sedekat itu, sangat terlihat jika ada bekas luka di kening Tasya. Apalagi jika dilihat dengan mata telan-jang masih terlihat jelas, meskipun sudah ditutup dengan bedak tipis.
"Tunggu dulu, kenapa kamu seperti gadis itu? Apakah kamu yang melarikan diri dari Rumah Sakit tadi? Oh, Tuhan begitu baik. Rupanya takdir kita saling bertautan," gumam Dave dengan terus menyunggingkan senyumannya.
"Tidak akan aku biarkan kamu lepas, mulai saat ini kamu akan menjadi gadisku."
Agar tidak terlalu terlihat mengintrogasi, Dave menyamarkan pertanyaan untuk Tasya. Dia melontarkan beberapa pertanyaan standard untuknya.
"Kamu terlihat lain, oh ya siapa nama kamu?"
"Tasya, Om."
"Apakah kamu merupakan salah satu pekerja baru di sini?"
Dengan polosnya Tasya mengangguk, "Benar sekali, Tuan. Baru hari ini saya bekerja di sini."
Dave mengulas senyumnya, "Kalau begitu duduklah di sini dan temani minum."
Sontak kedua mata Tasya melebar, bagaimana pun ia hanyalah petugas yang mengatarkan minuman ke pelanggan. Tanpa harus menemani salah satu pengunjung. Matanya menyisir ke arah seluruh ruangan.
Seolah bisa membaca pikiran Tasya, Dave segera menghapus bayangan buruk yang berkelana di dalam pikirannya.
"Jangan salah paham, saya bukan pedofil sehingga tidak mungkin tertarik padamu."
Tasya mengusap dadanya seraya bersyukur.
"Lagipula, kamu juga dalam masa pertumbuhan, bukan? Apa-apanya masih belum matang dan terlihat kecil."
Sontak Tasya menyilangkan kedua tangannya. "Gila, bentuk tubuh gue sampai diliat sedetail itu.
Karena takut, Tasya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Raya. Seolah-olah ia ingin meminta perlindungan tetapi rupanya tidak bisa menemukan Raya.
Suara bising dan lampu yang kerlap-kerlip membuat pikiran dan pandangan Tasya terbatas. Sehingga keberadaan Raya sama sekali tidak terlihat.
"Di mana Raya, cepat tolong gue, dong."
Dari kejauhan rupanya David terus memperhatikan Tasya, hanya saja ia tidak mau bertindak lebih dulu karena Dave bukanlah tamu sembarangan.
"Kenapa dia ketakutan seperti itu? Kalau mengganggu memang sebaiknya tidak usah memaksanya. Biarkan dia bekerja dan kamu bisa mengawasi hal itu dari tempat duduknya," ucapnya sewot dari mini bar.
Dave segera menatap kembali ke arah Tasya. "Gimana, kamu mau?"
"Sa-saya, Tuan?"
"Iya, ya kamu! Memangnya di hadapanku ada siapa lagi?"
Tasya mengarahkan jari telunjuknya ke arah dirinya sendiri.
"Ya sudah, kalau kamu keberatan pergilah."
"Bolehkah?"
"Pergilah! Akan tetapi tidak ada lain kali."
Raut wajah Tasya yang semula ketakutan kini justru berubah secepat kilat.
"Terima kasih banyak, Om tampan," gumam Tasya berbunga-bunga.
Dave yang melihat sorot mata ketakutan yang berasal dari Tasya melepaskannya untuk kembali bekerja. Namun, sang asisten kebingungan karena Dave justru melepaskan targetnya. Tidak menyangka jika atasannya bertindak demikian lembut pada Tasya membuat sang asisten bisa menyimpulkan sesuatu.
"Sepertinya Si Boss ada rasa sama gadis bau kencur itu, deh!"
Pandangan lemah lembut yang ia berikan pada Tasya seketika berubah garang ketika menatap kembali sang asisten.
"Ngapain kamu lihat-lihat! Kerja yang benar atau saya potong!"
"Aa-ampun, Boss."
......................
Mohon maaf, karena kesehatan othor kemarin tiba-tiba drop jadi up terlambat. Nah sambil nunggu up, kalian jangan lupa mampir ke karya teman othor di bawah ini, dijamin seru. Makasih sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments