Aku segera menyalakan keran di kamar mandi. Waktu sudah berjalan dan aku harus segera bersiap-siap agar tidak terlambat untuk masuk ke sekolah baruku. Kali ini aku berharap, aku mendapat kehidupan sekolah yang menyenangkan.
Di sekolahku yang dulu, dari segi nilai aku selalu mendapatkan tempat pertama. Meski penampilanku tidak menarik tapi otakku cukup pintar. Aku mewarisi banyak gen dari papaku yang notabenenya adalah seorang dosen biologi di salah satu universitas ternama. Tidak seperti Gio yang banyak mewarisi gen dari mama. Dia juga tidak memiliki banyak motivasi untuk belajar dan dia sangat payah dalam pendidikan.
Setelah lulus SMA dia tidak langsung memutuskan untuk berkuliah. Aku pikir itu karena dia ingin bekerja, tapi ternyata dia hanya ingin menghabiskan harinya di dalam rumah tanpa melakukan apapun.
Papaku pergi meninggalkan kami saat aku berusia 6 tahun. Kepergiannya benar-benar menjadi sebuah bencana untuk keluarga ini, dan alasan dibalik mama yang sangat membenciku adalah, karena aku merupakan anak dari pria yang sudah pergi tanpa pamit. Mama amat sangat membenciku, bahkan mungkin menurutnya tidak melihatku adalah keinginan terbesarnya untuk saat ini.
Aku kembali melanjutkan mandiku. Rambut berwarna coklat terang milikku itu warisan dari papa. Papa memang pria bule yang sudah lama menetap di Indonesia.
Jika ada yang seseorang yang bertanya di mana papaku berada aku tidak bisa menjawab, karena mama benar-benar menutup akses komunikasi di antara kami. Aku pun hanya mengetahui sedikit tentang papaku yang aku dapat karena aku berhasil mengorek informasi dari catatan-catatan lama milik mama.
Setelah menyelesaikan mandiku secara kilat, aku segera bergegas masuk ke dalam kamar. Berganti pakaian dan bersiap untuk segera berangkat ke sekolah.
Setelah berubah menjadi sosok yang berbeda, Ini pertama kalinya aku berinisiatif untuk merias diri. Dulu aku tidak bisa melakukan hal itu karena apapun yang aku lakukan mereka semua akan tetap memandang jijik ke arahku. Tapi tidak untuk sekarang. Aku sudah berubah dan aku harus menetapkan image-ku agar tidak kembali menjadi korban bullying.
Setelah merasa cukup dengan mengikat rambut ekor kuda dan memberi pewarna bibir yang tidak mencolok, aku segera bergegas keluar. Udara dingin langsung menerpa wajahku saat aku membuka pintu.
Aku langsung berjalan cepat, jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh dan sialnya aku tidak mengetahui letak halte bus. Aku hanya terus berjalan tapi tetap tidak menemukan halte. Pandanganku mengitari sekitar, berharap ada seseorang yang lewat dan aku bisa bertanya soal arah.
Di depan sana ada seorang pria yang juga terlihat kebingungan. Aku sudah memantapkan diri untuk bertanya padanya, melihatnya yang menggerutu membuat keinginanku luntur. Dengan cepat aku memutar badan dan melangkah dari arah sebelumnya menuju ke rumah, mungkin saja nanti aku bisa menemukan orang yang bisa aku tanyakan soal arah yang benar.
Aku tidak tahu jika jalanan aspal ini sangat licin. Di saat aku semakin mempercepat langkahku tanpa sengaja kakiku tergelincir. Aku hampir terjatuh untuk saja tidak sampai membuat tubuhku melayang ke bawah.
"Kamu nggak pa-pa?" Sebuah suara berhasil membuatku berjengit, "tadi saya lihat kamu hampir aja terpeleset," katanya lagi.
Aku langsung menoleh, itu pria yang sebelumnya aku lihat. Aku mengangguk pelan dan tersenyum, "Nggak pa-pa kok."
Pria itu mengangguk dan kembali menahan pinggangku saat aku akan terjatuh kembali. Ternyata keseimbangan ku sangat amat buruk sampai aku sendiri tidak bisa menahan berat badanku. Hal pertama yang aku lihat dari pria itu adalah matanya. Meskipun terlihat tidak sopan karena menatap mata orang asing secara langsung, tapi itu hanya hal spontan yang terjadi karena dia menahanku dan mau tidak mau pandangan mata kami jadi bertemu tanpa bisa ditahan.
Merasa tidak nyaman dengan posisi itu, aku segera melepaskan diri dan bangun. Setelah merasa aku dapat berdiri dengan benar aku segera menatapnya, "Terima kasih," ucapku pelan sambil melangkah mundur.
Aku kini dapat melihatnya, rambutnya yang tersisir rapi itu tidak terbang meski ada angin kencang yang lewat. Dia tampak luar biasa dengan setelan seragam yang tertutupi oleh hoodie. Setelah menyunggingkan senyum aku segera melangkah pergi. Aku tidak boleh telat di hari pertama, kan?
Dan lagi....
Pria itu terlalu tampan untuk diabaikan, tapi sayangnya waktu tidak membiarkanku untuk menikmati ciptaan Tuhan yang luar sangat biasa sepertinya.
"Sebentar..." Aku mendengar sebuah suara dari belakangku. Suara itu berhasil membuatku berhenti dan membalikkan tubuhku. Tanpa sadar aku menggigit sedikit bibir bagian dalam ku karena gugup.
"Kamu beneran nggak kenapa-napa? Jalanmu sedikit pincang soalnya," Dia berkata.
Aku tidak menyadari hal itu tapi saat kucoba melangkah aku mulai merasakan nyeri. Tapi ini tidak seberapa karena aku sudah terlalu kebal dengan semua rasa sakit yang sudah pernah aku terima.
Aku tersenyum sambil menggeleng. Berharap dia percaya dan membiarkanku untuk pergi, "Cuma sedikit sakit, tapi nggak pa-pa. Btw, makasih ya udah bantu tadi."
Alisnya berkerut mendengar kalimatku, mungkin karena dia tidak percaya tapi aku tidak peduli. Sebelum dia kembali mengeluarkan kalimat lain aku pun langsung bergegas pergi setelah meninggalkan senyuman ramah. Sampai di belokan aku masih dapat melihat pria itu yang masih berdiri di tempatnya. Kenapa dia tidak pergi? Apa sedang pria itu lakukan sebenarnya?
Ah, mungkin dia sedang menunggu seseorang. Pikirku.
Aku sudah tidak mau peduli lagi karena toh kami tidak akan bertemu untuk selanjutnya.
Perjalanan kali kini ternyata berhasil. Halte yang aku cari berada tepat di luar perumahan, berarti tadi aku melangkah masuk ke dalam bukan keluar. Aku hanya terkekeh karena kebodohan ku.
Ini pertama kalinya aku akan menggunakan transportasi umum, biasanya aku akan berjalan kaki tidak peduli seberapa jauh itu. Karena aku merasa tidak sanggup jika orang asing juga ikut mengkritik ku. Aku sudah cukup kenyang dengan kritikkan dari orang-orang terdekatku dan hati ini tidak menerima orang lain lagi, dan juga sudah tidak ada tempat lagi untuk menampung semua kalimat-kalimat buruk mereka.
Selama perjalanan menuju sekolah aku hanya bisa menatap ke luar. Tidak ada yang menyenangkan, rasanya sama saja seperti saat aku berjalan kaki menuju sekolah sebelum-sebelumnya, hanya saja di sini sejuk dan tidak panas. Aku juga tidak merasa kelelahan karena di sini aku hanya duduk dan menunggu.
Aku menatap ke sekelilingku, semua orang saling mengobrol dan tertawa bersama. Hal yang selalu ku impikan tapi belum pernah aku rasakan sekali pun. Apa kali ini aku juga akan tetap sendiri? Aku ingin memiliki teman, teman yang bisa kuajak bercerita dan berkeluh-kesah. Selama ini aku hanya menahan semuanya sendiri.
Semoga aku memiliki teman baru yang baik, batinku berharap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments