Aretta & Rahasia
Aku terbangun karena sinar matahari yang terbit di musim hujan mengalir hangat sampai mengenai kulitku. Udara nan segar juga mengalir masuk melalui celah-celah jendela yang belum sempat aku buka. Aku beranjak dari tempat tidurku dan berjalan menuju jendela kaca besar yang terpasang cantik di sana, dengan cepat aku menggeser korden yang menghalau sinar matahari tersebut dan mulai membuka kenop agar udara segar dapat memenuhi kamar tidurku yang mulai terasa sumpek.
Aku melirik ke jam dinding bergambar panda yang menggantung cantik di dinding. Pukul 6.10 tepat. Aku masih memiliki waktu sekitar tiga puluh menit untuk bersiap.
Seperti biasanya setiap pagi aku akan menyaksikan hiruk pikuk kesibukan di pagi hari melalui jendela kamarku. Rutinitas yang selalu kulakukan semenjak musim hujan melanda. Aku biasanya akan menghabiskan waktu untuk jogging, tapi cuaca yang tidak menentu dan terkadang hujan yang datang tanpa permisi membuatku enggan dan memilih untuk tetap setia di sini.
Melihat kesibukan orang-orang yang berlalu lalang menjadi hal favoritku. Aku membayangkan memiliki kehidupan seperti itu, jauh dari masalah, jauh dari pikiran-pikiran buruk, dan jauh dari amarah. Tapi sepertinya sulit karena tidak Hawa dingin menembus lapisan piyama tipis ku, yang langsung saja membuatku berlari kencang kembali ke tempat tidurku dan masuk ke bawah selimut. Sambil menikmati kehangatan yang tersisa dengan menyelipkan selimut di bawah daguku. Kemudian aku juga menghadap ke jendela dan mendapatkan sinar matahari yang mengenai sisi wajahku. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menghirup kembali oksigen segar yang hanya bisa kudapat saat pagi. Entah kenapa rasanya segar yang mengalir ke paru-paruku menbuatku dapat berpikir positif. Aku berharap hari ini akan baik-baik saja, semoga saja harapanku terkabul.
Angin sepoi-sepoi berebutan masuk ke kamarku, menyapu wajahku dan membuatku menggigil. Bulu-bulu pada dream catcher yang tergantung di jendela juga ikut bergoyang heboh. Akhirnya benda itu melakukan hal berguna lainnya karena selama aku mengadopsinya dia tidak pernah menangkal semua mimpi buruk yang datang padaku. Lima menit berlalu dan angin sepoi-sepoi itu berubah menjadi lebih kencang membuat poster-poster idolaku yang tertempel di dinding ikut bergoyang heboh. Beberapa bagian sudutnya terlepas dan mau tidak mau aku bergerak ke samping tempat tidur untuk menyelamatkan mereka.
Hampir saja poster itu melayang mulus ke bawah dan menghancurkan bagian-bagian yang tidak boleh hancur. Aku meletakkan kembali poster itu ke atas meja dan melangkah cepat ke jendela untuk menutupnya. Butiran-butiran air ikut hadir saat jendela itu belum tertutup dengan sempurna. Selesai dengan kegiatan tanpa arti, aku segera melangkah keluar dari kamar dan berjalan ke kamar mandi. Begitu kakiku berdecit di lantai aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Minggir nggak loe! Anak pertama yang harusnya pakai kamar mandi duluan!" serunya kencang. Dia kakak pertamaku yang usianya hanya terpaut dua tahun di atas ku. Dia berteriak dari ujung lorong yang jaraknya hanya lima langkah, seperti aku tidak bisa dengar jika dia berbicara pelan.
Dan sesuai dugaan, Gio datang dan langsung menyerbu masuk dan mendorongku minggir ke dinding hingga meninggalkan bunyi berdebum, dia menggerutu kasar saat bersandingan denganku, "Ngehalangin jalan tahu nggak?"
Aku menghela nafas kasar. Ini bukan pertama kalinya dan harusnya aku juga sudah terbiasa dengan hinaan semacam ini. Saat ini aku sudah berusia 17 tahun dan di tempatku dulu aku selalu dihina dan diejek, meski tidak dipungkiri itu sangat melukai hatiku tapi aku tetap mencoba tegar karena hal itu tidak hanya terjadi di sekolah di rumah pun aku menjadi bahan bullying.
Aku berharap tempat baru sekarang tidak mengulang kenangan lama yang sudah ku coba kubur. Aku ingin menghadapi hidup baru dengan semangat baru.
Sejak menerapkan diet sehat dan juga olahraga rutin semua lemak-lemak membandel yang ada di tubuhku perlahan luntur. Aku merasa sehat dan dapat bergerak lebih luas karena sudah tidak memiliki beban yang berat lagi.
Merasa lelah berdiri aku pun beralih ke dapur untuk menyiapkan sarapanku. Mama ada di sana, sarapan sehat yang aku inginkan kini hanya angan karena mama duduk di pantry dengan segelas kopi di depannya dan juga rokok yang mengisi lipatan bibirnya. Mama menatapku malas sambil menyeruput kopinya.
"Mama udah pindahin sekolah kamu. Dan ini kesempatan terakhir kamu, Mama harap kamu bisa bersikap lebih dewasa dengan nggak membuat masalah di sekolah," ucapnya tanpa melepaskan pandangannya dariku
Aku tidak tahu akhir yang dimaksud mama itu akhir dari pendidikan ku atau akhir dari kehidupanku. Aku mengangguk dan tidak berani membuka mulut karena takut membuat kesalahan dengan mengatakan kalimat yang tidak penting, karena setiap kalimat dari mulutku akan berakhir dengan sebuah bentakan.
Setelah hening selama beberapa menit, Mama akhirnya mengomel lagi, kali ini mengomel tentang keberadaan ku yang sesungguhnya tidak diperlukan di rumah ini.
Dua puluh menit berlalu, akhirnya Gio keluar dari kamar mandi. Uap panas menyembul keluar, aroma cologne yang dia gunakan ikut tercium indera penciuman ku.
"Ngapain sih lo pakai mandi segala? Bau pecundang yang ada di badan loe itu nggak bakal hilang," kata Gio sambil melewati ku dengan handuk yang dililitkan di pinggangnya. Dia melangkah menuju kamarnya. Meladeni ucapannya sama saja memancing emosiku.
Dengan cepat aku melangkah masuk ke kamar mandi, mengunci pintu, dan langsung melepas pakaianku. Ku usap cermin yang berkabut dengan tanganku yang kering. Di sana aku dapat melihat pantulan diriku. Aku dulu pengidap obesitas yang parah, karena tubuhku yang gendut dan jelek semua orang menjadi jijik padaku. Termasuk keluargaku sendiri. Mendapati banyaknya cemoohan dan juga hinaan membuatku hampir menyerah dnegan hidup. Apalagi tidak ada seorang pun yang berada di pihak ku.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjalani diet sehat. Memang tidak mudah karena aku berkali-kali memutuskan untuk menyerah, tapi berkat hinaan dari Gio aku kembali menanamkan semangat baru. Aku ingin membuktikan pada mereka jika aku pun bisa berubah menjadi cantik.
Kini aku sudah memiliki berat badan ideal. Wajah ku pun sudah tidak dipenuhi jerawat. Aku bisa bertinggi hati karena aku sudah berubah, tapi sepertinya perubahan ku tetap menjadi momok yang patut dibicarakan. Bahkan mama dan Gio tidak mengucapkan selamat atas pencapaian ku. Aku memang tidak berharap lebih tapi setidaknya aku ingin mereka tidak bersikap dingin dan kasar lagi padaku. Jika memang sesulit itu untuk menerimaku, anggap saja aku tidak ada dan jangan memberi komentar buruk supaya aku tidak semakin bertambah gila setiap harinya.
Tapi sepertinya itu hanya harapanku saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments