Bab 5

Yumna berjalan dengan anggun dan wajah cantiknya yang sudah tidak lagi muda tetap memukau. Dia mengedarkan pandangannya dan terhenti pada wajah pria yang sedang menatapnya dengan intens dari tempatnya duduk.

"Mario...."

Yumna tersenyum melihatnya sudah duduk di kafenya. Tadi bertemu di kantor dan sekarang di kafenya.

"Jika kau mengatakan akan datang maka aku akan kesini sejak tadi,"

"Ehm, aku baru aja datang....!" Mario tidak akan berkata jujur dengan mengatakan jika dia sudah menunggu lebih dari satu jam hanya untuk melihatnya datang.

"Ohh, apakah kau sudah makan malam? Jika belum, biar aku yang traktir kali ini,"

"Emm....kau ingin mentraktirku?"

"Ya...aku akan mentraktir Mu. Dan terimakasih bantuanmu. Aku sudah menyatakan pada ayah, dan ayah menerima nya...."

"Syukurlah jika begitu..."

Yumna pun duduk dan makan malam bersama Mario. Selama makan, berulang kali Mario mencuri pandang ke arahnya secara diam-diam. Dan jika Yumna melihatnya maka dia akan pura-pura melihat ke arah lainnya.

Begitulah para pria, mereka adalah pemuja dan pengagum rahasia. Mereka ahli menyimpan perasaannya.

Acara makan selesai namun mata Mario menemukan sedikit sisa makanan di sudut bibir Yumna.

"Emm ada makanan di sini," ucap Mario sambil menyentuh bibirnya sendiri untuk memberitahu pada Yumna.

"Disini?" Yumna mengusapnya namun sisa makanan itu tetap ada dan dia mengusap di tempatnya yang salah.

"Tunggu dulu...."

Mario mendekat, Yumna terdiam, menunggu apa yang akan Mario lakukan. Salah satu tangan Mario menyentuh ujung bibir Yumna, dan mengusapnya lembut.

"Terimakasih...." Yumna tersipu malu dan kedua pipinya merona merah.

Mario bukanlah teman biasa. Dia adalah teman sekaligus bosnya. Jadi kadang-kadang dia merasa canggung duduk didekatnya.

Mario lagi-lagi menatap Yumna dengan senyum tipis yang manis. Orang lain yang melihatnya tentu sangat berkesan. Wajahnya tampan, dia keren dan senyumnya sangat manis. Namun Yumna tidak menyadari semua itu, sayang sekali. Dia masih bersikap polos dan tidak merasakan perhatian yang di lakukan oleh Mario.

Aku masih harus sabar menunggu dia mengerti dan merasakan apa yang aku rasakan, gumam Mario dalam hati.

.

Dihalaman, lagi-lagi Anjar bertengkar dengan Inara. Anjar sangat cemburu ketika melihat Inara di tolong oleh seorang pemuda yang kebetulan menyelamatkan dirinya ketika dia akan terpeleset tadi.

"Jika saja kau tidak mencegahku, maka aku akan memukulnya! Pria itu menggunakan kesempatan didalam kesempitan. Dia menolongmu atau mau memegang bokongmu!"

"Diam Anjar! Jangan melewati batas! Perkataan mu itu tidak pantas!"

Inara segera masuk ke mobilnya dengan kesal. Disusul oleh Anjar dan mereka segera akan pulang kerumahnya.

.

Ronan pulang dari main basket bersama teman-temannya. Para pria akan menyembuhkan luka di hatinya dengan berkumpul bersama teman atau berolahraga.

Dan saat kembali kerumahnya maka luka di hatinya kembali dia rasakan. Rumah ini sedang sepi, Kakeknya mengantar Rachel pergi ke rental. Dan ibunya di kafe.

Ronan masuk kedalam kamarnya dan membuka lacinya. Tiba-tiba sesuatu terjatuh dan laci itu. Sebuah gantungan kunci, hadiah dari Inara ketika dia pergi keluar negeri.

Ronan mengambil gantungan kunci itu dan menatapnya dengan segenap rasa kesal, marah, sedih dan kecewa pada mantan kekasihnya yang bernama Inara. Hingga dia membenci jika ada gadis dengan nama yang sama dengan kekasihnya itu.

Klontang!

Ronan melempar gantungan kunci itu dan jatuh tepat di kaki Yumna yang baru saja pulang. Yumna menunduk untuk mengambil barang itu. Setelah mengambilnya dia lalu melihat ke arah si pelemparnya. Yumna segera tahu, siapa yang melempar dan kenapa melempar barang tidak bersalah itu. Dia marah pada pemberi barang itu lalu kenapa melampiaskan pada barang ini.

"Kau yakin akan membuangnya? Baiklah, biar ibu bantu membuangnya. Jika kau hanya membuangnya di dekatmu, maka kau masih bisa melihatnya, dan terkenang akan dirinya. Buang yang jauh, yang kau tidak akan melihatnya lagi dan mengingatnya," Yumna mendekati putranya.

"Ibu..." Ronan memeluk ibunya dan ingin rasanya dia menangis. Namun dia bukanlah anak kecil yang dengan mudah meneteskan airmata. Dia adalah pria yang sudah dewasa

Dan pria berbeda dari wanita, yang mudah sekali menangis bahkan untuk hal kecil. Para pria bahkan sulit sekali untuk bisa menangis dan hanya merasakan luka dan sakit didalam hatinya.

"Apakah kau masih punya barang seperti ini. Kenangan tentang dirinya harus kau buang jauh dari matamu agar kau tidak teringat setiap kali melihat barang yang di berikan olehnya,"

"Masih...." Ronan membuka lemari paling bawah dan menyimpan semua kenangan indah bersama Inara disana. Berbagai macam barang yang mereka beli bersama atau seperti hadiah ulang tahun, tersimpan rapi disana.

"Keluarkan semua!" titah ibunya.

"Orangnya sudah mengkhianatimu. Untuk apa barangnya kau simpan di lemarimu? Melihat semua barang ini, akan membuatmu sulit move on, dan bisa menghancurkan masa depanmu...."

Yumna memasukkan semua barang itu kedalam kantong plastik.

"Kau yakin sudah semua? Tidak ada yang tertinggal lagi?"

"....." Ronan menggeleng dalam diam.

"Jika tertinggal disini. Bagaimana aku mengeluarkannya atau membuangnya," Yumna menoleh dan Ronan memegang dadanya. Maksudnya adalah Inara tertinggal di hatinya dan masih ada di dalam sanubarinya.

Yumna lalu mendekatinya dan duduk disamping nya. Ronan tetap saja masih merasakan kesedihan dan penderitaan akibat pengkhianatan kekasihnya. Perlahan Ronan menaruh kepalanya di pangkuan ibunya. Yumna mengelus rambut putra yang dia sayangi sepenuh hati. Tidak pernah dia biarkan sedikitpun dia terluka sejak kecil. Namun setelah beranjak dewasa, dia mulai mengenal cinta. Dan kini dia terluka oleh wanita yang dia cintai untuk pertama kalinya.

.

Mario pulang dengan perasaan berbunga-bunga. Dulu dia hanya menatap Yumna diam-diam dari kejauhan. Dan kini dia akan bekerja sama dengan Yumna dan bisa bertemu setiap hari. Menatapnya dari jarak dekat dan bicara dengannya.

Tanpa sadar Mario menari di ruang tamu, pamannya menatapnya sambil tersenyum serta menggelengkan kepalanya. Pamannya menebak, pasti Mario baru saja bertemu dengan pujaan hatinya.

"Melihatmu menari seperti ini, biar aku tebak, kau pasti bertemu lagi dengan Yumna bukan?"

"Ah paman. Aku sangat bahagia. Aku ingin menari saking bahagianya,"

"Begitulah orang kalau sedang jatuh cinta. Dunia serasa hanya miliknya,"

"Paman, kau mengatakan sesuatu?"

"Ya. Jangan menunggu terlalu lama, katakan perasaan mu pada wanita yang kau cintai itu. Dia kan sudah sendirian lagi. Jadi tidak ada salahnya kamu mengungkapkan perasaan mu padanya,"

"Paman, jangan terburu-buru. Aku harus menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Bagaimana jika dia menolaknya? Tidak, tidak, tidak....aku sangat bahagia menjadi pengagum rahasianya. Aku juga bahagia bisa bertemu dan menjadi sahabatnya kembali. Aku tidak sanggup menerima kemarahan nya jika aku katakan isi hatiku padanya,"

"Hai! Anak muda! Waktu terus berjalan. Usia semakin bertambah! Dua puluh tahun menunggu itu jarang di lakukan pria manapun!"

"Aku tidak sama dengan mereka paman, aku mencintai wanita itu dengan tulus. Tidak ada obsesi didalamnya. Melihatnya bahagia, senyumnya yang indah, aku benar-benar jatuh cinta seakan aku masih muda saja.....Ayo paman, kita menari....mana musiknya....!"

jreng! jreng! jreng!

Sang paman akhirnya memutar musik dan mereka menari bersama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!