Mario adalah pria yang berpengalaman dan berwawasan luas. Dia mengenal Yumna sudah lama, namun terpisah karena keadaan. Tapi dia mengenali potensi yang di miliki Yumna yang selama ini tidak di sadari oleh Yumna sendiri.
"Jadi....kau yang akan membeli pabriknya?"
Mario tersenyum, seakan dia sedang menikmati setiap detil wajah Yumna. Mario mengangguk pelan.
"Ya. Aku akan membelinya. Apakah kau setuju?"
Yumna nampak berpikir sejenak. Karena yang akan membeli adalah Mario, maka kini dia berubah pikiran.
"Aku ... sebenarnya pabrik itu satu-satunya warisan keluarga kami sudah turun temurun dari dulu. Berat rasanya untuk menjualnya. Tapi ayah punya hutang pajak dua milyar, dan aku harus membayarnya akhir bulan depan. Aku mengajukan pinjaman ke berbagai bank, dan mereka menolaknya. Sebelumnya aku belum pernah meminjam uang di bank,"
Mario mendengarkan dengan seksama tapi matanya tetap menatap wajah Yumna sejak tadi dan tidak beralih sedikitpun. Bukannya tidak mendengar apa yang Yumna Katakan barusan, tapi dia sangat merindukan wanita yang dia cintai secara diam-diam ini. Hingga sejak tadi hanya menatapnya saja dengan tersenyum kecil.
"Ehm, apa katamu?"
"Kau tidak mendengar apa yang barusan aku ucapkan?" decak Yumna sedikit kesal. Setelah berusaha mengucapkan masalah pribadinya kepada orang lain dengan menekan rasa malunya. Ternyata pria di hadapannya ini malah tidak mendengarnya.
"Maaf, maaf....pikiranku sedang ...."
"Kalau begitu saya permisi, mungkin saya datang di waktu yang tidak tepat," amarahnya memuncak dan dia akan pergi dari ruangan nya.
"Hei...tunggu dulu....!" Mario bangun dan mendekati Yumna yang sudah akan menarik pintu untuk keluar.
"Duduklah kembali. Aku akan membantumu,"
Yumna lalu berbalik dan menatap Mario.
.
Yumna masuk ke sebuah ruangan, dan akan mulai bekerja di perusahaan Mario. Mario akan meminjamkan uang sebanyak dua milyar padanya, dan syaratnya dia harus bekerja di perusahaan itu.
Kini dia melihat ruangan yang akan dia gunakan untuk bekerjasama. Dan saat itu Inara melihat Yumna masuk ke sebuah ruangan, dia lalu melihat dari pintu yang sedikit berbuka. Dia berdiri disana dan melihat Yumna berputar-putar menari kegirangan.
"Apa yang dia lakukan disini?"
Tiba-tiba muncul Anjar di belakang Inara. Anjar juga melihat dari pintu yang sedikit terbuka.
"Yumna...."
"Mas, apa yang mantan istrimu lakukan di sini?"
"Aku tidak tahu ..."
"Kau cari tahu, kenapa dia ada disini? Aku tidak mau bekerja satu divisi dengannya. Bagaimana aku bisa bertemu dengannya setelah apa yang terjadi?"
Anjar masuk dengan membusungkan dadanya dan melangkah tegak. Wajahnya tetap angkuh dan congkak. Padahal ini adalah hari terakhirnya di kantor ini setelah dia dipecat. Tapi Yumna tidak tahu jika Anjar sudah dipecat oleh Mario.
"Apa yang kau lakukan di kantorku?" Tegur Anjar, mantan suami Yumna dan membuat Yumna berbalik saat mendengar suara pria yang tidak asing ditelinganya.
"Kantormu? Setahuku, kau hanya bekerja disini. Kantor ini bukan milikmu,"
"Tidak usah bicara berputar-putar seperti kebiasaan mu. Apa yang kau lakukan disini?" Egonya semakin tersinggung dengan jawaban mantan istrinya.
"Aku akan bekerja disini mulai besok," jawab Yumna dan dia sendiri bingung dengan sikap mantan suaminya itu.
Mereka sudah berpisah, tapi suaminya masih saja ikut campur masalah pribadinya. Dan itu sering membuat mereka bertengkar bahkan setelah mereka berpisah.
"Apa!?"
"Sudahlah, kita sudah berpisah, jadi sebaiknya kita hargai privasi kita masing-masing. Kau tidak perlu bertanya apa yang aku lakukan dan aku ada dimanapun. Karena aku juga tidak pernah menanyakan hal itu padamu. Kita sudah berpisah, dan tidak etis kau bertanya seakan kau adalah suamiku...."
"Ck, ck, ck, baru mau bekerja di Perusahaan, tapi kau sudah sombong setinggi langit," mantan suaminya menyeringai meremehkan Yumna.
"Terserah apa pendapatmu. Yang penting aku tidak merugikan siapapun,"
"Kita lihat saja, bisa bertahan berapa lama kau di perusahaan ini. Paling kau juga akan di pecat sebentar lagi,"
"Kau masih saja tidak berubah. Kau meremehkan dan menghinaku sejak dulu, akan aku buktikan jika aku bisa mandiri tanpa bergantung pada siapapun. Hanya bergantung pada kemampuan dan usaha sendiri saja,"
"Bagus! Kau harus berusaha mencari nafkah sendiri. Jika tidak, siapa yang akan memberimu uang bulanan? Kau sendirian, dulu aku suamimu, aku memberimu nafkah, kau tinggal duduk manis dirumah. Tapi sekarang kau harus bekerja keras untuk ....."
"Cukup. Sudah cukup hinaan darimu hari ini. Aku mohon dengan sangat, keluar dari ruangan ku!"
Yumna berdiri di pintu dan membukanya untuk mantan suaminya.
Dengan isyarat kepalanya yang menoleh sedikit, Yumna mengusir mantan suaminya.
Anjar keluar dengan menoleh dan menatap wajah Yumna yang berdiri tidak sudi melihat wajahnya. Tanpa rasa bersalah seperti biasanya, Anjar keluar dari ruangan itu.
Yumna menutup ruangan yang besok akan menjadi kantor nya.
"Ini semua karena ayah terlalu percaya pada suamiku. Dia menyerahkan pabriknya untuk di kelola olehnya. Namun dia tidak pernah membayar pajak hingga menunggak sangat banyak. Dan saat aku tahu hal itu, kami sudah akan bercerai. Aku menyesal karena terlambat mengetahuinya,"
Pabrik itu milik keluarga dari turun temurun, jika dijual maka kita hanya akan memiliki properti bangunan rumah yang kami tempati saja. Harusnya itu bisa di turunkan untuk anak cucu kembali, namun sayangnya harus dijual.
.
Mario sudah menunggu di kafe malam ini. Dia duduk dan berharap Yumna ada di kafenya. Namun ternyata Yumna sedang dirumah dan berdiskusi dengan ayahnya soal pabrik itu.
Aku tidak melihatnya, batin Mario.
"Pak, mau pesan apa?" salah seorang pelayan mendekati nya dengan buku menu.
"Ehm...ini saja!"
Mario mengedarkan pandangannya namun tidak melihat Yumna.
Satu jam membuatnya merasa bosan karena wanita yang dia rindukan tidak dia lihat di kafe itu.
"Hai, kemarilah!" panggilnya pada seorang nelayan yang sedang membersihkan meja di sebelahnya.
"Iya pak, ada apa?" tanya pelayan itu dengan hormat.
"Bu Yumna, apakah tidak datang?"
Pelayan itu menatapnya sesaat lalu menjawab dengan pelan.
"Biasanya datang, tapi hari ini tidak datang sejak pagi. Kami tidak tahu soal itu, kapan Bu Yumna akan datang. Apakah bapak ada pesan, nanti biar saya sampaikan," tanya pelayan itu.
"Ehm, tidak...."
Mario tersenyum kecil dan menoleh ke arah pintu sambil berdiri akan pergi. Namun tiba-tiba dia melihat wanita yang dia cari, Yumna berdiri sambil tersenyum akan masuk ke kafe untuk melihat pegawai nya.
Yumna...
Lagi-lagi Mario terpesona saat menatap Yumna. Wanita itu sudah tidak lagi muda. Tapi cinta di hatinya masih saja sama. Setelah dua puluh tahun, cinta di hatinya masih saja begitu besar untuknya dan tidak peduli pada usia.
Mario tersenyum senang dan duduk kembali.
Akhirnya dia datang....
Para pria memang aneh. Mereka menyukai para gadis tapi tidak mau mengucapkan nya. Padahal jika saja di katakan dua puluh tahun lalu, maka mereka mungkin sudah bahagia menjalani bahtera rumah tangga dan melihat anak-anak tumbuh dewasa.
Sayangnya, para pria terlalu takut untuk mengucapkan perasaan mereka, dan memilih memendamnya didalam hatinya yang dalam. Cintanya masih bertahan setelah dua puluh tahun, tapi tetap saja sikap mereka sama. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya.
Dan wanita seperti Yumna, dia cuek. Dia polos dan tidak merasa jika teman masa kuliahnya itu yang bernama Mario, telah sekian lama memendam rasa cinta untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments