Bab 4 - Malam pertama

Emma dan Adam sudah berada di dalam kamar pengantin yang disiapkan mewah oleh keluarga Hartono. "Harusnya kita ke hotel sekarang, kamu tidak ingin 'kan suaramu terdengar oleh semua orang?"

Emma yang sedang membersihkan sisa riasannya pun langsung menoleh ke arah Adam yang sedang terbaring di ranjang dengan kemeja yang terbuka kancingnya. Itu memerlihatkan enam kotak yang terpahat pada perut Adam.

"Sayang!" seru Adam.

"Kemarilah!"

Emma mendengus kasar dan tidak menghiraukan Adam. Dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. "Aku harus bersabar dalam menghadapinya," Adam menatap langit-langit kamar.

Tiga puluh menit berlalu akhirnya Emma keluar dari kamar mandi sembari menggosok rambutnya yang basah. Dia menatap Adam yang sudah terlelap dengan kemeja yang terbuka. Emma menghela napas panjang, pernikahan ini adalah bisnis jadi sebisa mungkin Emma akan menjagaa dirinya dari segala perasaan untuk Adam.

Emma berjalan mendekati pria itu dengan perlahan, kemudian memasangkan selimut padanya. Satu pegangan kuat menggenggam pergelangan Emma, Adam menyeringai dan langsung menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Jangan menolakku!"

Emma mengerahkan sekuat tenaganya untuk lepas dari pelukan Adam namun itu mustahil bisa dilakukan, mengingat badan Adam yang dua kali lebih besar dari Emma. "Tuan Adam, ingat perjanjian kita!"

"Bukankah aku mengiyakan perjanjian itu? Ku tuliskan lagi, aku akan melakukannya kecuali saat aku mabuk. Dan lihat aku sekarang, aku meminum langsung satu botol anggur merah. Kepalaku pusing, aku membutuhkan kehangatan istriku!"

"Tuan Adam, saya tidak terbiasa main-main. Jadi, lepaskan saya sekarang sebelum saya menghajar Tuan!"

Suara ketukan pintu terdengar, dan pelayan memanggil kedua pasangan pengantin baru itu turun kebawah untuk makan malam bersama keluarga besar. "Nona, Tuan kalian dipanggil tuan Jack untuk makan malam bersama."

"Beginikah perlakuan keluargamu padaku? Kita pengantin baru, bagaimana bisa mereka mengundang kita makan malam ke bawah. Sudah kubilang lebih baik kita ke hotel!"

"Tuan, kamu terlalu banyak protes! Jika tidak suka, kamu bisa tetap di kamar! Aku yakin, ada hal penting yang ingin pria itu sampaikan." Emma berjalan ke lemari dan segera memakai kimono tidur. Lalu berjalan mendahului Adam.

"Pria itu? Dia memanggil ayahnya dengan pria itu? Menarik!" gumam Adam kemudian berjalan keluar mengekor pada Emma.

Suasana di ruang makan begitu ramai, seluruh anggota keluarga Hartono tersenyum menyambut pengantin baru tersebut. "Tuan Adam, selamat bergabung. Maaf mengganggu malam kalian, tapi bukankah kalian harus mengisi tenaga dulu?" Jack tertawa kecil.

Anna hanya mendelik kesal, dia merasa cemburu melihat Adam datang bersama Emma. Dia masih belum bisa menerima pernikahan mereka.

"Tidak apa, aku menghargai sambutan kalian." Adam yang tadinya berwajah ceria saat di depan Emma, kini berubah menjadi pria dingin dan terkesan acuh tak acuh. Dia menarik kursi untuk Emma, kemudian membiarkan gadis itu duduk, dia sendiri duduk di tengah kursi utama di seberang Jack.

"Mari makan!" pungkas Jack, dia merasa terhina melihat kesombongan menantu dan anaknya sendiri.

"Tunggu dulu!" Emma memotong.

"Ada apa sayang?" Adam menoleh ke arah Emma.

"Aku harus memastikan sesuatu, pelayan tolong cicipi makanan Tuan Adam dan milikku!" seru Emma. Pernyataan Emma membuat semua orang membelalak, Jack yang mendengarnya sampai melepaskan kacamatanya karena tidak tahan dengan sikap Emma yang sombong.

Adam memerhatikan Emma dengan kagum. Pria itu membiarkan seorang pelayan mencicipi makanannya dan Emma terlebih dahulu. Sebelum akhirnya memakannya. Setelah makan malam selesai Emma izin pergi ke kamar lebih dulu dengan alasan lelah. Sedangkan Adam, masih harus mengobrol bersama Jack.

"Aku sebenarnya ingin mengajak Emma makan malam di luar. Tapi, sepertinya dia tidak terbiasa dengan hal itu."

"Tentu saja tuan Adam. Emma lama tinggal di desa, dia tidak mungkin terbiasa dengan acara makan malam seperti itu apalagi di restoran mewah. Alangkah baiknya, jika kamu memang ingin ditemani, aku bisa pergi menggantikan Emma." dengan percaya diri Anna menyela pembicaraan Adam dan muncul bergabung bersama ayahnya dan Adam.

Adam tertunduk kemudian tertawa kecil. "Maksudku. Terimakasih atas tawaranmu. Tapi,  aku akan menunggu sampai istriku terbiasa melakukannya."

"Tuan Adam, kamu sangat pengertian. Terimakasih telah mengajak putriku Em melakukan hal diluar kebiasaannya. Tapi mohon maklumi, dia baru saja datang dari desa sehingga dia tidak terbiasa dengan itu."

"Tentu saja, dia tanggung jawabku sekarang anda tidak perlu khawatir."

"Begini, Tuan Adam. Emma sebenarnya ingin ku sekolahkan lagi di kampus Anna dan Ben. Dia masih kurang banyak untuk menjadi seorang pemimpin Hartono Corporation Group, itu sangat mustahil. Keterampilannya dibidang bisnis begitu kurang."

"Aku sudah memintanya menyerahkan kekuasaan sementara padaku, tapi dia keras kepala dan tidak mau menyerahkannya padahal seperti yang anda ketahui bahwa itu untuk kebaikannya."

Adam tetap menatap dengan datar kedepan, dia menyibakan abu rokok sembarangan dan tidak berkomentar apapun. "Aku pribadi tidak ingin ikut campur soal keputusan istriku, dia bisa memilih apapun yang dia inginkan. Tapi, jika menurutmu itu demi kebaikannya aku akan mencoba bicara padanya."

"Terimakasih Tuan Ghazzal, aku sangat percaya padamu."

"Jika sudah, aku ingin ke kamar. Aku tidak mau ada hal lagi yang menggangguku malam ini. Aku harap anda mengerti, kami pengantin baru."

"Ah tentu saja, maafkan saya."

Adam kembali ke kamar dan melihat Emma sedang bersandar di ranjang tempat tidur besar milik mereka. "Pria itu pasti memintamu membujukku menyerahkan kekuasaan. Benar 'kan?" Emma menutup majalah yang sedang ia baca lalu menatap Adam dengan datar.

Adam duduk di kursi yang ada disamping Emma lalu menuangkan anggur merahnya ke gelas. "Kemarilah! Bukankah ada hal yang harus kamu bicarakan?"

Emma berjalan lalu mengeratkan kimono tidurnya, duduk di depan Adam. "Yah, memang."

"Katakan lebih dulu!" Adam menyerahkan segelas anggur merahnya pada Emma.

"Kamu tidak terlihat kekurangan pendidikan atau payah dalam berbisnis. Bahkan kamu membuat perjanjian sebelum menikah denganku. Kamu cukup cerdas tapi kenapa ayahmu memintamu kembali sekolah?" pungkas Adam.

Emma menenggak anggur merahnya kemudian menyeringai menatap Adam, "itukah yang dia katakan padamu? Dia sungguh berusaha keras. Aku memang tidak mendapatkan pendidikan apapun darinya, tapi aku mendapatkan hal yang layak dari kakekku."

"Maksudmu? Kakekmu menyekolahkanmu?"

"Jack tidak tahu sama sekali soal itu, aku merasa seperti sudah dipersiapkan sejak dua puluh tahun lalu untuk melakukan ini." Emma menenggak anggur merahnya lagi.

"Untuk apa?"

"Menyelidiki kasus kematian putri sulung Hartono, Lisa."

"Aku tahu masalah itu, aneh, kasus seperti  itu belum bisa terpecahkan selama dua puluh tahun." Adam menenggak minuman miliknya.

"Itu, yang kakek inginkan. Begitupula dengan pernikahan ini. Aku membutuhkan bantuanmu, aku butuh daftar keluarga yang pernah berseteru dengan Hartono. Apakah kamu bisa mendapatkannya?"

"Hanya itu, gampang untukku! Kamu ingin mencari data siapapun aku bisa melakukannya bahkan bisa lebih lengkap dibanding pengetahuan orangnya sendiri." Adam menyeringai bangga.

"Tapi, sebelum itu kamu harus membayarnya." lanjut Adam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!