“Wah, wah… masih berani sekolah juga anak ini.” Seperti biasa sapaan Rona yang mengejek menyambut kedatangan Lesha
Lesha tetap terdiam. Ia mengunggu saat-saat Rona membawanya ke belakang sekolah. Kalau dia menjawab sekarang jangan-jangan scenario hari ini akan berubah lagi. Karena itu Lesha memilih tetap diam. Dia harus berada di tempat yang sepi untuk melanjutkan rencananya. Bapak penjaga sekolah juga tetap berdiri jauh dari sana. Bercengkerama dengan tukan becak pangkalan di pinggir jalan raya. Semua sudah sesuai dengan kejadian sebelum-sebelumnya.
“Heh, tolol! Kalau disapa itu jawab!” Medi ganti menghardik Lesha.
Lesha melirik sekilas ke arah Medi. Gadis itu memiliki rambut bob pendek dengan poni rata yang menutupi sebagiana alisnya. Wajahnya tidak secantik Rona, namun memiliki daya tarik tersendiri. Seandainya ekspresinya tidak sebengis itu, mungkin Medi bisa terlihat sebagai gadis polos yang manis.
“Udah, biarin aja. Masih ngantuk kali, baru bangun tidur. Udah mandi belum lo?” suara Rona kembali mengejek Lesha.
.Lesha tak menjawab. Akhirnya Rona mengalungkan lengannya ke bahu Lesha, lantas menyeretnya menuju koridor belakang sekolah. Sesampainya di sana, semua percakapan terjadi sesuai dengan kejadian sebelumnya. Lesha membiarkan Rona menampar pipinya dan merendahkannya. Hingga akhirnya, di akhir kata-kata Rona, Lesha meliriknya dengan tatapan kebencian yang sangat intens. Keinginannya untuk melukai Rona begitu kuat, a situ na Lesha sudah tidak memiliki ketakutan apapun lagi.
Maka dengan satu gerakan cepat, Lesha menyambar salah satu pot bunga terdekat. Tanpa berpikir lagi Lesha segera menghantamkan pot bunga itu ke kepala Rona dengan kekuatan penuh. Pot bunga pecah berkeping-keping, tanah di dalamnya berhamburan mengenai wajah dan seragam Rona. Medi dan Cyntia segera berteriak panik, sementara Rona langsung limbung hingga tersungkur di lantai.
Lesha tidak berhenti sampai di situ. Memanfaatkan momen keterkejutan mereka, Lesha kembali menyambar pot bunga lainnya lantas menghantamkannya pada kepala Medi yang berada paling dekat dengannya. Medi yang tengah membungkuk hendak membantu Rona kini turut jatuh tersungkur. Cyntia kambali berteriak nyaring, dank arena begitu terkejut gadis itu segera berusaha melarikan diri.
Tapi Lesha tidak mengijinkannya kabur. Satu pot bunga lagi dia sambar lantas dilemparkannya ke arah Cyntia. Kali ini bukan kepalanya, namun bahu Cyntia yang terkena lemparan pot bunga sebesar bola basket. Lesha segera menyambar tasnya, lantas menghampiri Cyntia yang terjerembab terkena lemparan pot bunga.
“Lesha… hentikan… maaf… maafkan aku… jangan lakukan…” rintih Cyntia yang mulai menangis ketakutan.
Tapi Lesha sama sekali tidak punya rasa belaskasihan lagi terhadap mereka bertiga. Di tengah isakan tangis Cyntia itu, Lesha menghujamkan tas merah berisi batu besar dengan kekuatan penuh. Cyntia berteriak dengan suara memilukan, namun Lesha tak berhenti. Dia terus-terusan memukuli Cyntia hingga gadis itu tak bergerak lagi. Seperti kesetanan, Lesha terus memukuli tubuh Cyntia hingga tas merahnya berlumuran darah.
“Ada apa ini?!” suara menggelegar mengembalikan kesadaran Lesha.
Di hadapannya kini berkerumun orang-orang dengan wajah terkejut, yang menyaksikannya membantai tiga siswi paling populer di sekolah. Cipratan darah mengenai wajah dan seragamnya, sementara tas merahnya juga meneteskan darah segar hingga mengenai sepatu. Sepertinya teriakan Medi dan Cyntia telah megundang kedatangan mereka. Beberapa siswa dan siswi berkerumun dengan para guru berseragam cokelat yang berdiri kaget melihat pemandagan miris itu.
“Kamu! Kamu murid kelas berapa?! Apa yang kamu lakukan ini?!” teriakan Pak Guru BK membahana. Kumisnya yang tebal bergerak-gerak setiap bibirnya bicara. “Cepat panggil ambulan!” seru Guru BK itu sekali lagi.
Lesha menjatuhkan tasnya dari genggaman. a situ bedebum ganjil saat mengenai lantai. Di hadapannya kini tiga tubuh bersimbah darah terkulai tak bergerak. Mendadak kaki Lesha terasa lemas. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Lesha pun ambruk terduduk di atas lantai.
Kejadian selanjutnya terjadi begitu cepat. Lesha tidak bisa berpikir apapun setelahnya. Beberapa kejadian seperti hanya berkelebat begitu saja di depan matanya seolah semuanya tidak nyata. Tapi ajaibnya, Lesha tidak kembali mengulang hari itu. Ia tidak lagi mendapati dirinya berdiri di depan cermin kamarnya. Alih-alih, para guru pria menggriringnya ke ruang BK, lalu memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Tapi Lesha seperti kehilangan kemampuannya untuk fokus. Suara orang-orang di sekitarnya terasa begitu jauh dan sulit dicernanya.
Beberapa saat setelah ia dibawa ke ruang BK, Lesha melihat ambulan datang lalu menggotong tubuh Rona, Medi dan Cyntia dengan tandu-tandu hijau. Tak berapa lama kemudian polisi tiba, diikuti kedua orang tuanya. Isak tangis ibunya membawa kesadaran Lesha kembali ke kenyataan.
“Lesha, apa yang kamu lakukan, nak?” tanya ibunya berderai air mata.
Percikan darah masih memenuhi wajah dan seragam Lesha. Buru-buru gadis itu mengyekanya dengan tangan. Sayangnya tindakan itu justru memperburuk keadaan, karena malah membuat warna merahnya menyebar dan menguarkan bau amis memuakkan. Ayah Lesha menatap putrinya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Perpaduan kaget dan marah di saat yang sama. Ibu Lesha hanya terus-terusan menangis sambil memeluknya.
Beberapa polisi yang sudah selesai mengamati TKP kemudian mendatangi Lesha, memisahkannya dari pelukan ibunya. Borgol besi dipasang di kedua pergelangan tangan Lesha, dan iapun dibawa masuk ke dalam mobil polisi yang terparkir di halaman sekolah. Semua kejadian terjadi begitu saja. Lesha berada di ambang antara sadar dan tidak. Ia tak bisa berkata apa-apa meski semua orang tampaknya menuntut penjelasan darinya. Bahkan suara di sekitarnya seperti teredam dan sulit didengar dengan jelas.
Apakah dia sudah membunuh Rona? Kenapa waktunya tidak berulang? Sebelumnya waktunya selalu berulang apapun pilihan tindakannya. Jika ia tidak pergi ke sekolah setelah pukul 7 pagi. Lesha sudah melakukannya berkali-kali terutama pada awal-awal harinya berulang. Ada sekitar sepuluh atau sebelas kali lebih, Rona memilih bertahan di kamar hingga tubuhnya terus berulang berdiri di cermin berkali.
Selain itu, waktu juga berulang jika Rona merundungnya hingga terluka parah. Selain hantaman pot bunga tempo hari, Rona juga pernah memasukkan wajahnya ke dalam toilet mampet di WC sekolah. Rona terus menahan kepala Lesha di dalam sana hingga Lesha kehabisan napas. Setelahnya Lesha kembali mengulang hari. Atau saat Lesha melarikan diri dari kejaran Rona dan keluar dari sekolah sebelum jam pelajaran selesai. Hal itu juga memicu pengulangan hari.
Penyebab ketiga harinya berulang adalah jika Lesha mencoba bunuh diri. Segala macam cara telah dicoba oleh Lesha. Selain meminum cairan beracun, Lesha juga pernah menyayat nadinya, menusuk jantungnya, lompat dari atap sekolah, bahkan menabrakkan diri di jalan raya. Semuanya hanya berakibat pengulangan hari yang sama.
Tapi kali ini, setelah Lesha membunuh Rona, untuk pertamakalinya harinya tidak berulang. Ia bahkan tetap berada di dalam mobil polisi sekalipun mobil itu sudah keluar dari halaman sekolah. Hingga di kantor polisi, dan masuk ke dalam sel pun Rona masih menjalani waktu yang linear. Entah Rona harus bersyukur atau tidak, namun rasanya sudah lama sekali Rona tidak melewati jam 12 siang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments