''Bu, aku pulang," panggil Fania lirih diiringi suara ketukan lemah.
Tatapan mata tampak kosong ke depan. Tangannya mendekap erat jas pria yang membalut tubuhnya. Dia terpaksa mengambil benda itu karena baju yang dipakai sudah tak berbentuk lagi.
Fania mengulangi ketukannya hingga tak berapa lama terdengar suara kunci pintu diputar.
''Astaga, Fania! Kamu kenapa, Nak?'' Asih tak bisa menutupi keterkejutannya melihat penampilan putrinya yang sangat memperihatinkan.
Wajah pucat dengan rambut diikat asal, juga jas kebesaran yang melekat pada tubuhnya. Mata memerah dengan air mata yang tak berhenti berderai.
''Jas milik siapa yang kamu pakai? Di mana bajumu?"
''Ceritakan pada ibu, apa yang terjadi?" tanya Asih lagi. Tangannya terulur menangkup wajah putrinya.
Tanpa sengaja netranya melihat tanda merah keunguan pada leher juga area tubuh bagian depan yang tak bisa tertutupi oleh pakaian yang dipakai Fania. Dia segera menyibak kain tebal itu. Keterkejutan Asih semakin bertambah saat tanda itu memenuhi bagian sensitif tubuh putrinya.
''Apa yang terjadi, Fania? Siapa yang melakukan ini? Katakan pada ibu."
Namun, Fania tetap bungkam. Hanya air mata yang menjadi jawaban.
''Jawab, Fania," teriak Asih karena tak kunjung mendapat respon dari putrinya, bahkan tangannya pun mengguncang kuat tubuh mungil itu.
Sadar akan posisi mereka, wanita paruh baya itu segera mengajak putrinya masuk sebelum ada tetangga yang melihat. Dia segera mendudukkan tubuh putrinya di sofa ruang tamu.
''Sekarang katakan pada ibu, apa yang terjadi, Nak? Jawablah! Jangan diam saja, kalau begini terus bagaimana ibu akan tau."
Tak patah arang, Asih terus mendesak putrinya untuk mengaku.
''A-aku diperkosa, Bu.''
Jawaban singkat yang mampu memporak-porandakan jiwa seorang ibu. Asih mematung di tempat berusaha mencerna baik-baik pengakuan putrinya.
''Siapa yang melakukannya, Fan?" Asih tak bisa lagi membendung air matanya.
''Aku gak tau, aku gak kenal. Semua terjadi secara tiba-tiba, bahkan aku tidak ingat apa-apa." Wanita itu terisak dalam berusaha menahan getir yang dirasakan.
Asih langsung mendekap tubuh putrinya, bukan hal mudah bagi seorang gadis kehilangan mahkotanya. Sesuatu yang seharusnya dipersembahkan untuk sang suami kelak, justru harus terenggut pria tidak dikenal.
''Bagaimana mungkin melakukan hubungan terlarang tanpa mengenal? Hanya wanita murahan yang mau melakukannya." Suara bariton seorang pria paruh baya mengalihkan perhatian sepasang ibu dan anak itu. Asih menatap tidak percaya pada suaminya.
''Atau jangan-jangan memang ini pekerjaanmu, Fania," tuduh Efendi sang ayah tanpa perasaan.
Fania menggeleng kuat. "Tidak, Pak. Aku benar-benar bekerja sebagai petugas WO milik Nona Siska."
''Halah, alasan! Kau berpura-pura menangis telah kehilangan kesucianmu untuk menutupi kedokmu saja, 'kan, Fan? Ngaku kamu!"
Fania hanya bisa menggelengkan kuat menyangkal semua tuduhan itu. Lidahnya terasa kelu untuk sekedar menjelaskan semuanya.
''Sudah, Pak. Hentikan tuduhanmu! Kau sebagai ayah tidak ada rasa iba sedikitpun pada putrinya. Seharusnya, kita berterima kasih karena Fania mau mengambil alih tugas bapak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," papar Asih membela putrinya.
Efendi adalah seorang pengangguran sejak beberapa bulan lalu. Dulunya, dia bekerja sebagai buruh pabrik. Namun, karena tempatnya bekerja mengalami penurunan omset drastis, mereka melakukan pemecatan besar-besaran. Ayah Fania termasuk salah satunya.
Semenjak saat itu, Fania bekerja serabutan demi membantu perekonomian keluarga. Dia juga melupakan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hingga pada akhirnya, salah seorang teman menawarkan pekerjaan sebagai petugas Wedding Organizer yang sedang membutuhkan karyawan dalam waktu dekat.
Nasib baik berpihak padanya, meskipun hanya tamatan sekolah menengah atas. Fania diterima bekerja dengan syarat jujur, rajin dan pekerjaan keras. Siap bekerja dalam tekanan.
''Tidak usah berterima kasih untuk hasil kerja haram. Mestinya kau bersyukur karena mengetahui dari mana asal muasal uang yang didapat anak ini," kata Efendi sembari menunjuk wajah putrinya.
Sungguh hati Fania bagai mendapatkan remasan tak kasat mata mendengar semua itu. Dia segera menggenggam tangan ibunya ketika hendak melayangkan protes pada sang ayah.
''Biarkan bapak berpendapat sesuka hati, Bu. Ibu tidak perlu buang-buang tenaga untuk meladeninya. Yang penting uang yang kudapat selama ini hasil dari kerja halal bukan seperti yang bapak tuduhkan."
...----------------...
Seorang pria tersenyum sendiri saat mengingat malam panjang yang telah ia lalui bersama seorang wanita. Ada rasa puas tersendiri dalam hatinya. Anehnya, dia ingin mengulang lagi malam itu. Namun sayang, dia tidak mengenal sama sekali wanita yang bersamanya. Tidak ada jejak yang ditinggalkan meski sekedar alamat ataupun nomor telepon.
''Aneh, biasanya aku merasa bosan jika tidur dengan satu wanita. Tapi kali ini--'' Angelo tak bisa lagi melanjutkan gumamannya, justru senyum merekah setiap kali mengingat malam itu.
Bukan sekali dua kali, Angelo menghabiskan malam bersama para wanita. Dia sering melakukannya dengan para wanita bayaran. Dia adalah pemain ulung. Biasanya dia akan bosan hanya dengan satu wanita. Tidak ada satu malam pun yang ia lewatkan untuk tidak menjelajah surga dunia.
''Siapa kau? Di mana tempat tinggalmu? Apa kita akan bertemu lagi?''
''Semoga saja 'iya'. Aku sangat menantikan hari itu tiba. 'Kan kujadikan kau milikku seutuhnya karena aku yang telah merebut harta berharga milikmu."
''Sepertinya aku harus mencarimu."
Pria itu terus bermonolog diiringi hisapan cerutu di tangannya. Dia bahkan memejamkan mata kala suara merdu bibir mungil itu kembali terngiang di telinganya.
''Suaramu sangat indah, Nona Manis."
Sayang seribu sayang, khayalan indahnya harus berakhir saat salah seorang anak buahnya datang membawa informasi penting.
''Permisi, Bos. Ada kabar penting sekaligus gawat."
Angelo segera membuka mata, lalu menatap tajam pria berbaju hitam itu.
''Ada apa?" tanyanya dengan nada dingin.
Pria gempal itu segera mendekat, kemudian membisikkan sesuatu yang berhasil memantik amarah dalam diri Angelo.
''Kurang ajar! Berani-beraninya dia mencari masalah denganku," geramnya dengan mengepalkan tangan kuat hingga urat-uratnya terlihat sangat jelas.
''Apa yang harus kita lakukan, Bos?"
''Adakan rapat mendadak! Kita atur strategi untuk membalas keparat itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments