..."Cinta apa yang kamu maksud? Cinta tulus atau cinta karena terpaksa?"...
Melody duduk di bibir kasur dan sedari tadi air matanya tak sanggup untuk ia bendung. Beberapa kali ia menghapus setiap butiran air mata yang berlinang membasahi pipi, ia menangis tanpa suara dan hanya bisa menikmati segala kekecewaannya sendirian. Melody mendengar derit pintu kamar yang seperti sedang di buka secara perlahan, ia sama sekali tak ingin tahu ataupun melihat siapa yang masuk ke kamarnya.
"Ibu minta maaf, Sayang." suara ibunya terdengar seraya duduk disamping Melody.
Melody memejamkan matanya diiringi dengan air mata yang jatuh ke pipi setelah mendengar suara lembut sang Ibu yang berada di dekat telinga nya yang kini merangkul kedua bahunya. Melody kembali menghapus dengan cepat air mata itu dan pandangannya sama sekali tak melirik pada ibunya.
Sang Ibu terdengar menghela nafas berat karena Melody sama sekali tak ingin bicara padanya. "Ini permintaan kakakmu dan pernikahan ini tidak bisa ditolak. Apa kamu tidak ingin melihat kakakmu tenang di sana?" bujuk sang Ibu seraya mengelus bahunya sambil menatap Melody dengan tatapan sendu.
Seketika saja Melody langsung menatap ibunya dengan nanar. "Tapi tidak seharusnya Ibu membentakku di depan keluarganya Mas Aldi, Bu!" seru Melody sedikit lantang.
Memang saat terjadi penolakan pernikahan di ruang tamu siang tadi, Melody sempat terlibat perbincangan dengan ibunya yang awalnya ibunya menanggapi semuanya dengan sabar. Namun karena Melody yang begitu keras kepala maka ibunya pun langsung membentak Melody saat itu. Hingga membuat orang tua Aldi langsung menatapnya dingin dan untuk pertama kalinya ia menjadi pusat perhatian. Dan ia tak menyukai hal itu, apalagi bentakan sang Ibu membuatnya merasa sangat dipermalukan, sekaligus telah membuat hatinya merasa sangat sakit.
"Selain karena ini permintaan kakak, ini pasti ada sangkut pautnya dengan rasa balas budi 'kan, Bu? Ibu merasa segan dengan keluarga Mas Aldi karena kita memiliki hutang kepada mereka 'kan, Bu? Ibu dan Ayah juga merasa sungkan karena orang tua Mas Aldi sahabat Ayah 'kan? Ibarat kata aku adalah tumbal dari semua bentuk balas budi ini dan karena Ibu dan Ayah juga merasa tak punya pilihan lain karena kakak sudah tiada 'kan?" tuduh Melody dengan begitu menggebu-gebu, sementara satu tamparan keras mendarat di pipi Melody saat itu juga.
Plak!
Setelah menampar, ibunya juga menunjuk-nunjuk Melody tepat di wajahnya dengan ekspresi yang sangat begitu marah. Melody hanya bisa menangis dan terus menangis seraya menekan denyutan nyeri di pipinya akibat tamparan yang lakukan sang Ibu padanya.
"Ibu tidak pernah membayar hutang dengan yang lain kecuali dengan uang! Bahkan kakakmu benar-benar sangat mencintai Aldi dan bukan semata-mata campur tangan Ibu dan Ayahmu. Bahkan Ibu pun tidak pernah tahu kalau Aldi adalah anak dari sahabat ayahmu sekarang! Mana mungkin Ibu menjadikanmu tumbal karena Ibu merasa malu dengan hutang-hutang Ibu. Kenapa kamu berpikiran seperti itu, hah?!" bentak sang Ibu marah besar yang membuat Melody terkejut karena sebelumnya ibunya tak pernah semarah itu padanya.
Dan mungkin kemarahan ibunya sekarang adalah kemarahan pertama kalinya, kemarahan sang Ibu bukan tanpa alasan dan Melody mencoba untuk memahaminya meskipun ia harus menderita dengan cara seperti ini.
"Tapi Mas Aldi pasti akan menolak pernikahan ini juga, Bu. Jadi tidak mungkin pernikahan ini akan terjadi,” isak Melody yang merasakan dadanya semakin terasa sesak.
"Semuanya sudah sepakat bahwa pernikahan ini akan tetap terjadi terlepas dari segala penolakan apapun!" tegas ibunya bersikeras, hingga membuat tangisan Melody semakin pecah karenanya.
"Kenapa orang tua begitu egois, hah?" desis Melody dalam nada tanya.
"Ini demi kebaikan kamu! Ibu sudah tahu keluarga Aldi seperti apa dan bagaimana sopan serta baiknya Aldi. Dia lelaki yang mapan, smart, tampan, dan berkepribadian baik karena didikannya juga bagus. Kamu tidak akan pernah menemukan pria seperti itu, dan bahkan keluarga Aldi juga tidak ingin memutus ikatan kekeluargaan kami yang terjalin dengan baik, sehingga mereka juga tetap bersikeras untuk menikahkan kamu dengan Aldi sebagai pengganti kakakmu!" sentak sang Ibu yang membuat Melody hanya bisa pasrah tapi juga merasa tertekan.
Setelah itu tak ada perkataan apapun lagi yang keluar dari bibir ibunya dan hanya suara keras daun pintu yang dibanting terdengar hingga membuat Melody tersentak kaget.
Njeblug!
Melody tak percaya ibunya bisa semarah itu dan ia hanya bisa menghela nafas berat "Kakak," sebut Melody merintih memanggil kakaknya yang sudah tiada, ingin rasanya ia bercerita tentang semuanya. Dan jika saja saat itu, ia bisa menyaksikan kakaknya yang tengah sekarat mungkin ia masih bisa memiliki kesempatan untuk menolak pernikahan itu.
***
Menjelang malam seperti ini, Aldi merasa tidurnya selalu saja gelisah dari sejak sepeninggalnya Adelia, ia sering mengalami gangguan tidur karena banyak pikiran, terutama ia yang masih belum bisa merelakan kepergian Adelia dan ia masih belum bisa menerima kenyataan pahit bahwa ia harus menikah dengan adik dari orang yang sangat ia cintai.
Jujur, Aldi takkan pernah bisa membagi cintanya untuk perempuan manapun, karena rasa cintanya sepenuhnya hanya untuk Adelia bukan untuk Melody ataupun yang lainnya. Mengingat semuanya tampak begitu konyol sekaligus miris karena ia harus menikah dengan adik dari kekasihnya sendiri.
Aldi meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas, membuka aplikasi galeri dan melihat momen kebersamaannya dengan Adelia--sang kekasih yang sebentar lagi menjadi istrinya tapi semuanya harus pupus dengan begitu cepat sebelum pernikahan itu terjadi.
"Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini, Sayang? Kenapa kamu ingin aku menikah dengan adikmu? Bukankah kamu tahu, bahwa menikah denganmu adalah impianku setelah melewati banyak waktu yang jelas tidak mudah." Aldi berkata dengan air mata yang membasahi pipi, ia tersenyum kecil tatakala melihat potret Adelia yang masih sehat serta yang begitu lucu dan juga bersemangat. Melihat potret itu, jelas malah semakin membuat hatinya sakit--jauh lebih sakit dari apapun juga. "Jika aku menikah dengan adikmu, apakah kamu akan bahagia dan tenang di sana?" tanya Aldi dengan lirih, saat ia berbicara pada potret Adelia di ponsel.
Sementara di suasana Melody kini, terlihat ia sedang merebahkan dirinya di atas tempat tidur, membuka ponsel dan melihat pesan yang sempat ia kirim untuk Eric via WhatsApp yang masih saja tertunda dan bahkan akun whatsApp nya sudah seminggu ini tidak aktif. Mendadak Melody sangat begitu gelisah dan juga putus asa, apakah Eric marah padanya? Tentu saja Eric marah. Sebagai seorang pacar bagaimana dia tidak merasa patah hati jika pacarnya ternyata akan menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
"Eric, aku minta maaf. Tapi, sungguh pernikahan ini bukan kemauanku. Asal kamu tahu, bahwa aku sangat begitu mencintaimu. Hanya saja takdir berkata lain, aku tak bisa menghindarinya. Aku juga sakit sekarang dan bagaimana kabarmu? Rumahmu tampak sepi dan kamu tak pernah terlihat lagi, aku harap kamu selalu baik-baik saja." Melody berbicara disela isakannya seraya melihat potret dirinya dengan Eric yang sedang bergandengan tangan yang disertai seulas senyuman yang merekah dan tampak bahagia. "Sebenarnya kamu pergi kemana? Dimanapun kamu berada aku akan selalu mendoakanmu." desis Melody yang langsung memeluk potret Eric di ponselnya.
Sungguh ia sangat begitu merindukan kehadiran Eric saat ini. Rasanya ia ingin memeluknya lagi seperti dulu, ingin menghabiskan waktu berdua diiringi tawa. Namun, sekarang semua itu hanyalah tinggal kenangan yang tak mungkin bisa diulangi kembali seperti masa yang lalu.
Melody kembali menangis, hatinya sakit. Minggu-minggu ini adalah minggu yang paling berat untuk ia lalui. Sang kakak yang telah meninggal, serta harus terpaksa menikah dengan calon kakak ipar, dan harus rela ditinggalkan oleh sang pacar yang paling ia sayangi. Bagaimana bisa ia setegar itu untuk menghadapi waktu yang kian pelik untuk dilalui.
Tiba-tiba saja ponsel miliknya berdering terdengar, pertanda ada sebuah ada panggilan masuk. Mata Melody mengerjap setelah melihat nama dari nomor ponsel yang tertera di layar.
Ada apa malam-malam seperti ini Aldi menghubunginya? Bukan sebuah keheranan mengapa Aldi memiliki nomor ponselnya, ia pasti mendapatkannya dari grup chat keluarga. Dengan menggigit bibir bawah ragu, Melody berpikir sejenak apakah ia harus mengangkat telepon itu? Setelah berpikir sesaat, akhirnya ia pun memutuskan untuk menggeser keatas simbol berwarna hijau itu lalu menempelkan ponselnya di telinganya.
"Halo?" sambut Melody dengan kening alis bertaut di tengah.
"Halo, Melody?" balasnya di seberang sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments