Episode 2

... "Cinta itu banyak bentuknya dan cinta bisa membuat siapapun yang merasakannya melayang, sakit, ataupun patah."...

Setelah mengingat momen itu, Melody pun langsung tersipu. Momen yang begitu romantis dengan hal yang menurutnya terbilang cukup sederhana dan juga unik, mengingat Eric setidaknya ia bisa melupakan segala masalah yang ada dalam hidupnya saat ini.

Seketika saja senyuman Melody langsung tenggelam dengan begitu mudah ketika kesedihannya kembali melanda. Lima bulan belakangan ini, Melody harus bisa berlapang dada menerima segala keadaan ketika hidupnya berubah 180 derajat.

Dulu ayahnya adalah seorang Direktur Utama di salah satu perusahaan besar di kota Jakarta. Namun segalanya berubah ketika ayahnya jatuh bangkrut setelah ayahnya kalah tender dalam salah satu proyek besar. Dan karena hal itu tentu banyak kerugian besar yang harus ditanggung ayahnya. Ayahnya tidak bisa lagi memberi upah pada setiap karyawan di perusahaannya dan manajemen keuangan pun kini berubah berantakan.

Sementara kini ibunya hanya bisa membantu memulihkan kondisi keuangan keluarga dengan cara membuka usaha kecil-kecilan sebagai pemilik catering hajatan, sementara sang ayah kini menjadi salah satu karyawan di perusahaan besar dengan gaji yang tidak seberapa. Belum lagi beban keluarga masih terasa pelik, apalagi setelah mengetahui sebuah fakta yang sangat begitu menohok bahwa Adelia sang kakak perempuannya telah divonis dokter mengidap penyakit kanker lidah. Mengetahui hal tersebut tentu saja menjadi duka yang teramat menyedihkan, bagaimana sosok Adelia yang begitu ceria kini harus tenggelam setelah ia mengetahui kondisinya sekarang.

Tok ... tok ... tok ... tok ...

Suara pintu kamar Melody di ketuk dalam tempo cepat dan terkesan terburu-buru, dan tak seperti biasanya. Melody yang masih larut dalam lamunannya seketika saja langsung terkesiap dan ia pun segera bangkit dari kursi untuk membuka pintu kamarnya.

Ceklek …

Baru saja pintu dibuka sang Ibu tiba-tiba saja langsung berhambur memeluk tubuh Melody dengan kuat seraya menangis dan menjerit-jerit histeris. Mendengar dan melihat hal itu tentu saja membuat Melody langsung panik.

"Melody, Melody." sebut Ibunya yang terlihat panik bercampur isak tangis histeris.

"Ibu kenapa dan ada apa, Bu?" tanya Melody seraya melepas pelukan ibunya dengan menatapnya dengan tatapan khawatir dan bercampur panik.

Sang Ibu malah menggeleng kuat seraya menangis tiada henti, sementara Melody masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Alih-alih menjawab pertanyaannya, sang Ibu malah sesegukan.

"Please, Bu sebenarnya ada apa?" tanya Melody tak sabaran karena ia sama sekali tak menemukan jawaban apa pun dari ibunya.

"Kakakmu, kakakmu." ucap sang Ibu disela isak tangisnya yang semakin merebak.

"Iya, Kak Adel kenapa?" tanya Melody mencoba untuk tenang.

"Adel, Adel ... meninggal," jawab sang ibu akhirnya, lalu ia pun langsung menangis histeris lagi dan berhambur memeluk Melody dengan begitu kuat.

Melody tertegun, jujur ia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar. Sampai akhirnya ia mengerti apa yang baru saja dikatakan ibunya. Melody tak bisa berkata apapun karena mendadak lidahnya terasa kelu dan tenggorokannya seperti tercekat, seakan ia sangat begitu kaget dan bercampur sedih yang kini berbaur menjadi satu. Melody mematung dan hanya air matanya lah yang dapat mendeskripsikan bagaimana kondisi hatinya sekarang setelah ia mengetahui bahwa kakaknya sudah tiada.

"A-apa?" akhirnya hanya kata itu lah yang bisa keluar dari bibir Melody dan itu pun sambil bergetar karena ia mencoba menahan isakan."I-ini pasti bohong 'kan, Bu?" lanjutnya seraya menggeleng samar. Ia belum bisa menerima apa yang telah terjadi pada kakaknya.

"Ibu sama sekali tidak sedang membohongimu, Nak." bisik Ibunya disela isak tangisnya yang semakin dalam.

"A ... Kakak!" akhirnya Melody berteriak histeris sambil menangis dengan begitu menyayat hati, sementara sang Ibu masih memeluk putrinya dengan air mata yang semakin mengalir deras tanpa henti. "Ini tidak mungkin terjadi, tidak mungkin!" jerit Melody hingga tubuhnya luruh ke lantai, begitupun dengan Ibunya. "Kak Adel, Kak Adel." sebut Melody lemah disela isakan yang lolos dari bibirnya dengan suara yang mulai parau.

Kabar duka itu seperti layaknya petir disiang bolong dan Melody sama sekali tak bisa berpikir jernih sekarang karena ia tak kuasa menahan tangis yang begitu dahsyat membuat dadanya terasa sangat begitu sesak. Ia meronta-ronta layaknya bayi yang sedang kesakitan. Kakak satu-satunya yang dimiliki Melody kini telah menyerah dengan penyakit yang selama ini telah menggerogotinya.

Bendera kuning kini sudah tersemat di depan rumah, sementara pelayat datang silih berganti setelah Melody dan keluarganya baru saja pulang dari pemakaman.

Setelah masuk ke dalam rumah dengan matanya yang bengkak, Melody pun duduk di salah satu kursi dengan tatapan kosongnya sementara air matanya masih saja berlinang. Tiba-tiba Eric datang lalu duduk disamping Melody, bahkan ia pun sama sekali tak menyadari kehadiran pacarnya itu. Eric merangkul bahu Melody dengan lembut setidaknya sentuhan kecil itu bisa menenangkan suasana hati Melody saat ini yang sedang terpuruk.

"Aku tahu ini sulit bagimu," desis Eric seraya mengusap-ngusap bahu Melody dengan konstan.

Mendengar suara Eric tentu saja membuat hati Melody semakin bersedih dan ia membutuhkan sebuah sandaran namun ia tak berani untuk bersandar dibahu Eric.

Melody menatap wajah Eric dengan seksama sambil berlinangan air mata, bibirnya bergetar seperti ingin membicarakan sesuatu. Namun sulit untuk diucapkan, rasanya lidahnya amat kelu. Pada akhirnya Melody tak bisa mengontrol dirinya hingga ia pun langsung berhambur memeluk Eric dengan begitu kuat sambil menangis sesegukan di pelukannya.

"Sayang, hei. Kamu tidak boleh seperti ini, kamu harus bisa mengendalikan dirimu. Kakakmu pasti akan bersedih jika kamu ikut bersedih seperti ini," bisik Eric mencoba menghibur Melody seraya membalas pelukan itu.

"Aku tidak sanggup jika harus menerima kenyataan pahit seperti ini, lebih baik aku ikut kakakku saja." Melody berkata sambil sesegukan dan juga semakin bersimbah oleh air mata.

Setelah mendengar apa yang baru saja di lontarkan oleh Melody seketika saja Eric pun langsung melepas pelukannya dengan lembut, lalu ia menatap mata Melody lamat-lamat. Ia mencoba untuk menelisik hati Melody yang terlihat begitu terluka.

"Jangan bicara sembarangan, Melody. Apa kamu tahu kenapa Tuhan mengambil kakakmu? Semua itu karena Tuhan sayang pada kakakmu. Tuhan tidak ingin kakakmu tersiksa dengan penyakitnya, Tuhan lebih sayang pada kakakmu, jadi seharusnya kamu doakan dia agar dia bahagia di atas sana." ujar Eric mencoba untuk menenangkan Melody yang kini terlihat sudah kehilangan arah.

"T-tapi kenapa harus secepat ini, kenapa Tuhan memberikan penyakit seberat itu pada Kak Adel, kenapa?" lirih Melody di sela isakan tangisnya.

"Melody, semua orang yang hidup di muka bumi ini memiliki ujian yang berbeda, nikmat kita di dunia ini dibagi-bagi. Semua orang tidak memiliki kehidupan yang sempurna, pasti ada saja lika-liku kehidupan dan kita harus berlapang dada untuk menerimanya." kata Eric seraya menangkup kedua pipi Melody dan membiarkan air mata itu jatuh mengenai tangannya. Lalu pada detik itu, Eric pun menghapus air mata Melody yang baru saja berlinang kembali, lalu ia pun merekahkan senyuman ke arahnya.

"Eric," panggil Melody dengan suara paraunya.

"Hm?" sahut Eric lembut.

Melody terdiam sesaat, seraya menggenggam tangan Eric yang masih berada di pipinya. "Aku minta maaf." ucap Melody akhirnya dengan sangat berat hati harus berkata.

"Maaf? Maaf untuk apa?" tanya Eric seraya mengangkat satu alisnya tebalnya.

"Maaf karena mungkin aku akan mengecewakanmu." ucap Melody yang malah semakin banjir oleh air mata.

Kening alis Eric seketika langsung bertaut bingung, ia sama sekali tak mengerti dengan apa yang baru saja Melody katakan. Sampai akhirnya Eric malah tertawa kecil karena menganggap bahwa Melody pasti sedang bergurau.

"Kamu ini bicara apa, sih?" Eric hanya bisa geleng-geleng kepala seraya tersenyum, sementara Melody malah semakin terisak.

"Eric kenapa semua ini harus terjadi, aku tak ingin berpisah denganmu. Kamu pria yang sangat baik dan tampan, takkan ada seorang pria manapun yang bisa menggantikan posisimu di dalam hidupku." kata Melody seraya sesegukan, hingga membuat Eric semakin kebingungan.

Eric mencoba memahami semuanya dari tatapan Melody ketika ia sedang menatapnya, namun sepertinya tak ada tanda kebohongan dari setiap ucapannya. Dan hal itu telah membuat perasaan Eric kali ini mulai merasa tak tenang.

"Maksudmu apa, Melody?" tanya Eric serupa lirihan seraya menggenggam kuat kedua tangan Melody seakan ia tak ingin kehilangan Melody sedikitpun.

Tangisan Melody semakin pecah saat itu juga seakan ia tak sanggup untuk berkata jujur pada Eric, tangisannya terdengar menyayat hati karena semuanya terasa sangat begitu sulit dan akhirnya Melody hanya bisa memeluk Eric sekali lagi namun kali ini pelukan itu sangat begitu kuat dan erat, seakan mengisyaratkan bahwa mereka akan berpisah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!