Biyanca, Serahkan Cintamu!
Sore itu, hujan turun dengan sangat deras secara rata mengguyur sebuah tempat dipinggiran kota. Seorang gadis cantik berlarian di tengah hujan dan terpaksa meninggalkan pekerjaannya untuk segera pulang setelah mendengar kabar bahwa ibunya meninggal.
Kabar duka itu datang begitu tiba-tiba dan membuat Biyanca shock berat saat ia tahu bahwa ibunya wafat akibat penyakit kanker yang dideritanya selama ini. Iapun berhenti bekerja dan pulang secepatnya ke rumah untuk menghadiri pemakanan ibu angkat yang amat sangat menyayanginya.
Berat bagi Biyanca kehilangan sosok ibu yang begitu baik padanya, tapi ini sudah takdir dan gadis itu harus menerima takdir menyedihkan ini. Suasana semakin sedih setelah Biyanca tiba, jasad sang ibu sudah siap untuk dikebumikan. Gadis itu menangis histeris dan para tetangga membantu menenangkannya.
“Tidak Ibu! Jangan pergi seperti ini! Ini Yanca Bu, Yanca sudah punya uang untuk beli obat. Jangan pergi Bu … jangan tinggalkan Yanca sendiri.” Biyanca terus menangis dan menangis tersedu-sedu di samping jasad ibunya dan membuat hati siapa saja yang melihat ataupun mendengar tangisan Biyanca menjadi teriris-iris hatinya.
Namun apa daya, mereka yang masih hidup hanya menunggu giliran tiba. Mau tidak mau Biyanca harus kuat menghadapi cobaan ini.
Belum juga kering air mata Biyanca karena kematian ibu angkatnya yang baru saja dikebumikan, ayah angkatnya memberikan kabar mengejutkan. Yaitu, menjual Biyanca pada pria hidung belang demi melunasi hutang-hutang ayahnya.
“Apa yang barusan Ayah katakan? Aku dijual?” pekik Biyanca shock, matanya seolah melompat ingin keluar saking terkejutnya.
Tubuh gadis itu lemah lunglai dihadapan pria paruh baya yang tega menjual dirinya kepada pria hidung belang tanpa izin darinya pula. Tepat di hari kematian ibunya. Benar-benar kabar yang amat sangat mengejutkan Biyanca. Runtuh seketika semangat hidupnya.
“Tidak ada jalan lain Yanca, mengertilah! Kita sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan ibumu. Pada akhirnya, dia tetap meninggal juga.” Ayah angkat Biyanca memasang wajah sedih padahal dalam hatinya ia bersorak sorai senang karena beban hidupnya telah tiada dan ia bisa melakukan apa saja termasuk menjual Biyanca untuk mendapatkan sejumlah uang.
“Kenapa Ayah begitu tega padaku? Kurang apa aku? Pengobatan Ibu sama sekali tidak menggunakan uang Ayah, itu pakai uang hasil keringatku, kerja kerasku setiap hari. Uang yang Ayah pinjam itu untuk kepentingan Ayah sendiri yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Kenapa harus aku yang Ayah korbankan buat melunasi hutang-hutang Ayah?” pekik Biyanca sambil berlinang air mata.
Hancur sudah hidupnya saat ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya bila ada di tangan para pria hidung belang itu.
Dengan mata kepalanya sendiri, Biyanca melihat setiap hari ayah angkatnya ini pergi berjudi dan jarang pulang ke rumah apalagi disaat istrinya sedang sakit. Entah apa yang ada dipikiran ayah angkatnya itu. Hidupnya berubah drastis setelah ia menjadi korban PHK sepihak dari pabrik yang ada di dekat lingkungan tempat tinggal mereka.
Sejak saat itu pula ibu Biyanca sakit dan sebagai anak angkat yang berbakti pada kedua orangtua angkatnya, Biyanca memutuskan bekerja dan memendam cita-citanya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi demi fokus pada kesembuhan ibunya.
Diamnya Biyanca selama ini bukan berarti dia tidak tahu apa yang ayah angkatnya lakukan dibelakangnya dan dibelakang ibunya. Namun, bila sekarang dirinya dijual, bukankah itu sangat tidak adil untuknya sekalipun di dunia fana ini memang penuh dengan ketidakadilan.
“Kau diam saja! Aku sudah membesarkanmu sejak usiamu 12 tahun. Jika waktu itu aku tidak memungutmu di pinggir sungai, entah jadi apa kau hari ini. Kau bisa makan, tidur nyenyak dan bahkan bisa sekolah. Itu semua aku yang bayar! Sudah sepantasnya kau membalas budi akan kebaikanku. Jika saja kami tidak memungutmu, mungkin istriku tidak mati hari ini!” teriak ayah angkat Biyanca jadi menyalahkan gadis itu atas kematian istrinya.
Padahal aslinya ibu angkat Biyanca tidak kuat melihat sikap temperamen suaminya dan kebiasaan pria paruh baya itu yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Bahkan pria itu pernah membayar wanita malam untuk kesenangan dirinya sendiri.
Biyanca terdiam dan sebagai anak, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa untuk menentang keinginan ayah angkatnya untuk menjadikan dirinya sebagai barang dagangan yang harus dijual demi mendapatkan uang. Untuk melunasi hutang, ayah angkat Biyanca sengaja menjajakan putrinya pada pria hidung belang yang bersedia membelinya dengan harga fantastis. Hal itu karena Biyanca punya nilai jual tinggi, ia memiliki paras amat sangat cantik bagai bidadari. Dan memang banyak sekali pria menginginkan Biyanca sebagai pemuas nafsuu mereka.
Tak disangka, yang ingin membeli tubuh dan kecantikan Biyanca ada lebih dari satu orang dan mereka semua adalah orang-orang kaya yang suka menghambur-hamburkan uang. Tidak ingin membuang kesempatan emas ini, ayah angkat Biyanca memutuskan untuk mengadakan pelelangan. Siapa yang menang, dialah yang berhak menikahi Biyanca.
“Apa kau sudah gila? Kau mau melelang putri angkatmu, heh?” tanya salah satu sahabat ayah angkat Biyanca saat mengutarakan niatnya.
“Kapan lagi aku bisa punya banyak uang. Yanca memiliki paras yang cantik rupawan dan jadi dambaan semua pria. Ini kesempatan emas Bro … kau bantu aku untuk mengatur acara pelelangannya. Aku akan mengurus Yanca dan yang lainnya.”
Denu, itulah nama panggilan ayah angkat Biyanca tampak sangat antusias mengadakan sebuah pelelangan besar. Ia bahkan menyewa jasa pelelangan untuk melancarkan niatnya. Sayangnya, bukan barang yang akan ia lelangkan, melainkan putri angkatnya sendiri, yaitu Biyanca.
***
“Bersiaplah, besok kau akan dilelang,” ujar ayah Biyanca begitu ia pulang dari rumah temannya.
Biyanca yang sedang bersedih hanya diam tak menggubris ucapan ayahnya. meski tahu kalau dirinya akan dijual, gadis itu tetap melaksanakan tugasnya sebagai anak dengan baik. Salah satunya adalah menyiapkan makanan untuk ayah angkatnya karena kini mereka hanya tinggal berdua.
“Aku sudah menyiapkan acara pelelangannya dengan sempurna. Kau hanya tinggal berhias secantik mungkin dan berdiri di depan panggung yang sudah disiapkan untuk ditawar oleh para lelaki hidung belang. Semakin cepat acaranya, semakin bagus. Kau juga tak perlu bekerja lagi setelah jadi milik konglomerat,” ujar Denu sambil menghisap rokok dan menghitung papan nomer lelang yang sudah disediakan panitia lelang tanpa merasa belas kasih sama sekali terhadap Biyanca.
Setelah menyiapkan makanan, Biyanca masuk ke dalam kamar. Disitulah tangis gadis cantik itu mulai pecah. Ia tak pernah menyangka hidupnya bakal berakhir seperti ini. Ia teringat akan kata-kata ibu angkatnya sebelum meninggal, bahwa Biyanca kehilangan ingatannya akibat luka di kepala. Artinya, jika Biyanca ingin keluar dari takdir menyakitkan dan menyedihkan ini, ia harus tahu siapakah identitas asli Biyanca. Nama Biyanca juga ada di kalung yang ia pakai sampai sekarang. Selebihnya, gadis itu tidak tahu apa-apa.
“Siapa aku sebenarnya? Kenapa aku tidak ingat apa-apa?” isaknya terus menangis memikirkan nasib hidupnya setelah ini.
***
Biyanca keluar dari kamar dan mencoba bicara pada ayahnya untuk mengubah keputusannya melelang Biyanca. Namun, sip ria paruh baya itu tidak memedulikan rengekan putri angkatnya dan malah sibuk sendiri.
Mata Denu berbinar-binar senang ketika papan kecil itu berjumlah sekitar 100 papan. Ia sudah bisa membayangkan betapa banyaknya uang yang akan ia dapatkan dari hasil melelang putri angkatnya sendiri. Sungguh manusia yang tidak punya hati.
“Ayah, aku bisa bekerja mencari uang sebanyak mungkin untuk melunasi hutang Ayah. Tapi jangan lakukan ini padaku? Apa bedanya aku dengan wanita malam diluar sana jika kau melelangku pada pria hidung belang yang mungkin saja mereka sudah punya keluarga? Aku tidak mau jadi perusak rumah tangga orang Ayah, tolonglah,” pinta Biyanca berharap ayahnya masih mau berbelas kasih padanya.
Gadis itu memang sudah tidak punya siapa-siapa sekarang. Biyanca juga lupa bagaimana bisa ia diasuh oleh keluarga angkatnya ini yang ternyata semakin membawa kesengsaraan dalam hidupnya. Ia hanya ingat kalau namanya adalah Biyanca, tapi tak tahu nama belakangnya siapa. Hanya ibu angkatnya saja yang benar-benar menyayangi Biyanca seperti ibunya sendiri. Sayangnya, wanita berhati lembut itu telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Air mata Biyanca tak berarti apa-apa bagi Denu. Mungkin karena Denu bukan ayah kandung Biyanca, makanya ia tega-tega saja menjual putri angkatnya dengan cara keji seperti ini.
“Kau mau bekerja seumur hidupmupun takkan pernah bisa melunasi hutang-hutangku. Kau tahu berapa hutang yang kupunya sekarang? 500 juta lebih belum bunganya. Berapa gajimu sebulan, ha? Cuma 1 juta? Karena kau hanya tamatan SMA. Sampai kau tua, takkan bisa melunasinya? Hanya ini cara paling praktis untuk mendapatkan uang secara cepat. Lagipula, yang membelimu orang kaya. Kau akan hidup enak tanpa perlu susah payah bekerja untuk makan. Aku juga takkan membiarkanmu ditelantarkan. Kau akan kunikahkan dengan orang yang memenangkan pelelangan ini. Kita sama-sama diuntungkan! Mau jadi istri kedua ketiga atau yang keberapa, terserah mereka. Yang penting kau tidak perlu susah lagi,” cetus Denu dan langsung pergi meninggalkan Biyanca.
Lagi-lagi Biyanca menangis tak berdaya. Ingin rasanya ia pergi dari sini tapi ia tidak tahu harus pergi ke mana? Sepanjang hidupnya hanya tempat ini yang Biyanca tahu. Ia tak pernah keluar dari lingkungan tempat tinggalnya karena di luar sana, tak menjamin keselamatan Biyanca.
“Ah 1 lagi yang harus kau camkan baik-baik.” Denu balik badan dan menatap wajah putus asa Biyanca. “Jangan coba-coba kabur dari sini, atau aku akan membunuhmu begitu aku mendapatkanmu! Para preman di kampung ini akan mengejarmu sampai dapat! Jadi jangan coba-coba …,” ancam Denu dan meminta rekan-rekan preman pasarnya untuk berjaga agar Biyanca tidak kabur dari rumah sementara si pria paruh baya ini menyiapkan semua hal yang diperlukan untuk hari pelelangan besok.
Jelas Biyanca tidak mau hidupnya berakhir seperti ini. Malam hari ketika semua tertidur, Biyanca mencoba menyelinap keluar melalui jendela kamar. Namun, baru juga ia membuka 1 jendela, tiba-tiba saja suara tembakan terdengar di mana-mana. Bahkan peluru tembakan yang entah darimana datangnya sempat menembus dinding kamar Biyanca sehingga gadis itu buru-buru menutup kembali jendelanya.
“Ya ampun … ada apa diluar? Siapa yang baku tembak malam-malam begini?” gumam Biyanca ketakutan, sampai tubuhnya gemetar.
BERSAMBUNG
***
...NB : Haloo ... hadir lagi novel baruku yang dulu pernah aku janjikan, yaitu novel kedua orang tua Leo. Kisah antara Byon dan Biyanca....
...Semoga suka dengan alur kisah mereka, Jangan lupa untuk like dan komentarnya, krisan juga boleh asal jangan dihujat ya wkwkwk🤭🤭...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Abinaya Albab
aku udh baca anak²nya emak bapaknya baru skg /Silent/
2024-12-28
0
Rika Joj
aku mampir kak👋
2023-04-01
1
Azzahro shofiya Ramadhani
langsung ku faforit. Thor....smangat ya....🤭mdah2an shat trus....lancar smua urusany....biar bsa up trus....🌹🌹🌹❤️❤️❤️❤️👍👍👍
2023-03-25
0