Gara-gara ada keributan diluar, Biyanca jadi bimbang. Padahal harusnya ini adalah kesempatannya untuk bisa kabur dari neraka ini, tapi peluru yang sempat nyasar di dinding kamarnya membuat tubuh Biyanca gemetar. Untung saja peluru tersebut tidak mengenainya, apa jadinya bila timah panas itu tadi tepat mengenai tubuhnya.
Biyanca sungguh tak habis pikir, kenapa ayahnya setega itu menjual dirinya pada orang-orang kaya dengan cara dilelang. Gadis itu sangat ingin melarikan diri, tapi ancaman ayahnya membuatnya takut dan terpaksa ia mengurungkan niatnya.
Belum tentu diluar sana hidup Biyanca akan jadi lebih baik karena ia tidak mengenal dunia luar dan kejahatan dimana-mana bisa saja terjadi. Seperti yang ia dengar sekarang. Suara tembakan terus saja terdengar dan entah kapan berhenti. Tidak ada pilihan lain. Biyanca merasa tak berdaya, gadis itu terpaksa menuruti keinginan ayahnya dan menerima takdir hidupnya sampai keajaiban dari Yang Maha Kuasa tiba.
Jam 3 dini hari, Biyanca masih terjaga dengan riasan wajah yang sudah disiapkan dari semalam. Gadis itu dipaksa berhias secantik mungkin agar harga pelelangan semakin tinggi. Biyanca ingin menangis, tapi air matanya sudah kering.
Ditengah-tengah rasa keputus-asaan yang begitu besar, tiba-tiba Biyanca mendengar suara seseorang menyerobot masuk melalui jendela kamarnya dan langsung meminta Biyanca agar tidak bersuara.
“Siapa kau?” tanya Biyanca dan hendak berteriak memanggil preman yang berjaga diluar rumahnya tapi tidak jadi setelah memerhatikan keadaan orang itu.
Pria asing itu memberikan kode agar Biyanca tidak buka suara karena ia tidak punya niat jahat pada Biyanca. “Maaf aku lancang Nona, tapi izinkan aku ada di sini sampai penjahat yang mengejarku pergi, aku mohon,” ujarnya sambil menahan sakit diperut bagian samping.
Awalnya, Biyanca takut melihat pria itu mengeluarkan banyak darah. Tapi entah kenapa Biyanca mau menuruti permintaan pria asing berwajah bule yang menyelinap keruangannya tanpa izin. Karena iba, Biyanca malah membantu pria itu dan mengobati lukanya.
“Duduklah di sini!” pinta Biyanca dengan sangat hati-hati dan penuh waspada.
Mata Biyanca dan pria bule tersebut saling bertatapan. Gadis itu melihat ada luka di bagian pinggang sebelah kiri dan itu adalah luka tembak.
Pria asing itu agak bingung, ia sempat terpana melihat kecantikan Biyanca seolah mengingatkannya pada seseorang yang sangat ia kenal. Namun, karena situasi diluar sangat genting dan ia sedang terluka, pria asing tersebut tak memikirkan hal lain selain keselamatannya sendiri. Sambil merintih kesakitan, ia duduk di kursi yang diminta sang pemilik kamar.
Mata Biyanca terbelalak menyaksikan luka sang pria bule, tapi ia tampak tenang. Dengan cepat, gadis itu berlari mengambil pisau kecil di meja kamarnya dan alkohol serta sebotol bir milik ayahnya yang ia sembunyikan di bawah kasur beberapa waktu lalu.
Tanpa suara, Biyanca menyiram pisaunya dengan alkohol agar lebih steril lalu menyiramkan sedikit bir diluka sang pria asing sampai membuat sang pria meringis kesakitan. Pria tersebut mencengkeram kuat lengan Biyanca yang sedang berusaha mengobati lukanya dengan cara tak biasa tapi berhasil. Pria bule itu heran kenapa lukanya malah disiram dengan bir, ternyata untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan sekarang. Ide yang brilian untuk keadaan darurat.
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya pria asing itu sambil menatap tajam pada Biyanca.
“Kau darimana?” Biyanca balik bertanya sambal terus focus pada apa yang ia lakukan.
“Jerman,” jawab pria itu masih terus menatap wajah cantik Biyanca.
“Aku tidak pernah pergi kemanapun. Keluar kampong penuh preman ini saja tidak pernah,” jawab Biyanca dan pria bule itu terdiam. “Tahanlah sebentar. Aku akan mengambil peluru agar tak membahayakan nyawamu,” ujarnya ikut meringis karena lengannya dicengkeram kuat oleh sang bule kuat-kuat saat ujung pisau yang Biyanca pegang ia tancapkan di pinggang pria bule tersebut.
Dengan hati-hati dan penuh konsentrasi, peluru yang bersarang di pinggang sang pria asing bisa diambil Biyanca. Untung peluru itu tidak tembus masuk terlalu dalam sehingga dengan mudah, Biyanca bisa mengeluarkannya walau sebenarnya ngeri juag mengambil peluru dadakan begini apalagi menggunakan alat seadanya.
Sang pria menahan sakit yang amat sangat saat Biyanca, gadis yang tidak dikenalnya membantu mengeluarkan timah panas yang mengenai pinggangnya. Ia salut pada gadis yang duduk dihadapannya dan berhasil mengeluarkan pelurunya. Mata si pria asing bahkan tidak berkedip saat melihat Biyanca. Wajahnya yang cantik membuat rasa sakit yang diderita si pria seolah hilang.
“Apakah … kau adalah Bii-ku?” gumam pria asing itu.
“Siapa Bii? Di sini aku dipanggil Yanca. Mungkin kau salah mengenali orang,” ujar Biyanca tanpa menoleh pada pria yang dibantunya.
Tangan Biyanca begitu cekatan, ia membalut luka si pria asing dengan perban agar darahnya berhenti keluar. Gadis yang hanya lulusan SMA itu berhasil menyelamatkan nyawa si pria asing dengan peralatan seadanya.
“Terimakasih,” ujar pria itu setelah Biyanca selesai memberikan pertolongan pertama untuknya.
“Kau harus membantuku, jika ingin berterimakasih padaku!” cetus Biyanca to the poin.
Pria asing itu terdiam dan ia baru sadar kalau kamar Biyanca sudah dihias layaknya kamar seorang pengantin. Dan riasan gadis penyelamatnya, mirip seperti wanita yang akan menikah sebentar lagi.
“Kau akan menikah?” tanyanya agak sedikit kecewa. “Maaf … tidak seharusnya aku masuk ke dalam kamar pengantin, aku akan pergi sebelum calon suamimu tahu, permisi!” pria asing itu hendak pergi tapi dicegah oleh Biyanca.
“Aku akan dilelang! Tolong bawa aku pergi dari sini, Tuan! Aku mohon,” pinta Biyanca sambil berkaca-kaca. Ia merasa bahwa pria asing yang baru saja ditolongnya ini adalah dewa penyelamatnya dari petaka yang akan menimpanya.
Pria asing itupun berhenti melangkah dan balik badan menatap wajah sedih Biyanca. “Ee … Nona, bukannya aku tidak mau menolongmu, tapi situasiku saat ini sulit. Aku harus mencari kekasihku dan membawanya kembali ke Jerman,” ujarnya.
“Ayah angkatku akan melelangku ke banyak pria hidung belang diluar sana. Aku akan dijual dan dijadikan budak nafsu mereka. Tolonglah Tuan, tolong bantu aku kabur dari sini. Diluar rumah ini ada banyak preman yang berjaga. Aku tidak bisa melawannya. Hanya kaulah yang bisa menolongku sekarang. Aku tidak akan merepotkanmu, begitu keluar dari sini aku akan mencari kehidupanku sendiri.” Biyanca mengatupkan kedua tangannya memohon pada si pria asing agar mau membantunya.
Tentu saja si pria asing tersebut tertegun antara bingung dan juga iba. Namun, ia sendiri juga sedang dalam masalah besar dan jelas akan jadi masalah bila ia ikut campur urusan Biyanca. Belum juga si pria buka suara. Preman yang tadi disebutkan Biyanca menggedor pintu untuk minta segera dibukakan.
“Yanca! Buka pintunya! Kau bicara dengan siapa?” teriak salah satu preman dan seketika membuat wajah Biyanca langsung pucat pasi.
“Tuan, tolonglah, bawa aku kabur dari sini! Ayo cepat!” pinta Biyanca dalam keadaan panik.
“Tidak Nona, maaf … aku tidak bisa menolongmu.” Ternyata pria asing itu menolak membantu Biyanca.
“A-apa?” gadis itu sangat terkejut.
“Aku adalah orang yang berbahaya. Kehidupanmu di sini akan jauh lebih baik dibandingkan diluar sana. Kau bisa tinggal dengan orang kaya dan hanya melayani mereka di atas ranjang saja. Dunia luar sana sangat kejam Nona. Lebih baik kau tetap di sini! Permisi.” Pria asing itupun langsung pergi melompat keluar dari jendela dan meninggalkan Biyanca yang langsung tertegun tak percaya pada apa yang dikatakan pria asing barusan.
Biyanca semakin shock. Ia meminta sang pria untuk membawanya kabur dari sini, tapi pria itu menolak permintaannya mentah-mentah. Akhirnya, pria itu pergi sendiri dengan meninggalkan kekecewaan yang begitu dalam di hati Biyanca karena pria asing yang ditolongnya malah tidak mau berbalik menolongnya.
“Kau benar Tuan, dunia diluar sana memang kejam dan kau baru saja membuktikannya padaku,” gumam Biyanca sambil berlinang air mata, tubuhnya jatuh lunglai di lantai. Gadis itu menangis pilu tepat saat para preman berhasil mendobrak pintu kamar Biyanca.
Semua preman-preman itu langsung berpencar menjelajahi seisi ruangan tanpa peduli pada Biyanca yang sedang menangis sedih. Preman pasar itu mondar-mandir ke sana kemari tapi yang mereka cari-cari sudah tidak ada lagi di sini.
“Yanca, darah siapa ini?” tanya salah satu preman langsung curiga ada yang ganjal di sini. “Kenapa ada banyak sekali bercak darah di mana-mana? Kau minum bir?” pekiknya marah. Preman itu juga menemukan sebotol bir yang tadi digunakan Biyanca untuk membantu si pria bule yang tak tahu berterimakasih.
Dengan tatapan mata kosong, Biyanca menjawab, “Itu darahku. Aku berniat bunuh diri tapi tidak jadi,” isaknya dan mulai menangis lagi. Kali ini tangisannya lebih kencang dari sebelumnya sehingga membuat preman itu mengernyitkan alis mereka.
Melihat situasi yang terjadi saat ini, wajar kalau Biyanca tampak frustasi. Para preman itupun mengira Biyanca sedang stress berat karena akan dilelang. Akhirnya, preman tersebut memutuskan memperketat penjagaan agar Biyanca tak melakukan tindakan bodoh lagi. Untungnya mereka percaya saja pada apa yang dikatakan Biyanca dan tak curiga lagi kalau habis ada orang lain di kamar ini.
Semua preman itupun pergi dan meninggalkan Biyanca menangis seorang diri di dalam kamarnya. Meratapi nasibnya yang begitu sial dan juga malang. Sebenarnya, yang diucapkan Biyanca tidak sepenuhnya bohong, ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya sendiri, tapi tidak jadi karena ia begitu marah pada pria asing yang baru saja ditolongnya tapi tidak mau berbalik menolongnya.
“Kenapa ada pria jahat seperti dia? Apa semua pria memang jahat?” gumam Biyanca marah bercampur kesal dan kecewa. Ia sudah tidak berdaya dan hanya bias pasrah. Pupus sudah harapannya untuk bebas dari kehidupan menyedihkan ini.
Sementara itu, pria asing yang tadi meninggalkan Biyanca begitu saja setelah ditolong, berhasil menyelinap keluar dari wilayah orang-orang yang mengejarnya. Napasnya tersengal-sengal karena ia kelelahan, apalagi ia habis mengeluarkan banyak darah akibat luka tembaknya.
“Haah sial, dia bukan Bii-ku, tapi kenapa mirip. Kalau dia adalah Bii, harusnya dia mengenaliku,” gumam pria tersebut sambal mengatur napasnya kembali.
“Di sini, kau rupanya! Kena kau!” seru seseorang dari belakang punggung sip ria bule sambil menodongkan pistol ke kepalanya. Pria asing tersebut langsung refleks mengangkat kedua tangannya.
BERSAMBUNG
***
...NB : Pasti tahu siapa pria bule ini, kan? wkwkwkwk...
...visualnya ada di instagramku, ya ... cek aja ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Abinaya Albab
bapaknya Leo /Silent/
2024-12-28
1
@shiha putri inayyah 3107
wah byon kenapa kamu tidak mau membantu byanca....
2023-03-19
0
mom's Arthan
byon, udh bener itu Bii nya km... wkwkk...
2023-03-17
0