NovelToon NovelToon

Biyanca, Serahkan Cintamu!

BAB 1 Kabar Duka

Sore itu, hujan turun dengan sangat deras secara rata mengguyur sebuah tempat dipinggiran kota. Seorang gadis cantik berlarian di tengah hujan dan terpaksa meninggalkan pekerjaannya untuk segera pulang setelah mendengar kabar bahwa ibunya meninggal.

Kabar duka itu datang begitu tiba-tiba dan membuat Biyanca shock berat saat ia tahu bahwa ibunya wafat akibat penyakit kanker yang dideritanya selama ini. Iapun berhenti bekerja dan pulang secepatnya ke rumah untuk menghadiri pemakanan ibu angkat yang amat sangat menyayanginya.

Berat bagi Biyanca kehilangan sosok ibu yang begitu baik padanya, tapi ini sudah takdir dan gadis itu harus menerima takdir menyedihkan ini. Suasana semakin sedih setelah Biyanca tiba, jasad sang ibu sudah siap untuk dikebumikan. Gadis itu menangis histeris dan para tetangga membantu menenangkannya.

“Tidak Ibu! Jangan pergi seperti ini! Ini Yanca Bu, Yanca sudah punya uang untuk beli obat. Jangan pergi Bu … jangan tinggalkan Yanca sendiri.” Biyanca terus menangis dan menangis tersedu-sedu di samping jasad ibunya dan membuat hati siapa saja yang melihat ataupun mendengar tangisan Biyanca menjadi teriris-iris hatinya.

Namun apa daya, mereka yang masih hidup hanya menunggu giliran tiba. Mau tidak mau Biyanca harus kuat menghadapi cobaan ini.

Belum juga kering air mata Biyanca karena kematian ibu angkatnya yang baru saja dikebumikan, ayah angkatnya memberikan kabar mengejutkan. Yaitu, menjual Biyanca pada pria hidung belang demi melunasi hutang-hutang ayahnya.

“Apa yang barusan Ayah katakan? Aku dijual?” pekik Biyanca shock, matanya seolah melompat ingin keluar saking terkejutnya.

Tubuh gadis itu lemah lunglai dihadapan pria paruh baya yang tega menjual dirinya kepada pria hidung belang tanpa izin darinya pula. Tepat di hari kematian ibunya. Benar-benar kabar yang amat sangat mengejutkan Biyanca. Runtuh seketika semangat hidupnya.

“Tidak ada jalan lain Yanca, mengertilah! Kita sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan ibumu. Pada akhirnya, dia tetap meninggal juga.” Ayah angkat Biyanca memasang wajah sedih padahal dalam hatinya ia bersorak sorai senang karena beban hidupnya telah tiada dan ia bisa melakukan apa saja termasuk menjual Biyanca untuk mendapatkan sejumlah uang.

“Kenapa Ayah begitu tega padaku? Kurang apa aku? Pengobatan Ibu sama sekali tidak menggunakan uang Ayah, itu pakai uang hasil keringatku, kerja kerasku setiap hari. Uang yang Ayah pinjam itu untuk kepentingan Ayah sendiri yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Kenapa harus aku yang Ayah korbankan buat melunasi hutang-hutang Ayah?” pekik Biyanca sambil berlinang air mata.

Hancur sudah hidupnya saat ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya bila ada di tangan para pria hidung belang itu.

Dengan mata kepalanya sendiri, Biyanca melihat setiap hari ayah angkatnya ini pergi berjudi dan jarang pulang ke rumah apalagi disaat istrinya sedang sakit. Entah apa yang ada dipikiran ayah angkatnya itu. Hidupnya berubah drastis setelah ia menjadi korban PHK sepihak dari pabrik yang ada di dekat lingkungan tempat tinggal mereka.

Sejak saat itu pula ibu Biyanca sakit dan sebagai anak angkat yang berbakti pada kedua orangtua angkatnya, Biyanca memutuskan bekerja dan memendam cita-citanya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi demi fokus pada kesembuhan ibunya.

Diamnya Biyanca selama ini bukan berarti dia tidak tahu apa yang ayah angkatnya lakukan dibelakangnya dan dibelakang ibunya. Namun, bila sekarang dirinya dijual, bukankah itu sangat tidak adil untuknya sekalipun di dunia fana ini memang penuh dengan ketidakadilan.

“Kau diam saja! Aku sudah membesarkanmu sejak usiamu 12 tahun. Jika waktu itu aku tidak memungutmu di pinggir sungai, entah jadi apa kau hari ini. Kau bisa makan, tidur nyenyak dan bahkan bisa sekolah. Itu semua aku yang bayar! Sudah sepantasnya kau membalas budi akan kebaikanku. Jika saja kami tidak memungutmu, mungkin istriku tidak mati hari ini!” teriak ayah angkat Biyanca jadi menyalahkan gadis itu atas kematian istrinya.

Padahal aslinya ibu angkat Biyanca tidak kuat melihat sikap temperamen suaminya dan kebiasaan pria paruh baya itu yang gemar berjudi dan mabuk-mabukan. Bahkan pria itu pernah membayar wanita malam untuk kesenangan dirinya sendiri.

Biyanca terdiam dan sebagai anak, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa untuk menentang keinginan ayah angkatnya untuk menjadikan dirinya sebagai barang dagangan yang harus dijual demi mendapatkan uang. Untuk melunasi hutang, ayah angkat Biyanca sengaja menjajakan putrinya pada pria hidung belang yang bersedia membelinya dengan harga fantastis. Hal itu karena Biyanca punya nilai jual tinggi, ia memiliki paras amat sangat cantik bagai bidadari. Dan memang banyak sekali pria menginginkan Biyanca sebagai pemuas nafsuu mereka.

Tak disangka, yang ingin membeli tubuh dan kecantikan Biyanca ada lebih dari satu orang dan mereka semua adalah orang-orang kaya yang suka menghambur-hamburkan uang. Tidak ingin membuang kesempatan emas ini, ayah angkat Biyanca memutuskan untuk mengadakan pelelangan. Siapa yang menang, dialah yang berhak menikahi Biyanca.

“Apa kau sudah gila? Kau mau melelang putri angkatmu, heh?” tanya salah satu sahabat ayah angkat Biyanca saat mengutarakan niatnya.

“Kapan lagi aku bisa punya banyak uang. Yanca memiliki paras yang cantik rupawan dan jadi dambaan semua pria. Ini kesempatan emas Bro … kau bantu aku untuk mengatur acara pelelangannya. Aku akan mengurus Yanca dan yang lainnya.”

Denu, itulah nama panggilan ayah angkat Biyanca tampak sangat antusias mengadakan sebuah pelelangan besar. Ia bahkan menyewa jasa pelelangan untuk melancarkan niatnya. Sayangnya, bukan barang yang akan ia lelangkan, melainkan putri angkatnya sendiri, yaitu Biyanca.

***

“Bersiaplah, besok kau akan dilelang,” ujar ayah Biyanca begitu ia pulang dari rumah temannya.

Biyanca yang sedang bersedih hanya diam tak menggubris ucapan ayahnya. meski tahu kalau dirinya akan dijual, gadis itu tetap melaksanakan tugasnya sebagai anak dengan baik. Salah satunya adalah menyiapkan makanan untuk ayah angkatnya karena kini mereka hanya tinggal berdua.

“Aku sudah menyiapkan acara pelelangannya dengan sempurna. Kau hanya tinggal berhias secantik mungkin dan berdiri di depan panggung yang sudah disiapkan untuk ditawar oleh para lelaki hidung belang. Semakin cepat acaranya, semakin bagus. Kau juga tak perlu bekerja lagi setelah jadi milik konglomerat,” ujar Denu sambil menghisap rokok dan menghitung papan nomer lelang yang sudah disediakan panitia lelang tanpa merasa belas kasih sama sekali terhadap Biyanca.

Setelah menyiapkan makanan, Biyanca masuk ke dalam kamar. Disitulah tangis gadis cantik itu mulai pecah. Ia tak pernah menyangka hidupnya bakal berakhir seperti ini. Ia teringat akan kata-kata ibu angkatnya sebelum meninggal, bahwa Biyanca kehilangan ingatannya akibat luka di kepala. Artinya, jika Biyanca ingin keluar dari takdir menyakitkan dan menyedihkan ini, ia harus tahu siapakah identitas asli Biyanca. Nama Biyanca juga ada di kalung yang ia pakai sampai sekarang. Selebihnya, gadis itu tidak tahu apa-apa.

“Siapa aku sebenarnya? Kenapa aku tidak ingat apa-apa?” isaknya terus menangis memikirkan nasib hidupnya setelah ini.

***

Biyanca keluar dari kamar dan mencoba bicara pada ayahnya untuk mengubah keputusannya melelang Biyanca. Namun, sip ria paruh baya itu tidak memedulikan rengekan putri angkatnya dan malah sibuk sendiri.

Mata Denu berbinar-binar senang ketika papan kecil itu berjumlah sekitar 100 papan. Ia sudah bisa membayangkan betapa banyaknya uang yang akan ia dapatkan dari hasil melelang putri angkatnya sendiri. Sungguh manusia yang tidak punya hati.

“Ayah, aku bisa bekerja mencari uang sebanyak mungkin untuk melunasi hutang Ayah. Tapi jangan lakukan ini padaku? Apa bedanya aku dengan wanita malam diluar sana jika kau melelangku pada pria hidung belang yang mungkin saja mereka sudah punya keluarga? Aku tidak mau jadi perusak rumah tangga orang Ayah, tolonglah,” pinta Biyanca berharap ayahnya masih mau berbelas kasih padanya.

Gadis itu memang sudah tidak punya siapa-siapa sekarang. Biyanca juga lupa bagaimana bisa ia diasuh oleh keluarga angkatnya ini yang ternyata semakin membawa kesengsaraan dalam hidupnya. Ia hanya ingat kalau namanya adalah Biyanca, tapi tak tahu nama belakangnya siapa. Hanya ibu angkatnya saja yang benar-benar menyayangi Biyanca seperti ibunya sendiri. Sayangnya, wanita berhati lembut itu telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Air mata Biyanca tak berarti apa-apa bagi Denu. Mungkin karena Denu bukan ayah kandung Biyanca, makanya ia tega-tega saja menjual putri angkatnya dengan cara keji seperti ini.

“Kau mau bekerja seumur hidupmupun takkan pernah bisa melunasi hutang-hutangku. Kau tahu berapa hutang yang kupunya sekarang? 500 juta lebih belum bunganya. Berapa gajimu sebulan, ha? Cuma 1 juta? Karena kau hanya tamatan SMA. Sampai kau tua, takkan bisa melunasinya? Hanya ini cara paling praktis untuk mendapatkan uang secara cepat. Lagipula, yang membelimu orang kaya. Kau akan hidup enak tanpa perlu susah payah bekerja untuk makan. Aku juga takkan membiarkanmu ditelantarkan. Kau akan kunikahkan dengan orang yang memenangkan pelelangan ini. Kita sama-sama diuntungkan! Mau jadi istri kedua ketiga atau yang keberapa, terserah mereka. Yang penting kau tidak perlu susah lagi,” cetus Denu dan langsung pergi meninggalkan Biyanca.

Lagi-lagi Biyanca menangis tak berdaya. Ingin rasanya ia pergi dari sini tapi ia tidak tahu harus pergi ke mana? Sepanjang hidupnya hanya tempat ini yang Biyanca tahu. Ia tak pernah keluar dari lingkungan tempat tinggalnya karena di luar sana, tak menjamin keselamatan Biyanca.

“Ah 1 lagi yang harus kau camkan baik-baik.” Denu balik badan dan menatap wajah putus asa Biyanca. “Jangan coba-coba kabur dari sini, atau aku akan membunuhmu begitu aku mendapatkanmu! Para preman di kampung ini akan mengejarmu sampai dapat! Jadi jangan coba-coba …,” ancam Denu dan meminta rekan-rekan preman pasarnya untuk berjaga agar Biyanca tidak kabur dari rumah sementara si pria paruh baya ini menyiapkan semua hal yang diperlukan untuk hari pelelangan besok.

Jelas Biyanca tidak mau hidupnya berakhir seperti ini. Malam hari ketika semua tertidur, Biyanca mencoba menyelinap keluar melalui jendela kamar. Namun, baru juga ia membuka 1 jendela, tiba-tiba saja suara tembakan terdengar di mana-mana. Bahkan peluru tembakan yang entah darimana datangnya sempat menembus dinding kamar Biyanca sehingga gadis itu buru-buru menutup kembali jendelanya.

“Ya ampun … ada apa diluar? Siapa yang baku tembak malam-malam begini?” gumam Biyanca ketakutan, sampai tubuhnya gemetar.

BERSAMBUNG

***

...NB : Haloo ... hadir lagi novel baruku yang dulu pernah aku janjikan, yaitu novel kedua orang tua Leo. Kisah antara Byon dan Biyanca....

...Semoga suka dengan alur kisah mereka, Jangan lupa untuk like dan komentarnya, krisan juga boleh asal jangan dihujat ya wkwkwk🤭🤭...

BAB 2 Pria Bule Tampan

Gara-gara ada keributan diluar, Biyanca jadi bimbang. Padahal harusnya ini adalah kesempatannya untuk bisa kabur dari neraka ini, tapi peluru yang sempat nyasar di dinding kamarnya membuat tubuh Biyanca gemetar. Untung saja peluru tersebut tidak mengenainya, apa jadinya bila timah panas itu tadi tepat mengenai tubuhnya.

Biyanca sungguh tak habis pikir, kenapa ayahnya setega itu menjual dirinya pada orang-orang kaya dengan cara dilelang. Gadis itu sangat ingin melarikan diri, tapi ancaman ayahnya membuatnya takut dan terpaksa ia mengurungkan niatnya.

Belum tentu diluar sana hidup Biyanca akan jadi lebih baik karena ia tidak mengenal dunia luar dan kejahatan dimana-mana bisa saja terjadi. Seperti yang ia dengar sekarang. Suara tembakan terus saja terdengar dan entah kapan berhenti. Tidak ada pilihan lain. Biyanca merasa tak berdaya, gadis itu terpaksa menuruti keinginan ayahnya dan menerima takdir hidupnya sampai keajaiban dari Yang Maha Kuasa tiba.

Jam 3 dini hari, Biyanca masih terjaga dengan riasan wajah yang sudah disiapkan dari semalam. Gadis itu dipaksa berhias secantik mungkin agar harga pelelangan semakin tinggi. Biyanca ingin menangis, tapi air matanya sudah kering.

Ditengah-tengah rasa keputus-asaan yang begitu besar, tiba-tiba Biyanca mendengar suara seseorang menyerobot masuk melalui jendela kamarnya dan langsung meminta Biyanca agar tidak bersuara.

“Siapa kau?” tanya Biyanca dan hendak berteriak memanggil preman yang berjaga diluar rumahnya tapi tidak jadi setelah memerhatikan keadaan orang itu.

Pria asing itu memberikan kode agar Biyanca tidak buka suara karena ia tidak punya niat jahat pada Biyanca. “Maaf aku lancang Nona, tapi izinkan aku ada di sini sampai penjahat yang mengejarku pergi, aku mohon,” ujarnya sambil menahan sakit diperut bagian samping.

Awalnya, Biyanca takut melihat pria itu mengeluarkan banyak darah. Tapi entah kenapa Biyanca mau menuruti permintaan pria asing berwajah bule yang menyelinap keruangannya tanpa izin. Karena iba, Biyanca malah membantu pria itu dan mengobati lukanya.

“Duduklah di sini!” pinta Biyanca dengan sangat hati-hati dan penuh waspada.

Mata Biyanca dan pria bule tersebut saling bertatapan. Gadis itu melihat ada luka di bagian pinggang sebelah kiri dan itu adalah luka tembak.

Pria asing itu agak bingung, ia sempat terpana melihat kecantikan Biyanca seolah mengingatkannya pada seseorang yang sangat ia kenal. Namun, karena situasi diluar sangat genting dan ia sedang terluka, pria asing tersebut tak memikirkan hal lain selain keselamatannya sendiri. Sambil merintih kesakitan, ia duduk di kursi yang diminta sang pemilik kamar.

Mata Biyanca terbelalak menyaksikan luka sang pria bule, tapi ia tampak tenang. Dengan cepat, gadis itu berlari mengambil pisau kecil di meja kamarnya dan alkohol serta sebotol bir milik ayahnya yang ia sembunyikan di bawah kasur beberapa waktu lalu.

Tanpa suara, Biyanca menyiram pisaunya dengan alkohol agar lebih steril lalu menyiramkan sedikit bir diluka sang pria asing sampai membuat sang pria meringis kesakitan. Pria tersebut mencengkeram kuat lengan Biyanca yang sedang berusaha mengobati lukanya dengan cara tak biasa tapi berhasil. Pria bule itu heran kenapa lukanya malah disiram dengan bir, ternyata untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan sekarang. Ide yang brilian untuk keadaan darurat.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya pria asing itu sambil menatap tajam pada Biyanca.

“Kau darimana?” Biyanca balik bertanya sambal terus focus pada apa yang ia lakukan.

“Jerman,” jawab pria itu masih terus menatap wajah cantik Biyanca.

“Aku tidak pernah pergi kemanapun. Keluar kampong penuh preman ini saja tidak pernah,” jawab Biyanca dan pria bule itu terdiam. “Tahanlah sebentar. Aku akan mengambil peluru agar tak membahayakan nyawamu,” ujarnya ikut meringis karena lengannya dicengkeram kuat oleh sang bule kuat-kuat saat ujung pisau yang Biyanca pegang ia tancapkan di pinggang pria bule tersebut.

Dengan hati-hati dan penuh konsentrasi, peluru yang bersarang di pinggang sang pria asing bisa diambil Biyanca. Untung peluru itu tidak tembus masuk terlalu dalam sehingga dengan mudah, Biyanca bisa mengeluarkannya walau sebenarnya ngeri juag mengambil peluru dadakan begini apalagi menggunakan alat seadanya.

Sang pria menahan sakit yang amat sangat saat Biyanca, gadis yang tidak dikenalnya membantu mengeluarkan timah panas yang mengenai pinggangnya. Ia salut pada gadis yang duduk dihadapannya dan berhasil mengeluarkan pelurunya. Mata si pria asing bahkan tidak berkedip saat melihat Biyanca. Wajahnya yang cantik membuat rasa sakit yang diderita si pria seolah hilang.

“Apakah … kau adalah Bii-ku?” gumam pria asing itu.

“Siapa Bii? Di sini aku dipanggil Yanca. Mungkin kau salah mengenali orang,” ujar Biyanca tanpa menoleh pada pria yang dibantunya.

Tangan Biyanca begitu cekatan, ia membalut luka si pria asing dengan perban agar darahnya berhenti keluar. Gadis yang hanya lulusan SMA itu berhasil menyelamatkan nyawa si pria asing dengan peralatan seadanya.

“Terimakasih,” ujar pria itu setelah Biyanca selesai memberikan pertolongan pertama untuknya.

“Kau harus membantuku, jika ingin berterimakasih padaku!” cetus Biyanca to the poin.

Pria asing itu terdiam dan ia baru sadar kalau kamar Biyanca sudah dihias layaknya kamar seorang pengantin. Dan riasan gadis penyelamatnya, mirip seperti wanita yang akan menikah sebentar lagi.

“Kau akan menikah?” tanyanya agak sedikit kecewa. “Maaf … tidak seharusnya aku masuk ke dalam kamar pengantin, aku akan pergi sebelum calon suamimu tahu, permisi!” pria asing itu hendak pergi tapi dicegah oleh Biyanca.

“Aku akan dilelang! Tolong bawa aku pergi dari sini, Tuan! Aku mohon,” pinta Biyanca sambil berkaca-kaca. Ia merasa bahwa pria asing yang baru saja ditolongnya ini adalah dewa penyelamatnya dari petaka yang akan menimpanya.

Pria asing itupun berhenti melangkah dan balik badan menatap wajah sedih Biyanca. “Ee … Nona, bukannya aku tidak mau menolongmu, tapi situasiku saat ini sulit. Aku harus mencari kekasihku dan membawanya kembali ke Jerman,” ujarnya.

“Ayah angkatku akan melelangku ke banyak pria hidung belang diluar sana. Aku akan dijual dan dijadikan budak nafsu mereka. Tolonglah Tuan, tolong bantu aku kabur dari sini. Diluar rumah ini ada banyak preman yang berjaga. Aku tidak bisa melawannya. Hanya kaulah yang bisa menolongku sekarang. Aku tidak akan merepotkanmu, begitu keluar dari sini aku akan mencari kehidupanku sendiri.” Biyanca mengatupkan kedua tangannya memohon pada si pria asing agar mau membantunya.

Tentu saja si pria asing tersebut tertegun antara bingung dan juga iba. Namun, ia sendiri juga sedang dalam masalah besar dan jelas akan jadi masalah bila ia ikut campur urusan Biyanca. Belum juga si pria buka suara. Preman yang tadi disebutkan Biyanca menggedor pintu untuk minta segera dibukakan.

“Yanca! Buka pintunya! Kau bicara dengan siapa?” teriak salah satu preman dan seketika membuat wajah Biyanca langsung pucat pasi.

“Tuan, tolonglah, bawa aku kabur dari sini! Ayo cepat!” pinta Biyanca dalam keadaan panik.

“Tidak Nona, maaf … aku tidak bisa menolongmu.” Ternyata pria asing itu menolak membantu Biyanca.

“A-apa?” gadis itu sangat terkejut.

“Aku adalah orang yang berbahaya. Kehidupanmu di sini akan jauh lebih baik dibandingkan diluar sana. Kau bisa tinggal dengan orang kaya dan hanya melayani mereka di atas ranjang saja. Dunia luar sana sangat kejam Nona. Lebih baik kau tetap di sini! Permisi.” Pria asing itupun langsung pergi melompat keluar dari jendela dan meninggalkan Biyanca yang langsung tertegun tak percaya pada apa yang dikatakan pria asing barusan.

Biyanca semakin shock. Ia meminta sang pria untuk membawanya kabur dari sini, tapi pria itu menolak permintaannya mentah-mentah. Akhirnya, pria itu pergi sendiri dengan meninggalkan kekecewaan yang begitu dalam di hati Biyanca karena pria asing yang ditolongnya malah tidak mau berbalik menolongnya.

“Kau benar Tuan, dunia diluar sana memang kejam dan kau baru saja membuktikannya padaku,” gumam Biyanca sambil berlinang air mata, tubuhnya jatuh lunglai di lantai. Gadis itu menangis pilu tepat saat para preman berhasil mendobrak pintu kamar Biyanca.

Semua preman-preman itu langsung berpencar menjelajahi seisi ruangan tanpa peduli pada Biyanca yang sedang menangis sedih. Preman pasar itu mondar-mandir ke sana kemari tapi yang mereka cari-cari sudah tidak ada lagi di sini.

“Yanca, darah siapa ini?” tanya salah satu preman langsung curiga ada yang ganjal di sini. “Kenapa ada banyak sekali bercak darah di mana-mana? Kau minum bir?” pekiknya marah. Preman itu juga menemukan sebotol bir yang tadi digunakan Biyanca untuk membantu si pria bule yang tak tahu berterimakasih.

Dengan tatapan mata kosong, Biyanca menjawab, “Itu darahku. Aku berniat bunuh diri tapi tidak jadi,” isaknya dan mulai menangis lagi. Kali ini tangisannya lebih kencang dari sebelumnya sehingga membuat preman itu mengernyitkan alis mereka.

Melihat situasi yang terjadi saat ini, wajar kalau Biyanca tampak frustasi. Para preman itupun mengira Biyanca sedang stress berat karena akan dilelang. Akhirnya, preman tersebut memutuskan memperketat penjagaan agar Biyanca tak melakukan tindakan bodoh lagi. Untungnya mereka percaya saja pada apa yang dikatakan Biyanca dan tak curiga lagi kalau habis ada orang lain di kamar ini.

Semua preman itupun pergi dan meninggalkan Biyanca menangis seorang diri di dalam kamarnya. Meratapi nasibnya yang begitu sial dan juga malang. Sebenarnya, yang diucapkan Biyanca tidak sepenuhnya bohong, ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya sendiri, tapi tidak jadi karena ia begitu marah pada pria asing yang baru saja ditolongnya tapi tidak mau berbalik menolongnya.

“Kenapa ada pria jahat seperti dia? Apa semua pria memang jahat?” gumam Biyanca marah bercampur kesal dan kecewa. Ia sudah tidak berdaya dan hanya bias pasrah. Pupus sudah harapannya untuk bebas dari kehidupan menyedihkan ini.

Sementara itu, pria asing yang tadi meninggalkan Biyanca begitu saja setelah ditolong, berhasil menyelinap keluar dari wilayah orang-orang yang mengejarnya. Napasnya tersengal-sengal karena ia kelelahan, apalagi ia habis mengeluarkan banyak darah akibat luka tembaknya.

“Haah sial, dia bukan Bii-ku, tapi kenapa mirip. Kalau dia adalah Bii, harusnya dia mengenaliku,” gumam pria tersebut sambal mengatur napasnya kembali.

“Di sini, kau rupanya! Kena kau!” seru seseorang dari belakang punggung sip ria bule sambil menodongkan pistol ke kepalanya. Pria asing tersebut langsung refleks mengangkat kedua tangannya.

BERSAMBUNG

***

...NB : Pasti tahu siapa pria bule ini, kan? wkwkwkwk...

...visualnya ada di instagramku, ya ... cek aja ......

BAB 3 Pernikahan Paksa

Tidak ada jalan keluar lagi bagi Biyanca. hidupnya, nasibnya, akan jadi suram di mulai dari sekarang. Hari-hari Biyanca akan ia lalui bagai di neraka dan ia tak bisa lari ataupun menghindar.

Waktu pelelanganpun tiba, Biyanca dibawa keluar menuju acara lelang agar bisa segera dimulai. Tak disangka yang datang lumayan banyak juga. Mereka semua adalah utusan para orang-orang kaya yang akan membeli Biyanca untuk dijadikan salah satu dari boneka mereka. Tak ingin membuang banyak waktu, Denu selaku ayah angkat Biyanca meminta sang MC untuk segera memulai acara lelangnya.

Pelelanganpun di mulai, harga yang ditawarkan sangat fantastis. Dimulai dari 10 jt hingga ada yang menawar sampai 200 juta. Sedangkan hutang ayah angkat Biyanca mencapai 500 juta lebih. Semua tampak sangat antusias mengikuti acara lelang ini apalagi Biyanca tampak sangat memesona bagi semua kaum pria hidung belang dengan parasnya yang cantik menawan.

Sayangnya, pelelangan itu mentok di harga 200 juta saja. Artinya, masih kurang 300 juta lagi jika ingin hutang-hutang ayah angkat Biyanca lunas.

“Gawat, kurang 300 juta lagi. Kenapa tidak ada yang menawar lebih dari 200 juta?” gumam Denu sambil memutar otaknya agar harga putrinya di tawar semakin tinggi. Sia-sia saja ia mengadakan pelelangan ini kalau uang hutangnya masih kurang.

Sang ayah angkat kebetulan menemukan ide agar bisa menaikkan harga jual Biyanca, yaitu dengan mengatakan bahwa Biyanca masih suci dan tidak pernah disentuh oleh pria manapun. Begitu berita itu diserukan oleh sang MC, seketika harga lelangpun semakin tinggi bahkan ada yang menawar sampai 1M. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Biyanca saat ini. Hancur lebur tak bersisa dan malu. Runtuh sudah harga dirinya sebagai wanita akibat ulah kejam ayahnya yang melelangnya layaknya barang dagangan.

“1M!” teriak sang MC penuh semangat begitupula dengan Denu yang langsung bertepuk tangan.

Ayah angkat Biyanca tergiur dengan jumlah uang sebesar itu, ia merasa itu sudah cukup dan sudah mendapat keuntungan banyak. Denu mengisyaratkan pada sang MC agar mengakhiri lelang ini dan memberikan Biyanca pada pemenang lelang. Namun, sang MC masih enggan menutup karena ia yakin masih ada yang berani menawar harga tinggi.

“Ada lagi yang mau menawar? Yakin ini jatuh 1M!” seru sang MC dan melihat para peserta lelang hanya diam. Mungkin mereka tidak sanggup membayar Biyanca lebih dari 1M.

Karena tidak ada sahutan, sang MC hendak mengetukkan palu bagi penawar 1M tersebut. Namun, didetik-detik terakhir, seseorang datang sambil berseru dengan lantang.

“2 M!” teriaknya dan tentu saja hal itu mengagetkan semua orang. Arah pandang mereka langsung tertuju pada pria yang baru saja datang.

Pria tampan berjas hitam mewah berdasi kupu-kupu muncul diikuti sejumlah pengawal pribadinya lengkap dengan senjata api ditangan. Wajah pria bule tersebut lumayan tampan dan tanpa ragu menawar Biyanca dengan harga yang amat sangat fantastis. Sebuah harga yang luar biasa untuk seorang gadis biasa seperti Biyanca.

Tidak ada yang bisa menyaingi harga pria yang baru saja datang itu. Alhasil, Biyanca dimenangkan oleh pria yang belakangan diketahui bernama Byon yang tak lain dan tak bukan adalah orang yang ditolong Biyanca saat ia terluka dan dikejar-kejar penjahat.

Mata Biyanca terbelalak saat mengetahui siapakah orang yang memenangkan dirinya. Matanya tak bisa lepas dari pria tampan itu. Si pria asing ini, ternyata tidak benar-benar pergi meninggalkan Biyanca. Ia kembali bersama dengan anak buahnya dan sengaja membeli Biyanca dengan harga 2 M.

Mata si pria asing itu juga membalas tatapan mata penyelamatnya. Ia duduk di bangku paling depan sambil menunggu keputusan MC sementara para pengawalnya berdiri berjajar di dekatnya tanpa peduli tubuh mereka menghalangi pandangan mata orang-orang yang ada dibelakangnya. Orang-orang di belakang Byon juga tidak berani protes daripada nyawa mereka melayang cuma-cuma. Sebab, dilihat dari pakaian yang dikenakan, Byon dan orang-orangnya tampak bukan sembarang orang.

“Tidak ada yang menawar lagi? 2 M! Ada lagi yang mau lebih tunggi dari 2 M?” tanya sang MC.

Suasana hening. Tidak ada yang berani buka suara. Mata mereka terlalu focus pada pria asing yang duduk rileks di bangku paling depan tepat dihadapan Biyanca.

“3 … 2 … 1! Yap 2 M! jatuh pada mister Byon Pyordova!” seru sang MC saat membaca kartu nama yang diberikan pengawal Byon padanya. “Selamat untuk Tuan Byon yang sudah memenangkan acara lelang ini, dengan begitu, acara pelelangan ini selesai. Terimakasih pada peserta yang hadir dan untuk kalian semua dipersilahkan meninggalkan tempat ini.”

Sang MC pun menutup acara dan semua orang pada bubar karena mereka kalah telak dengan pemuda tampan yang baru saja datang. Mereka tidak berani protes ataupun menentang keputusan ini karena pemuda tampan tersebut sepertinya bukan sembarang orang. Jika tidak, mana mungkin ia dikawal oleh banyak pengawal bersenjata lengkap.

***

Byon dan para pengawal setianya, kini ada di rumah ayah angkat Biyanca untuk melakukan transaksi pembayaran secara tunai atas pelelangan yang baru saja dimenangkan Byon. Sejak tadi Biyanca hanya diam tanpa bersuara. Ia masih bingung dan ragu apa benar pria yang kini duduk didepannya ini adalah pria asing yang beberapa waktu lalu ditolongnya. Sebab, penampilannya sangat berbeda dari sebelumnya.

Sementara Denu, sibuk menghitung uang yang ada di dalam koper besar. Dibantu rekan-rekan tim pelelangnya. Mata mereka menghijau melihat tumpukan uang merah yang ada di depan mata. Ia bahkan cuek pada Byon yang sejak tadi juga diam tak bersuara. Di balik kacamata hitamnya, Byon terus menatap wajah cantik Biyanca yang kini sudah menjadi miliknya.

“Baik, uangnya pas 2M,” ujar Denu senang dan bahagia. Ia bahkan sudah membagi uangnya dengan si penagih hutang lengkap dengan bunganya. Sisanya disimpan Denu sendiri untuk bersenang-senang.

“Bisa kubawa dia pergi?” tanya Byon menunjuk Biyanca dengan dagunya.

“Tidak bisa!” jawab Denu dan senjata api dari tangan pengawal Byon tiba-tiba saja diarahkan padanya.

Byon mengangkat 1 tangan tanda melarang anak buahnya untuk tidak menembak dulu tanpa aba-aba darinya. Para pengawal Byon langsung mengerti dan mereka kembali mundur ke posisinya semula.

“Kenapa? Gadis itu milikku sekarang. Kau sudah menjualnya padaku. Aku bebas melakukan apa saja padanya termasuk membawanya pergi dari sini,” ujar Byon tenang.

“Begini Tuan Byon. Aku tahu aku adalah ayah yang buruk di dunia ini dan jika aku mati nanti aku akan kekal di neraka. Tapi gadis ini adalah gadis yang baik. Aku tidak mau karena perbuatanku, dia hidup menderita. Dia memang milikmu karena dia sudah kujual padamu. Tapi … apa kau sudah membaca persyaratan para peserta pelelangan?” Denu balik bertanya. Meski jahat ternyata pria paruh baya itu masih punya hati nurani juga.

Byon bingung, ia menoleh pada salah satu pengawal setianya untuk meminta penjelasan. Sang pengawal menyodorkan selebaran kertas persyaratan peserta lelang dan Byon menatap kertas tersebut sambil terbelalak.

“Menikah?” pekik Byon terkejut. Pengawalnya mengangguk pelan dan Byon jadi bingung sendiri. “Kenapa kau tidak bilang padaku kalau yang menang wajib menikahinya, ha?” Byon malah menyalahkan pengawalnya.

“Saya sudah mau bilang tapi Anda tidak mau dengar, Tuan. Anda bilang apapun yang terjadi Anda harus menenangkan lelang ini. Saya hanya menuruti perintah Anda.” Sang pengawalpun membela diri.

“Masa aku bilang begitu?” tanyanya ragu.

“Mereka semua saksinya Tuan.” Pengawal Byon menunjuk semua rekan-rekannya yang langsung menganggukkan kepala secara bersamaan.

Byon terdiam tak bisa berkomentar apa-apa. Ia masih bingung karena harus menikah dengan penyelamatnya. Denu juga tak mau berlama-lama. Perjanjian adalah perjanjian dan itu merupakan hitam di atas putih yang legal. Penyelenggara lelanglah saksinya.

“Kami masih menunggu Tuan,” ujar Denu.

Sedangkan Biyanca tak tahu harus berkata apa. Yang jelas ia sudah menyusun segudang rencana untuk kabur dari orang yang memenangkan dirinya hari ini. Ia juga ogah menikah dengan pria model Byon. Walau wajahnya tampan, tapi sepertinya ia sangat berbahaya dan Byon sendiri yang mengatakannya. Bahkan Biyanca berpikir bakal dijual lagi ke orang lain dengan harga jauh lebih tinggi dari sekarang.

“Baiklah, aku akan menikahinya. Kalau bisa sekarang karena aku sedang buru-buru.” Akhirnya Byon memberikan keputusannya.

“Tidak!” seru Biyanca. “Ayah, aku tidak mau menikah dengannya.”

“Kau tidak bisa menolak Yanca. Dialah suamimu sekarang.” Denu menoleh ke arah rekan-rekannya. Cepat siapkan pernikahannya sekarang!” perintah Denu pada teman-temannya.

Tanpa bisa menolak, Byon dan Biyanca dinikahkan langsung di kediaman Denu sesuai perjanjian lelang walau Biyanca tak rela dinikahi Byon. Semua orang yang ada di rumah ini menjadi saksi pernikahan mereka berdua.

Tak ada yang bisa dilakukan Biyanca. Pernikahan itu digelar secara sederhana sesuai dengan persyaratan sah pernikahan. Akhirnya, Byon dan Biyanca telah sah dinyatakan sebagai suami istri. Keduanya dipersilahkan memasuki kamar pengantin di mana kamar itu pernah didatangi Byon sebelumnya.

“Tak kusangka, pengantin pria kamar ini adalah aku,” ujar Byon sambil mengunci pintu kamar pengantinnya rapat-rapat sementara Biyanca meringkuk di pojokan. Ia sangat berhati-hati dengan Byon yang ia anggap sebagai penjahat kelas kakap.

“Siapa kau sebenarnya?” tanya Biyanca. Ia bahkan memegang vas bunga dari balik punggunggnya dan bersiap jika Byon macam-macam dengannya.

“Aku suamimu, kita baru saja menikah? Jangan bilang kau lupa karena beberapa menit lalu kau kujadikan istriku,” jawab Byon sambil membuka jas nya. Ia masih merintih akibat luka tembaknya yang belum sembuh apalagi ia juga hampir mati saat di todong senjata oleh penjahat yang mengejarnya.

“Kenapa kau membeliku? Aku hanya meminta bantuanmu untuk membawaku kabur dari sini. Bukan memintamu untuk kau jadikan istri!”

Byon duduk di atas kasur dan menoleh pada Biyanca yang berdiri dipojokan. “Awalnya sih begitu, aku tak punya niat menikahimu. Aku hampir saja mati diluar sana dan untung saja aku selamat berkat anak buahku yang datang tepat waktu. Di jalan, aku melihat selebaran pamflet pelelanganmu. Awalnya aku tak mau peduli padamu karena aku tipe orang yang tidak suka ikut campur urusan orang lain, tapi aku terkejut setelah aku tahu … siapa namamu. Kuputuskan saja untuk memenangkan lelang itu. Tapi aku tidak menyangka, janji yang kuucapkan 12 tahun lalu, akhirnya terlaksana dengan cara tak terduga.”

Byon bangun berdiri dan mulai mendekati Biyanca yang menatap bingung pada pria bule yang kini telah menjadi suaminya.

“Sungguh … kau tidak ingat aku, Bii?” tanya Byon setelah ia berdiri tepat di depan wajah Biyanca.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!